Fariq, S.Pd.SD
Guru SD Negeri Pakong 5
Sebagai pendidik, guru harus terus berpacu mengikuti perkembangan zaman dengan meningkatkan kompetensinya. Ada empat kompetensi yang harus dikembangkan oleh seorang guru diantaranya; 1) pedagogik, 2) profesional, 3) kepribadian dan 4) sosial. dari empat kompetensi ini, merupakan faktor kunci sukses dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Guru memegang peranan strategis dalam kerangka pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), karena pembangunan pendidikan nasional tidak terpisahkan dari perubahan-perubahan yang berlangsung di dalam kelas. Perubahan-perubahan ini lebih banyak berlangsung karena adanya interaksi guru dan peserta didik baik secara luring maupun daring.
Guru memegang peranan sentral dalam menentukan generasi penerus bangsa ini. Hal ini sesuai dengan UU sisdiknas 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian maka diperlukanlah peningkatan mutu guru yang mana hal ini akan terwujud jika guru tersebut memiliki jiwa integritas.
Diakui atau tidak, disadari atau tidak, dunia pendidikan saat ini masih diwarnai oleh perilaku-perilaku tidak berintegritas. Banyak ditemukan perilaku atau praktik tak berintegritas di sekolah. Sebagai contoh; mengakali face print sebagai absensi harian guru dengan datang lebih awal ke sekolah sekedar ngabsen namun tidak mengajar, bermain gadget ketika jam efektif, mark-up nilai, kongkalikong dan “mengakali” kebijakan zonasi dalam penerimaan siswa baru. Mutasi guru, mutasi siswa, sertifikasi, pelaksanaan ujian, termasuk ulangan harian, pengisian nilai rapor, dan ketidak adilan dalam pelayanan kepada murid. Semua itu menjadi potret tidak berintegritas bahkan tindakan manipulatif.
Kata integritas menurut Samsul Ramli dalam bukunya, Perencanaan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah, menyatakan integritas adalah kesesuaian dan keselarasan antara pikiran, niat, perkataan dan perbuatan. sementara menurut Robert Sumi dalam bukunya The Integrity of the servant Leader menyatakan “There is no universal definition of integrity” yang artinya tidak ada definisi universal dari integritas. melihat pengertian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa secara ringkas integritas dimaknai sebagai perilaku yang konsisten dari apa yang dipikirkan, diucapkan dan dilakukan, dengan berpatokan pada kebenaran menurut nilai moral dan nilai agama. dengan kata lain, Integritas diartikan sebagai sikap selalu konsisten dan taat terhadap nilai-nilai moral atau peraturan lainnya, terutama nilai kejujuran dan antikorupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Sikap integritas merupakan atribut terpenting yang harus dimiliki seorang guru. Apapun posisinya di sekolah, apakah ia seorang guru kelas, guru mata pelajaran atau konselor, sikap dasar yang harus dimiliki dan ditampilkan adalah integritas. Dalam UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN. Pegawai ASN dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, prilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan. Tidak bisa dipungkiri sikap integritas inilah yang jika dimiliki oleh setiap warga masyarakat khususnya pemangku kepentingan di dunia pendidikan akan membawa dampak positif berkelanjutan terhadap perwujudan Pamekasan hebat.
Untuk menjadi pribadi berintegritas modalnya hanya dua hal saja; “keyakinan” yang sejalan dengan suara hati dan “kemauan keras”. Ketika seseorang memiliki keyakinan terhadap prinsip hidup berintegritas sebagai tugas kehidupannya, maka modal utama sudah dimiliki. Keyakinan ini bersumber penguatan integritas, dari dalam diri melalui proses pemahaman, penyadaran dan perilaku yang terbiasa dilakukan. Tahu dan paham saja tanpa kesadaran dan keyakinan yang kuat terhadap prinsip hidup, tidak ada daya dorong terhadap pengamalan perilaku berintegritas. Sebaliknya dengan keyakinan yang kuat, seseorang akan berupaya hidup dengan prinsip integritas. Persoalannya adalah adakah keyakinan itu ada dalam diri pribadi? Jika keyakinan tidak kokoh, selalu berhitung untung rugi, dan lebih berorientasi pamrih, maka integritas tak akan terwujud. Setelah keyakinan kuat, langkah berikutnya adalah “kemauan keras” untuk menunjukkannya dalam bentuk perilaku yang konsisten di manapun, kapanpun, dan dalam suasana bagaimanapun. Kemauan keras ini, selain bersumber dari dorongan dari dalam diri, juga karena suasana yang terbentuk di masyarakat. Namun, kemauan keras menjadi energi dalam menghadapi tantangan berupa kondisi lingkungan yang tidak berintegritas.
Sikap integritas bersifat fluktuatif, hal ini sangat diperlukan penguatan secara kontinyu agar tetap terjaga. Penguatan integritas harus berangkat dari kesadaran hati, kerelaan, serta keyakinan akan manfaat bagi dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan memastikan bahwa prinsip sesuai nilai karakter inti, yakni jujur, tanggung jawab, disiplin, dan peduli menjadi pegangan kuat. Jadi prosesnya menguatkan dari dalam diri (inside out) bukan membentuk dari luar. Adapun kondisi lingkungan dapat berperan ganda. Bisa bersifat menguatkan konsistensi dalam berperilaku sesuai jati diri atau sebaliknya.
Dalam pengondisian lingkungan, yang dapat dikondisikan tentunya lingkungan dalam kendali guru, yakni ruang kelas dan sekolah. Sedangkan lingkungan keluarga dan masyarakat tidak mudah menyesuaikannya. Tapi guru dapat mengupayakan melalui koneksi dari pengondisian terhadap peserta didik di kelas dan sekolah. Berdasarkan hal itu, penguatan integritas tidak dapat dilakukan berdasarkan paksaan, aturan yang bersifat paksa-hukum atau pendekatan struktural formal. Karena hal itu menjauhkan dari harmoni kehidupan.
Kondisi menyeluruh mengenai pancaran dari dalam diri, karakter yang diyakini dan perilaku baik tercermin dalam satu kesatuan sebagai “Konsep Diri Berintegritas” yang melekat pada masing-masing individu. Konsep diri inilah yang akan memotivasi individu untuk membangun kepribadiannya yang utuh dan stabil. Utuh dalam arti terdapatnya konsistensi antara kata hati, perkataan, perasaan, dan perilaku. Konsep diri ini akan sangat kuat manakala dilandasi dengan nilai keagamaan sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan. Oleh karena itu, penguatan integritas harus dilakukan terus menerus dan konsisten, baik di kelas, di sekolah maupun di keluarga dan masyarakat. Sehingga sistem pendidikan berjalan dengan baik dan dapat menghasilkan genarasi penerus produktif dan berkompeten. Generasi penerus produktif dan berkompeten merupakan indikator ketercapaian pendidikan maju. Hal ini akan terealisasi dengan sikap integritas yang kuat pada setiap pemangku kepentingan pendidikan. kuatkan integritas pendidikan maju, InsyaAllah.