Mariani Rangkuti, S.E.
Fungsional Statistik BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Sama halnya dengan pendidikan nasional yang selalu diperingati setiap tanggal 2 Mei, Pendidikan Internasional pun memiliki tanggal perayaan tahunan yang diperingati di seluruh dunia. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi menetapkan tanggal 24 Januari sebagai Hari Pendidikan Internasional.
Dalam poin keempat SDGs, quality education atau pendidikan berkualitas, menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu kendaraan yang paling kuat dan terbukti untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Tujuan dalam pendidikan berkualitas ini memastikan bahwa semua anak, baik perempuan maupun laki-laki, menyelesaikan sekolah dasar dan menengah gratis pada tahun 2030. Selain itu, bertujuan pula untuk memberikan akses yang sama ke pelatihan kejuruan yang terjangkau, menghilangkan kesenjangan gender, dan mencapai akses universal ke pendidikan tinggi yang berkualitas.
Hari Pendidikan Internasional hendaknya menjadi wadah untuk menampilkan transformasi yang harus dipelihara guna mewujudkan hak dasar setiap orang atas pendidikan dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan, pengarahan terhadap transformasi digital, pemberian dukungan kepada guru, dan memberikan potensi kepada setiap orang untuk berkontribusi.
Patut menjadi sorotan Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, angka putus sekolah di Indonesia meningkat pada 2022. Kondisi tersebut terjadi di seluruh jenjang pendidikan, baik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Secara rinci, angka putus sekolah di jenjang SMA mencapai 1,38% pada 2022. Ini menandakan terdapat 13 dari 1.000 penduduk yang putus sekolah di jenjang tersebut. Persentase tersebut menjadi yang terbesar dibandingkan jenjang pendidikan lainnya. Angkanya juga tercatat naik 0,26% poin dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 1,12%.
Angka putus sekolah di jenjang SMP tercatat sebesar 1,06% pada 2022. Persentase tersebut juga meningkat 0,16% poin dari tahun lalu yang sebesar 0,90%. Lalu, angka putus sekolah di jenjang SD sebesar 0,13%. Persentasenya lebih tinggi 0,01% poin dibandingkan pada 2021 yang sebesar 0,12%.
Angka tersebut akan semakin tinggi seiring dengan semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh. Jika jumlah tersebut terus dipertahankan, maka timbullah berbagai permasalahan baru seperti meningkatnya pengangguran, kriminalitas, kemiskinan dan kenakalan remaja.
Penyebab tingginya angka putus sekolah ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya kurangnya minat anak untuk sekolah, faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor komunikasi internal keluarga, faktor sosial hingga faktor kesehatan.
Alasan yang paling banyak ditemui mulai dari kondisi jarak hingga ekonomi keluarga siswa. Karena kondisi geografis, lokasinya jauh sehingga tidak bisa menjangkau sekolah. Begitu juga dengan orangtua yang ekonominya kurang, anak-anak terpaksa membantu ekonomi keluarga
Kita sering melihat banyak anak-anak di persimpangan lampu merah meminta sumbangan, berjualan koran dan tisu, menjadi pengamen, bahkan mengecat tubuhnya yang kerap disapa “manusia silver“. Mirisnya, usia mereka rata-rata masih belia. Sangat mengkhawatirkan keselamatan anak-anak tersebut karena kondisi keramaian jalan membahayakan mereka,
Bagaimana pendidikan anak tadi, tentunya anak-anak tersebut tidak sekolah, karena beraktivitas mencari uang pada jam bersekolah. Kalaupun kondisi perekonomian keluarganya yang tidak mampu, mendasari anak-anak tadi turut membantu keluarganya dalam mencari nafkah, namun tidak dibenarkan bila kondisi tersebut mengharuskan anak-anak tadi tidak lagi mengenyam pendidikan. Tentunya pemerintah mesti bertindak segera mungkin agar kondisi ini segera ditangani.
Selain itu alasan angka siswa putus sekolah meningkat karena kultur yang masih ada di tengah masyarakat Indonesia. Para siswi umumnya dinikahkan oleh orang tua mereka, sehingga tidak dapat melanjutkan pendidikan kembali. Di mana anak perempuan itu, usianya masih di bawah umur tapi sudah dinikahkan.
Masih banyaknya jumlah anak putus sekolah, menjadi permasalahan di negara ini yang tentu menghambat kemajuan dan daya saing bangsa. Maka dari itu, masyarakat dan orang tua pun perlu dipahamkan untuk melindungi masa depan anak-anak dengan pentingnya pembekalan ilmu pendidikan.
Pemerintah harus membantu memfasilitasi pendidikan kepada siswa/siswi, khususnya anak-anak yang kurang mampu melalui bantuan beasiswa, serta menggelar program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dengan sekolah paket.
Siswa yang telah putus sekolah diupayakan untuk tidak putus belajar dengan menggunakan jalan pendidikan lain seperti pendidikan kesetaraaan paket A, B serta C. Tidak hanya itu, pendidikan nonformal pula dapat ditempuh seperti kursus pendek dari BLK yang dapat membekali mereka buat siap bekerja ataupun berwirausaha.
Menghadapi Pendidikan Era Revolusi Industri 5.0 kita harus memiliki sistem yang membuat anak-anak kita bisa optimal, bisa berdaya, memiliki cara kualitas berpikir kritis dan kreatif. Kemudian kemampuan kolaborasi kreativitas dan komunikasi.
Guru instrumen terpenting dalam sistem pendidikan sehingga kompetensi guru perlu terus ditingkatkan. Guru adalah instrumen yang bisa mengeksekusi semua kebijakan. Jadi kualitas guru akan berdampak pada kualitas pembelajaran. Guru yang berkompentensi baik diharapkan mampu memenuhi hak-hak belajar anak, mengoptimalkan kualitas pendidikan anak agar mampu bersaing di dunia global.
Seluruh pihak baik pemerintah maupun instansi publik hendaknya bahu-membahu menyukseskan pendidikan yang layak bagi masyarakat di dunia. Hari Pendidikan Internasional harusnya menjadi langkah awal untuk membuka mata dunia bahwa pendidikan masuk dalam aspek krusial dari pembangunan berkelanjutan.
Di Indonesia, kesenjangan pendidikan antara yang kaya dan miskin masih menjadi tantangan. Untuk masyarakat kelas atas mereka memang sudah sadar dan sangat paham bagaimana memastikan anak-anaknya ini bisa meraih masa depan. Mereka punya road map, strategic plan agar anak anaknya jadi orang berhasil.
Sedangkan bagi masyarakat miskin mereka belum mendapat akses guru yang berkualitas, infrastruktur yang memadai dan memungkinkan anak-anak belajar optimal. Pemerintah harus terfokus pada konsentrasi bagaimana memastikan semua anak-anak terutama di daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar), mempunyai akses guru, sistem pembelajaran dan infrastruktur yang berkualitas sehingga bisa mendongkrak kualitas pendidikan bangsa kita.