Insan Faisal Ibrahim, S.Pd
Guru Kelas VI dari MIS Ar-Raudhotun Nur Garut
Banyak isu yang datang ke ranah pendidikan bahwa pembelajaran berbasis online akan terus diterapkan meskipun wabah yang mematikan ini sudah hilang dari peradaban. Tahun 2020 menjadi standar pembelajaran berbasis online, mengingat pembelajaran yang diterapkan tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Semua kalangan yang terikat dengan lembaga pendidikan mencari solusi atas semua masalah yang terjadi, hingga pada akhirnya pembelajaran jarak jauh berbasis online diterapkan. Inovasi yang sangat membanggakan di dunia pendidikan bagi peserta didik yang memang mempunyai kekuatan dari segi materi kehidupan, tapi sekaligus menjadi inovasi yang menyakitkan bagi peserta didik yang hidupnya serba kekurangan.
Semenjak tahun 2020 hingga 2022, bahagianya pendidikan online hanya bisa dirasakan bagi mereka yang hidupnya serba berkecukupan. Belajar sambil selonjoran di kursi yang penuh kenyamanan dan memahami setiap pembelajaran dengan jaringan yang tidak pernah padam merupakan kegiatan yang hanya bisa dilakukan bagi mereka yang hidupnya senang dengan segala bentuk penunjang fasilitas pembelajaran. Potret sakitnya pendidikan hanya bisa dirasakan bagi mereka yang hidupnya serba kekurangan. Mengorbankan jatah mereka dalam memenuhi kebutuhan demi mengisi kekosongan jaringan agar mampu mengikuti kegiatan pembelajaran secara online.
Sejenak, pendidikan bangsa kita ditentukan oleh kedudukan derajat antar golongan. Menyamaratakan semua kehidupan yang ada tanpa mau melihat ke pedalaman desa. Jangankan untuk mengisi kuota, untuk makan pun harus banting tulang dengan sekuat tenaga. Banyak keluarga yang merasa pembelajaran online hanya mampu menghadirkan derita daripada ilmu yang bermakna. Butuh keajaiban yang nyata agar pendidikan bangsa kita bisa dirasakan secara merata tanpa harus ada pihak yang merasa tersiksa.
Selain itu juga, hal yang masih menjadi polemik hingga saat ini adalah nasib para pendidik/guru. Bagi seorang pendidik/guru, ada tiga pilar yang mampu menunjang citra klasik pendidik dimata dunia, di antaranya:
- Mendidik karena profesi,
- Mendidik karena eksistensi, dan
- Mendidik karena hati nurani
Sudah bukan menjadi catatan rahasia umum lagi, bahwa banyak polemik yang menghampiri dan menggerogoti jiwa para pendidik terutama bagi mereka yang masih belum diakui ke dalam tatanan kenegaraan. Tidak sedikit dari mereka yang rela kehilangan sebagian waktunya hanya untuk mengabdi pada negeri meskipun mereka sedikit kurang dipandang oleh orang-orang yang telah memikul kepercayaan atas kekuasaan. Meski kesabaran mereka diuji, keikhlasan mereka diuji, dan ketulusan mereka diuji, mereka tetap berjuang untuk membawa harum negeri ini. Mereka berperang dengan keadaan, mereka bertarung dengan perekonomian dan perpolitikan, serta mereka bergelut dengan kesengsaraan. Tapi mereka tetap menyebarkan ilmu tentang kebaikan, karena bagi mereka senyum dan tawa para peserta didik suatu saat nanti mampu mendobrak pintu yang menghalangi para pendidik untuk mendapatkan penghidupan yang jauh lebih layak di mata para pejuang bangsa!
Semoga di tahun ini, pendidikan bangsa kita bisa merdeka dari pahitnya kebodohan dan mampu menyejahterakan para pahlawan tanpa tanda jasa dengan layak dan penuh penghormatan. Senyum sehat untuk pendidikan kita, jaya terus pendidikan bangsa. Bersama, kita wujudkan impian bangsa untuk mencetak para generasi muda yang berhati mulia, berjiwa kesatria, dan bermental baja.
#BahagianyaPendidikanBangsaIndonesia