logo-color

Publikasi
Artikel Populer

HENTIKAN MOTORMU SEJENAK, BUMI KITA JADI SEHAT?

Nurul Khotimah, S.Pd.

Nurul Khotimah, S.Pd.

Guru MTs NU 01 Batang

Masa pandemi Covid-19 telah menyisakan kenangan, baik kenangan yang menyedihkan maupun menggembirakan. Kita sedih karena banyak orang di sekitar kita yang menjadi korban, aktivitas menjadi terbatas, namun di luar itu ada laporan peneliti terkait membaikya atmosfir bumi akibat pandemi Covid-19. Pemberlakuan protokol kesehatan ataupun lockdown yang mengharuskan orang untuk tidak bepergian itu berpengaruh baik terhadap kondisi bumi kita, di mana polusi udara menjadi semakin berkurang sehingga bumi terlihat hijau dari sorotan teleskop. Hasil baik inilah yang mendasari penulis untuk menuangkan ide yang mungkin akan dapat membantu dalam menjaga kelestarian bumi ini.

 Selain di atas ternyata Indonesia berdasarkan keputusan Bali Action Plan tahun 2007 telah berkomitmen untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK). Indonesia juga termasuk negara yang menandatangani Deklarasi Milleium pada KTT Millenium yang diselenggarakan oleh PBB tahun 2020, berkewajiban melaksanakan dan memantau perkembangan pencapaian indikator Millenium Development Goals (MDGs) pada tingkat nasional untuk tujuan menjamin kelestarian lingkungan hidup yang salah satu indikatornya adalah emisi CO2 perkapita.

 Sudah kita ketahui bersama bahwa suhu bumi semakin panas akibat adanya polusi udara. Penyebab polusi udara salah satu di antaranya adalah semakin banyaknya alat transportasi yang digunakan manusia di bumi. Dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor semakin banyak juga penggunaan bahan bakar, yang akan menghasilkan jumlah gas buang yang juga bertambah banyak, terutama gas CO2 sebagai salah satu dari gas rumah kaca.

Satu fenomena yang sangat membuat kita sedih dan tercengang yaitu mencairnya es di daerah kutub bumi karena panasnya suhu bumi efek dari GRK. Dampak berikutnya dari mencairnya es kutub adalah naiknya permukaan alr laut. Jika ini terjadi secara terus-menerus tentu sangat mungkin jika suatu saat bumi bisa tenggelam oleh naiknya air laut. Oleh karena itu menurut penulis sangat penting untuk dipikirkan bagaimana upaya kita dalam mengurangi emisi gas CO2.

Hal yang kelihatan sepele dan biasa kita lakukan setiap hari yakni berhenti di lampu merah atau di perlintasan kereta api, ini yang penulis pikirkan ada kebiasaan kita yang harus diubah sehingga berdampak baik terhadak bumi kita. Berapa banyak kendaraan bermotor yang lalu lalang di jalan ketika di lampu merah atau juga di perlintasan KA, mereka berhenti tetapi mesin kendaraan tetap dalam keadaan hidup. Artinya ketika kendaraan berhenti, mesin tetap menghasilkan gas polusi. Andai kata kebiasaan ini diubah, maksudnya ketika berhenti di lampu merah dan perlintasan KA mesin motor juga dihentikan maka emisi CO2 pun berhenti, dan jika ini dilakukan di seluruh Indonesia menurut penulis tidak sedikit kita dapat menekan emisi CO2.

Kalau boleh dihitung secara gampangan saja, setiap berhenti di lampu merah semisal dipakai 0,20 liter bahan bakar sementara 1 traffic light dalam satu hari akan merah sebanyak 72 kali dengan asumsi terjadi lampu merah tiap 20 menit sekali maka terjadi pembaharaan bahan bakar sebanyak 14,4 liter, padahal dalam suatu wilayah kota/kabupaten ada berapa traffic light misal 20 maka ada 288 liter bahan bakar terpakai. Kita jumlah di seluruh Indonesia ada 514 kota/kabupaten sehingga total ada 148.032 liter. Dalam laporan proyek akhir yang ditulis oleh Wisnu Abi Akbar mahasiswa UNY tahun 2016 bahwa gas buang dari emisi kendaraan bermotor terdiri atas 18,1% CO2, artinya dari 148,032 liter bahan bakar dihasilkan 26,79 liter/hari atau 9.751,56 liter/tahun gas CO2. Belum lagi untuk pemberhentian di KA. Ini sesungguhnya bukanlah hitungan yang sebenarnya karena dibuat secara gampangan, akan tetapi dampaknya luar biasa baiknya pada penguranagn polusi udara.

Jadi pemberlakuan berhenti mesin motor ini bisa berpengaruh positif pada dua hal, yaitu penghematan konsumsi bahan bakar dan pengurangan polusi udara yang keduanya sangat menyehatkan bumi kita. Tentunya untuk melaksanakan pengubahan kebiasaan ini harus ada kesadaran dari masyarakat sendiri untuk melakukannya dan juga perlu kebijakan dari pemerintah untuk mengaturnya. Semoga ide ini dapat menjadi awal perhatian oleh yang berwenang di negara kita terhadap bumi tempat tinggal kita.

Tags

Share this post:

Postingan Lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jika ingin berlangganan berita dari kami, silakan memasukkan email pada kolom di bawah ini

Radar Edukasi adalah portal berita pendidikan di bawah naungan Penerbit P4I