logo-color

Publikasi
Artikel Populer

PERUNDUNGAN, FENOMENA GUNUNG ES YANG TAK AKAN SURUT

Wilda Mutiara Kafa

Wilda Mutiara Kafa

Seorang Guru di Kabupaten Bandung Barat

Wajah pendidikan Indonesia sempat tercoreng beberapa waktu yang lalu mengingat sempat ada kasus perundungan remaja yang ada di Tasikmalaya, Jawa Barat. Kasus ini menggegerkan publik manakala para pelakunya adalah remaja yang masih berstatus sebagai pelajar. Seluruh masyarakat yang telah mengetahui berita mengecam tindakan para pelaku. Apa yang sebenarnya terjadi pada pendidikan kita?

Pentingnya Menanamkan Good Attitude

Lingkungan sekolah sangat memegang peranan penting terbentuknya mental, sikap, serta kebiasaan para pelajar. Sekolah adalah lingkungan terdekat dan rumah kedua bagi siswa. Sikap (attitude) mereka secara tidak langsung terbentuk dari apa yang mereka lakukan sehari-hari. Termasuk di sekolah. Sejak awal guru dapat membiasakan mereka untuk bersikap sopan dan menghargai keberadaan orang lain. Perlunya menanamkan attitude yang baik harus dilandasi kesadaran guru yang penuh agar tercipta lingkungan belajar di sekolah yang kondusif.

Dilansir dari stopbullying.gov perundungan (bullying) adalah sebuah perilaku agresif dengan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan yang nyata. Hal ini dilakukan oleh sekelompok orang atau individu kepada lainnya yang dapat menyebabkan trauma kepada korban perundungan. Dengan demikian, perundungan bagai mimpi buruk bagi sebagian anak-anak. Mimpi ini menghasilkan dampak buruk untuk kesehatan mental, bahkan fisik bagi anak-anak.

Maka dari itu, segenap usaha harus dikerahkan dari berbagai pihak untuk meminimalisir terjadinya perundungan di kalanagn remaja. Baik pendidik di lingkungan sekolah serta para orang tua di rumah, sejatinya mengawasi tingkah laku remaja tersebut. Kita menaruh harapan besar kepada generasi muda ini, jangan sampai karena kurangnya kontrol kita pada generasi saat ini, mereka menjadi hilang kendali, mem-bully tak ada habisnya, serta tak dapat menghargai keberadaan orang lain. Tak ada salahnya, kita sebagai orang tua untuk bertanya mengenai kegiatan sehari-hari anak di sekolah maupun saat ia bermain dengan teman sebaya untuk menghindari atau mencegah hadirnya kasus intimidasi pada anak.

Fakta yang Tersembunyi

Fenomena perundungan merupakan kasus yang tak akan pernah surut sejak dahulu. Pemberitaan tentang perundungan hanya sebagian kecil yang terangkat ke media massa. Baik di media cetak maupun media online. Selebihnya di lapangan masih sangat banyak kasus yang tidak pernah terendus publik karena sang korban maupun keluarga korban pem-bullyan sengaja tidak melaporkan kejadian perundungan tersebut ke pihak berwajib.

Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyebutkan bahwa 45 persen anak di Indonesia menjadi  korban perundungan di dunia digital atau maya (cyber bullying) sepanjang tahun 2020. Adapun anak-anak yang dimaksud adalah anak yang berusia antara 14 sampai dengan 24 tahun.

“Ini data dari UNICEF tahun 2020,” kata Muhadjir Effendy di acara peluncuran Peraturan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Permenko PMK) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Rencana Aksi Nasional Peningkatan Kesejahteraan Anak Usia Sekolah dan Remaja (RAN PIJAR) pada Selasa (19/4/2022) di Kuningan, Jakarta Selatan.

Kasus perundungan yang tidak dapat dipastikan jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun seiring perkembangan zaman. Era modern membuat anak-anak lebih berani menindas teman sebaya apabila korban sasaran jauh lebih lemah dan memiliki faktor untuk dijadikan cemoohan. Anak-anak yang cenderung lebih kuat akan dengan leluasa mengintimidasi mereka yang lemah karena merasa superior dibanding yang lain.

Tanda-Tanda Anak Mengalami Perundungan

Menurut Dr. Joel Haber, pakar bullying dan penulis “Bullyproof Your Child for Life”, terdapat beberapa tanda anak menjadi korban perundungan, seperti: enggan atau menolak untuk pergi ke sekolah, menolak untuk mendiskusikan kegiatan di sekolah, tidak mau mengikuti kegiatan sepulang sekolah atau bermain dengan teman lama, tampak lebih lapar dari biasanya sepulang sekolah, menunjukkan tanda-tanda tekanan fisik seperti sakit kepala, sakit perut atau mual, prestasi di sekolah tiba-tiba menurun, bersikap cemberut, marah, dan sering ingin ditinggal sendiri, tidak seperti biasanya menggunakan bahasa yang buruk, mulai meminta lebih banyak makan siang atau uang transportasi tanpa alasan jelas, memiliki memar atau cedera yang tidak dapat dijelaskan.

Mencegah Perundungan pada Anak

Tak ada guru maupun orang tua yang menginginkan anaknya menjadi korban perundungan. Kita tak perlu menaruh kekhawatiran yang berlebihan, karena perundungan pada anak bisa dicegah. Terdapat beberapa langkah-langkah mencegah perundungan yang dapat dilakukan oleh orang tua.

Dalam jurnal Newfoundlad Labrador Canada disebutkan terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan orangtua, seperti: mengajari anak-anak kita untuk peduli pada orang lain, membantu anak mengatasi perasaan marah dan bersikap tegas tanpa menjadi agresif dalam membela diri sendiri, mendorong mereka untuk berbicara secara terbuka ataupun mengemukakan pendapat tentang apa yang terjadi di sekolah/ lingkungan sekitar, mendengarkan setiap cerita anak yang diutarakan tentang kegiatan mereka serta tawarkan bantuan atau perlindungan saat situasi mencekam bagi anak.

Dampak Pandemi Memudarkan Kedislipinan serta Tanggung Jawab

Pandemi beberapa waktu yang lalu juga sedikit banyak mempengaruhi ritme pengajaran dari guru serta pola asuh orang tua di rumah terhadap anak. Kebiasaan-kebiasaan kecil untuk mengajarkan disiplin kepada mereka perlahan memudar akibat pandemi Covid-19. Anak-anak menjadi lebih sering bermain daripada mengikuti pembelajaran daring (dalam jaringan). Salah satu akibat besar dari pandemi adalah Learning Loss atau bisa disebut juga hilangnya gairah belajar siswa. Hal ini berdampak pula pada sistem aturan tata tertib di sekolah. Dimana pada awalnya anak-anak dilatih untuk disiplin, memiliki sikap tanggung jawab atas kewajibannya di sekolah perlahan memudar. Dampak ini menjadi perhatian khusus bagi dunia pendidikan.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim kembali menegaskan potensi memudarnya capaian belajar (learning loss) dan memburuknya kesehatan psikis anak-anak Indonesia akan semakin membesar jika Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) terus berlangsung. Untuk itu, pemerintah terus mendorong terselenggaranya Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat dan strategi pengendalian Covid-19 di sekolah. Intensitas pembelajaran di sekolah akan membentuk kedislipinan siswa sehingga fokus anak tidak terlalu tercurahkan hanya untuk bermain. Dimana saat di luar sekolah inilah potensi dan kesempatan melakukan perundungan terbuka lebar.

Kita semua berharap ritme pembelajaran akan menjaga generasi penerus kita menjadi pribadi yang unggul serta memiliki potensi untuk memajukan bangsa bersama. Akan menjadi tugas kita bersama, terutama seluruh guru di Indonesia melalui pengajarannya tidak hanya berpusat pada peningkatan kualitas akademik maupun transformasi ilmu pengetahuan belaka, melainkan kita juga harus sesnantiasa memberikan perhatian penuh kepada siswa untuk menanamkan moral, etika, sikap santun, saling menghormati dan menghargai hak orang lain, memiliki kesadaran tinggi sebagai pelajar Pancasila, mengaplikasikan nilai-nilai untuk mewujudkan masyarakat yang bermartabat.

Tags

Share this post:

Postingan Lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jika ingin berlangganan berita dari kami, silakan memasukkan email pada kolom di bawah ini

Radar Edukasi adalah portal berita pendidikan di bawah naungan Penerbit P4I