logo-color

Publikasi
Artikel Populer

PARADE DRAMA FABEL SEBAGAI EKSPRESI MERDEKA BELAJAR

Anik Zuroidah

Anik Zuroidah

Guru di MTsN 5 Jombang
zuroidahanik@gmail.com

Merdeka belajar ialah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim. Dalam praktiknya, penulis memahami bahwa merdeka belajar ialah kemandirian guru dalam melakukan proses pembelajaran agar peserta didiknya memiliki perubahan positif. Hal ini sejalan  pernyataan yang diungkapkan oleh Nadiem di sebuah media dalam diskusi Standar Nasional Pendidikan di Hotel Century Park Jakarta Pusat (Jumat,13 Desember 2019). Bahwa Merdeka Belajar adalah kemerdekaan berpikir. Semua guru harus berpikir secara mandiri. Dikatakan bahwa paradigma merdeka belajar adalah untuk menghormati perubahan dari  pembelajaran yang dilakukan  di berbagai macam sekolah.

Pengertian pernyataan tersebut ialah bahwa  guru berhak menerapkan berbagai teknik pembelajaran agar anak didik bisa melakukan perubahan sesuai yang diharapkan. Menurut pengamatan dan pengalaman penulis, sebenarnya  konsep merdeka belajar sudah dilakukan oleh para guru. Sebelum dicetuskan oleh Nadiem, sebagian  guru sudah melaksanakannya. Termasuk penulis. Guru memiliki banyak cara demi memahamakan materi pembelajaran terhadap anak didiknya.

Fabel merupakan salah satu cerita yang digemari anak di seluruh dunia sehingga sangat efektif dimanfaatkan dalam pembentukan karakater peserta didik. Pembimbingan dalam membentuk karakater iniu sangat penting. Penerapannya harus dilakukan secara menyeluruh dengng koordinasi berbagai pihak. Hal ini sesuai dengan pendapat Fitri bahwa penerapan karakter anak diharapkan bisa diterapkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, negara, dan bangsa (Fitri, 2023). Penanaman nilai sikap ini dilakukan dalam pembelajaran di sekolah. Terkait dengan hal ini, materi fabel diajarkan di kelas 7 pada semester genap. Dalam pembelajaran ini dibutuhkan pula pemahaman konteks agar peserta didik bisa mengaitkannya dalam kehiduopan nyata.Hasil penelitian menunjukkan bahwa fabel sangat efektif dakam mengembangkan kepribadian anak (Fitri, 2023). Melalui pemahaman dari para tokoh, peserta didik akan bisa meneladani sikap terpuji dari tokoh atau menjauhi perilaku sikap yang kurang terpuji.

Saat pembelajaran memahami cerita fabel, penulis lebih dulu memberi umpan pertanyaan kepada peserta didik. Pada pertemuan pertama penulis menanyakan judul cerita fabel yang pernah dibaca. Ada sebagian yang mengangkat tangan. Mereka menyebutkannya. Hampir semua siswa menyebutkan si Kancil. Penulis pun memberikan apresiasi dengan ungtkapan yang menyenangkan anak didik, misalnya, bagus sekali, sangat istimewa, luar biasa, dan hebat. Dengan ungkapan ini tentu saja peserta didik semakin antusias dalam belajar.

Pada pertemuan pertama, untuk menambah referensi cerita fabel, penulis pun mengajak peserta didik untuk membaca buku pegangan. Di situ ada bacaan berjudul Semut dan Belalang Sembah. Setelah membacanya, penulis mengajak menganalisis unsur intrinsiknya. Mereka menjawab dengan semangat.  Dari berbagai jawaban peserta didik, penulis memberikan penekanan dan garis bawah tentang jawaban yang tepat. Setelah itu penulis mengajak mereka untuk menceritakan kembali secara tertulis dalam kalimat tidak langsung. Dalam pengerjaan ini penulis memberikan arahan peserta didik untuk memahami cara mengubah bentuk kalimat. Karena sudah memahami, mereka pun mengerjakannya dengan semangat.

Pada pertemuan kedua penulis mengingatkan lagi tentang bahasan cerita fabel yang sudah dibahas pada pertemuan sebelumnya. Penulis mengaitkan pelajaran sebelumnya dengan menanya agar peserta didik memberikan respon aktif. Dengan aktivitas seperti ini, peserta didik ternyata masih sangat mengingatnya.

Agar lebih paham, penulis pun mengajak mereka membentuk kelompok untuk bermain peran cerita fabel tersebut. Penulis menawarkan kepada mereka tentang pemilihan anggota. Kebebasan ini dilakukan penulis untuk mewujudkan sikap demokratis. Ternyata mereka memilih untuk menentukan sendiri. Penulis pun memberi kebebasan selama lima belas menit untuk melakukannya. Terbentuklah enam kelompok dalam satu kelas itu. Penulis memberikan tugas pertama berupa menulis teks drama berdasarakan teks cerita fabel berjudul Semut dan Belalang Sembah. Penulis memberikan kesempatan selama seminggu untuk mengerjakannya.

Pada Pertemuan ketiga, naskah drama sudah jadi. Para peserta didik menunjukkan pada penulis. Kemudian penulis memberikan masukan tentang penulisan teks drama tersebut. Penulis memberi tanda pada hasil pekerjaan mereka terkait dengan kecermatan dalam hal penulisan dan penggunaan kalimat efektif. Dengan penandaan yang berbeda penulis mengharapkan peserta didik bisa mengetahui kesalahan yang mereka lakukan. Jika sudah mengetahuinya, penulis berharap mereka tidak melakukan kesalahan yang sama.

Setelah teks sempurna, penulis menugasi mereka untuk membuat laporan teks drama. Penulis memberi waktu selama satu minggu. Penulisan teks drama juga psrlu pendampingan. Penulis memebrikan kebebasan kepada mereka untuk mencari referensi di internet. Selain itu juga memperhataikan pedoman penuylisan yang ada di buku teks.

Setelah laporan itu selesai, para peserta didik pun menunjukkan pada penulis. Karena peserta didik mengerjakannya sesuai dengan petnjuk penulis, hasilnya pun berkualitas sehingga naskah drama fabel mudah dipahami. Setelah itu, barulah penulis memberi tugas untuk bermain peran.

Pada pertemuan keempat, ada empat kelompok yang tampil. Sebelum tampil, penulis memberikan penjelasan tentang aspek penilainnya. Penulis memberikan kisi-kisi penilaian yaitu, pemahaman karakter, ekspresi, volume suara, dan gestur. Diawali kelompok satu hingga empat  mereka pun tampil. Tepuk tangan riuh peserta didik membuat suasana lebih hidup.

Di akhir tampilan, penulis ,memberikan tugas penilaian. Setiap peserta didik memberikan apresiasi dalam bentuk tertulis tentang tampilan  masing-masing kelompok. Namun tidak boleh mengomentari kelompoknya sendiri. Usai laporan tertulis selesai, barulah masing-masing kelompok mempresentasikannya. Setelah usai penulis pun mennyampaikan bahwa parade dilanjutkan pada pertemuan berikutnya.

Tibalah saat yang ditentukan. Masih ada dua kelompok yang belum tampil. Penulis pun menawarkan kelompok yang  bersedia tampil. Ternyata kelompok lima yang sudah siap tampil. Sama dengan kelompok yang lain. Mereka pun tampil. Tinggal kelompok enam yang belum. Ternyata mereka belum siap. Penulis tidak memarahinya. Namun memberi waktu minggu depan untuk tampil. Mereka terlihat ceria. Tak ketinggalan, usai kelompok lima tampil, penulis memberi tugas untuk mengomentari tampilannya di buku tulis masing-masing. Setelah selesai, buku tulis pun dikumpulkan. Kemudian penulis melakukan refleksi sehingga peserta didik bisa memahami pembelajaran yang mereka lakukan. Setelah itu penulis memberikan simpulan dan manfaatnya dalam kehidupan keseharian.

Setelah semua sudah tampil, penulis menugasi peserta didik untuk membuat video prrmainan peran mereka. Penulis memberikan waktu selama satu minggu untuk menyelesaiakannya. Hal ini penulis lakukan sebagai dokumen penilaian proyek sehingga masing-masing kelompok memiliki kesan mendalam dalam pembelajaran bermain peran cerita fabel. Setelah video jadi, penulis mengajak menyaksikan bersama hasil karya mereka. Hal ini dilakukan penulis agar peserta didik bisa menyaksikan tampilan mereka masing-masing.

Demikianlah pembelajaran cerita fabel pun sangat mengasyikkan karena penulis mengadakan Parade Drama di kelas. Dengan pembelajaran seperti ini peserta didik merasa terkesan dan merdeka dalam melakukannya sehingga nilai  sebuah cerita bisa diaplikasikan dalam kehidupan.

Tags

Share this post:

Postingan Lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jika ingin berlangganan berita dari kami, silakan memasukkan email pada kolom di bawah ini

Radar Edukasi adalah portal berita pendidikan di bawah naungan Penerbit P4I