logo-color

Publikasi
Artikel Populer

KARTU KONSELING BERKALA, SOLUSI ALTERNATIF DISIPLIN POSITIF SISWA BERMASALAH

Ummu Athiyah, S.Psi

Ummu Athiyah, S.Psi

MAN 1 Kota Tangerang Selatan
ummiluki78@gmail.com

Pendahuluan

Sebagai seorang tenaga pendidik yang profesional seorang guru dituntut untuk mampu beradaptasi pada kondisi peserta didik sesuai dengan zamannya. Ali bin Abi Thalib Radiyallahu Anhu pernah berkata: “Janganlah kalian mendidik anak-anak kalian sebagaimana bapak-bapak kalian mendidik kalian, karena mereka (anak kalian) diciptakan bukan di zaman kalian.” Merujuk pada maqolah tersebut, maka para orangtua dan pendidik harus mampu mengikuti perkembangan zaman. Salah satunya para pendidik harus mulai mencari pola komunikasi yang sesuai dengan irama peserta didik di era automasi canggih ini.

Baru-baru ini telah terjadi peristiwa viral seorang siswa di Kalimantan Tengah berani bertindak tidak sopan dan menantang gurunya berkelahi hanya karena ditegur soal cara berpakaiannya yang tidak rapi. Kejadian yang mencerminkan perilaku sangat tidak terpuji ini mendapat perhatian dari Kapolres setempat yang memediasi kedua belah pihak. Tentunya sebagai pendidik kita miris menyaksikan kejadian tersebut. Pelibatatan pihak berwenang dalam hal ini dirasa penting apabila siswa sudah melakukan perilaku di luar batas norma dan mengancam keselamatan guru itu sendiri.

Fenomena maraknya siswa yang terlibat dalam berbagai kasus yang menggemparkan dan tidak biasa di sekolah membuat Dede Yusuf seorang wakil ketua komisi X DPR RI mengusulkan pelibatan Babinsa untuk memberikan disiplin edukatif di sekolah-sekolah. Beliau bahkan mendorong agar guru Bimbingan dan konseling di sekolah di ambil dari Babinsa. Tentunya ini bukanlah solusi terbaik di zaman serba automasi seperti sekarang ini.

Bagi pemerhati perlindungan anak hal ini justru dapat menimbulkan permasalahan baru lainnya, karena yang kita didik hari ini adalah individu yang lahir dari generasi berbeda yang dapat dengan mudah membuat argumen dari data dan fakta yang mereka temukan di berbagai media yang mengabari mereka bahwa mereka memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang terlepas dari kesalahan yang mereka lakukan selama itu bukan tindakan kriminal yang membahayakan orang lain.

Fenomena ini tentunya menjadi renungan dari berbagai pihak dalam menciptakan strategi dan penyelesaian masalah terbaik sesuai dengan perkembangan zaman demi meminimalisir hal-hal tidak diinginkan yang bisa menjadi boomerang bagi kita semua bila tidak segera menemukan solusinya.

Memahami Perbedaan Generasi Guru dan Siswa

Tenaga pendidik yang mengajar saat ini terdiri dari kelahiran 1965-1980 yang masuk kategori Gen X dan generasi millennial tahun 1981-1996. Kedua generasi tersebut mengajar peserta didik kelahiran tahun 1997 sampai dengan 2012. Usia 11 hingga 26 tahun. Kategorisasi ini merupakan data dari Pew Research Center dan Biro sensus AS.

Generasi X merupakan generasi transformasi yang berusaha menyesuaikan diri di era teknologi ini mengajarkan kepada anak-anaknya yang generasi Z bagaimana menggunakan teknologi itu sendiri untuk kemudahan dalam proses pembelajaran dan komunikasi.

Dalam hal wawasan dan pengetahuan generasi Z memiliki kesempatan yang lebih banyak merisetnya melalui berbagai media komunikasi canggih yang mereka serap. Berbagai konten yang bertebaran di media sosial membuat mereka mudah memvalidasi atau mencari pembenaran atas perasaannya sebagai individu yang ingin didengar dan dipahami selayaknya individu lainnya yang mereka saksikan di media sosial dengan segala kemudahan akses informasi yang membanjiri.

Perbedaan generasi ini tentunya akan menimbulkan perbedaan komunikasi yang signifikan yang rentan menimbulkan permasalahan. Oleh karena itu guru juga dituntut untuk memahami pola komunikasi yang efektif pada peserta didik generasi Z agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berakibat fatal. Salah satunya dalam hal penerapan kedisiplinan siswa seorang guru juga tidak boleh mengabaikan sisi psikologis siswa yang memiliki diferensiasi secara latar belakang.

Penerapan Disiplin Positif

Kata disiplin biasanya diartikan sebagai pemberian hukuman, namun penerapan disiplin saat ini tidaklah harus melalui hukuman. Melihat fenomena peserta didik generasi Z yang dapat dengan mudah memvalidasi kebenaran pendapatnya sendiri melalui berbagai media yang dengan mudah dapat diaksesnya, maka disiplin positif menjadi salah satu hal yang sangat urgen dan diperlukan dalam mendisiplinkan siswa, sebab bagaimanapun perilaku disiplin merupakan salah satu prasyarat terciptanya suasana pembelajaran yang kondusif.

Lingkungan pembelajaran yang kondusif di era Kurikulum Merdeka sejatinya telah diramu dalam pembelajaran berdiferensiasi yang mengacu pada hasil assesmen terhadap latar belakang peserta didik yang dilihat dari berbagai aspek internal dan eksternalnya. Dengan berdasarkan perbedaan latar belakang itulah seorang guru harus memiliki keterampilan mengintervensi perilaku siswa asuhnya yang disesuaikan dengan keunikan individu itu sendiri, sehingga terjalin bonding atau ikatan yang akhirnya bisa menciptakan “self discipline” atau disiplin yang didasari oleh kesadaran diri sendiri.

Solusi untuk mencapai tujuan “self discipline” di era ini salah satunya adalah dengan penerapan disiplin positif dalam mendisiplinkan peserta didik. Disiplin positif tidak harus melalui hukuman tetapi melalui pendekatan dialog humanis dalam menyelesaikan masalah peserta didik. Pendekatan disiplin positif di era Merdeka Belajar adalah sebuah tawaran metode yang mengutamakan dialog bersama dengan peserta didik kita untuk menumbuhkan tanggung jawab atas kesadaran dirinya.

Kartu Konseling Berkala Sebagai Alternatif dari Disiplin Positif

Kartu Konseling menjadi salah satu solusi menangani siswa bermasalah. Siswa yang kedapatan melakukan pelanggaran di sekolah diberikan alternatif konsekuensi logis berupa pemberian kartu konseling. Guru yang berwenang membina akan memberikan kartu konseling berkala kepada peserta didik untuk bertemu selama kurun waktu yang telah ditentukan sesuai dengan jenis pelanggarannya. Kegiatan pembinaan harian dilaksanakan di luar jam belajar.

Setelah dilakukan kesepakatan, peserta didik mendatangi guru yang berwenang dan meminta siswa untuk merefleksikan perasaaanya dan melakukan berbagai pilihan kegiatan positif seperti menuliskan hadis berulang beserta artinya, kemudian pada pertemuan kedua membaca ma’tsurat pagi dan seterusnya yang semuanya dituliskan di dalam kartu setiap kali bertemu. Hal ini memberatkan peserta didik tersebut, namun di dalamnya terkandung banyak hikmah karena siswa mau tidak mau terisi spiritualnya. Dalam melakukannya pun seorang peserta didik diberikan pilihan hal positif apa yang mau mereka lakukan hari itu sesuai dengan waktu yang mereka punya.

Kartu konseling berkala ini diharapkan bukti data dan fakta pembinaan yang telah dilaksanakan terhadap peserta didik sasaran dan bisa menjadi salah satu alternatif yang membuat siswa menjadi lebih bonding pada sang guru yang membinanya dan diharapkan dapat menjadi efek jera, namun menambah kedekatan dengan gurunya itu sendiri. Teknik

ini sesungguhnya tidak selalu berhasil seratus persen dalam mengubah perilaku siswa bermasalah tersebut, namun bisa membantu guru dalam membangun komunikasi yang baik antara peserta didik tersebut sehingga semakin memahami latar belakang sesungguhnya secara mendalam mengapa peserta didik melakukan pelanggaran tersebut.

Penutup

Pendidikan tidak semata-mata proses transfer ilmu pengetahuan. Tujuan pembentukan karakter peserta didik haruslah menjadi sasaran utama yang harus kita pikirkan bersama strateginya dalam menghadapi generasi yang tinggal dan berkembang di era automasi dengan banjiran informasi. Teknik penggunaan Kartu konseling merupakan salah satu alternatif disiplin positif yang lebih mengutamakan dialog dan pembinaan berkala. Teknik ini diharapkan dapat menjadi alat pendukung dalam penanganan siswa bermasalah sehingga pada gilirannya dapat menumbuhkan kedisiplinan peserta didik berdasarkan kesadaran diri sendiri atau “self discipline” yang kelak berguna bagi keberhasilannya di masa depan.

Tags

Share this post:

Postingan Lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jika ingin berlangganan berita dari kami, silakan memasukkan email pada kolom di bawah ini

Radar Edukasi adalah portal berita pendidikan di bawah naungan Penerbit P4I