logo-color

Publikasi
Artikel Populer

MENCEGAH GRATIFIKASI DALAM LINGKUNGAN BIROKRASI, MUNGKINKAH?

Satia Supardy, S.H., M.Pd

Satia Supardy, S.H., M.Pd

Pusat Pengembangan Kepegawaian ASN BKN
satia.supardy@yahoo.com

Peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan hanya pencegahan terhadap tindak pidana korupsi semata. Tetapi juga berperan terhadap pencegahan terjadinya praktik gratifikasi yang terjadi dilingkungan birokasi, khususnya dalam pelayanan publik. Harus diakui berbagai upaya telah dilakukan pemerintah nuntuk mencegah terjadi tindakan gratifikasi, seperti diterbitkannya Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaporan Gratifikasi. Akan tetapi praktik gratifikasi dilapangan masih terjadi baik di sektor swasta maupun di instansi pemerintah yang tidak mustahil bisa meningkat ke tindak pidana korupsi. Pertanyaannya, mungkinkah gratifikasi bisa dicegah?

Melalui pembahasan yang sederhana ini penulis mencoba membahas sebagai upaya pencegahan terjadinya gratifikasi di lingkungan birokrasi, khususnya terkait dengan pelayanan terhadap masyarakat. Pembahasan ini sekaligus menjawab pertanyaan di atas. Jika memahami pengertian gratifikasi terdapat pada penjelasan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Membaca pengertian gratifikasi dimaksud pada umumnya sudah menjadi praktik “terbiasa” di dunia nyata sebagai bentuk tanda terima kasih atas kelancaran yang diberikan kepada masyarakat pengguna (customer service). Artinya, praktik gratifikasi dianggap budaya baik yang berasumsi bukan pelanggaran melainkan hanya bentuk tanda terima kasih atas pelayanan terpuaskan (excellent service).

Umpanya sebagai contoh kebiasaan pemberian Cinderamata dari orang tua murid kepada Guru (PNS) setelah pembagian rapor atau kelulusan. Pemberian cinderamata orang tua murid diberikan bukan sebelum pembagian rapor yang mungkin akan berpengaruh terhadap nilai siswa. Pengamatan penulis dilapangan mencoba bertanya kepada orang tua murid berkaitan pemberian hadiah kepada guru. Jawabanya tidak bermaksud gratifikasi untuk memperbaiki rapor putra/putrinya.

Strategi Pencegahan Gratifikasi

Upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah terjadinya gratifikasi melalui tiga aspek yaitu: Pertama, Secara preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya gratifikasi dengan meminimalkan faktor-faktor peluang terjadinya gratifikasi. Juga, perlu memberikan penjelasan kepada masyarakat melalui media yang mudah di jangkau pengguna. Kedua, Pendidikan membangun mental masyarakat dan birokrasi (pelayanan) melalui informasi maupun pelatihan, pendekatan budaya malu. Penanaman integritas kepada pelaksana pelayanan untuk tidak menerima dan mengharapkan pemberian hadiah atas pekerjaan. Ketiga, Pemberian hukuman (punishment) terhadap pelaku gratifikasi yakni pemberi dan penerima. Melalui pemberian hukuman diharapkan akan menjadi pembelajaran dimasa yang akan dating dan berpengaruh terhadap lingkungannya.

Tata Cara Pelaporan Gratifikasi

Jika PNS menerima yang di duga gratifikasi maka wajib melaporkan kepada Unit Pengendali Gratifikasi (UPG). Mekanisme pelaporan gratifikasi melalui UPG pada tiap-tiap instansi sudah memilikinya yang mengacu kepada peraturan dari KPK. Jika bentuk barang Gratifikasi yang diterima berupa makanan/minuman yang sifatnya mudah rusak atau memiliki masa kadaluarsa yang singkat, untuk tidak mubazir dapat langsung menyalurkan barang kepada yayasan atau masyarakat berhak menerimanya. Perlu diperhatikan dokumentasi penyaluran dilampirkan sebagai bukti sudah disalurkan. Alur selanjutnya jika lebih dari 7 (tujuh) hari kerja sejak gratifikasi diterima belum dilaporkan, maka laporan dilakukan secara langsung kepada KPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal gratifikasi diterima.

Sangat urgent tata cara laporan gratifikasi kepada KPK untuk diketahui oleh setiap PNS, khususnya para pelaksana pelayanan penerima tanda terima kasih yang dapat di kategorikan barang “haram”. Untuk menjamin keamanan barang pemberian, menurut peraturannya disebutkan selama masa menunggu penetapan status barang gratifikasi harus disimpan oleh penerima gratifikasi sampai dengan penetapan status barang gratifikasi.

Dalam kontek core value PNS BerAKHLAK, bangga melayani bangsa sebenarnya jika dipahami secara benar dengan penerapan integritas pegawai. Maka bentuk gratifikasi maupun korupsi tidak aka terjadi lagi. Tetapi sebaliknya penempatan core value PNS hanya pada tataran slogan tentu sulit mencegah praktik gratifikasi. Oleh karenanya perlu menghadirkan setiap PNS menolak pemberian yang termasuk gratifikasi secara konsisten.

Simpulannya, tindakan gratifikasi bisa dicegah jika semua pihak memahami bahaya gratifikasi dan memiliki kualitas integritas yang disertai ada kemauan untuk tidak melakukannya.

Tags

Share this post:

Postingan Lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jika ingin berlangganan berita dari kami, silakan memasukkan email pada kolom di bawah ini

Radar Edukasi adalah portal berita pendidikan di bawah naungan Penerbit P4I