
SUHERUN
Guru SMP Negeri 2 Losari
Sejarah mencatat, salah satu faktor bangkitnya nasionalisme bangsa-bangsa Asia dan Afrika adalah kemenagan Jepang atas Rusia. Ketika itu, Pertempuran laut di Selat Tsushima disebabkan bukan karena teknologi yang digunakan para tentara Jepang lebih hebat dari tentara Rusia. Kemenangan Jepang diperoleh lebih disebabkan dari kemampuan para tentara membaca dan menulis. Kemampuan membaca para tentara Jepang lebih baik dari pada tentara Rusia dalam memahami handbook peralatan perang, membaca peta, mendalami strategi, dan memodifikasi sistem telegraf nirkabel.
Sementara sejarah pun mengabarkan, bahwa kemenangan Inggris dari Spanyol pada perang 1588 disebabkan karena motivasi yang kuat dari setiap prajurit kerajaan Inggris untuk memenangkan perang. Motivasi kuat ini dibangun dari kebiasaan para rakyat Inggris membaca karya sastra yang bermuatan epik kepahlawananan sehingga mendorong mereka untuk meraih kemenangan.
Dari dua ilustrasi nyata di atas bahwa salah satu faktor strategis untuk memenangkan pertempuran, menjadi kampium dari pertandingan adalah sejauh mana kemampuan seseorang dalam membaca dan mentradisikan budaya menulis.
Apakah Literasi itu?
Secara umum UNESCO mendefinisikan literasi secara sederhana, yaitu kemampuan seseorang menulis dan membaca. Sedangkan Klein dkk (USAID:2015:4) menjelaskan beberapa komponen penanda seseorang memiliki kemampuan literasi: (a). kemampuan membaca makna tersurat; (b) kemampuan berbicara secara jelas, tepat dan logis; (c). kemampuan menulis dengan mudah dan nyaman; (d). kemampuan mengkomunikasikan ide-ide pokok melalui tulisan; (e). kemampuan memahami pesan lisan, baik secara eksplisit maupun implisit; dan (f). kemampuan menemukan kepuasan, tujuan dan pencapaian melalui berbagai tindakan literasi
Arti Penting Literasi
Literasi merupakan aktivitas yang begitu penting dalam kehidupan manusia. Setidaknya beberapa hal berikut yang membuat literasi menjadi urgen dan menjadi gerakan nasional di negeri ini. Pertama. Sebagai upaya memanag informasi. Memanag informasi merupakan aktivitas dalam mengumpulkan informasi, mengolah informasi, dan mengomunikasikan. Ketiga hal tersebut tidak dapat dilepaskan dengan keterampilan membaca dan menulis. Artinya semakin tinggi keterampilan membaca dan makin kuatnya tradisi menulis maka berbagai informasi, ide, gagasan serta konsep akan terkomunikasikan dengan baik, sistematis dan terstruktur.
Kedua, sebagai indikator keberhasilan proses pembelajaran. Artinya, semakin baik tingkat literasi siswa semakin baik pula tingkat daya serap siswa terhadap informasi yang diperolehnya dalam proses pembelajaran. Siswa yang memiliki daya serap tinggi akan lebih mudah mengeksplorasi pengetahuan yang dimilikinya.
Ketiga, mempersiapkan calon warga masyarakat yang baik. Sejatinya proses pembelajaran literasi di ruang kelas merupakan salah satu upaya untuk mencapai kemampuan literasi tingkat tinggi, yaitu High- Order Literacy, yang ditandai dengan siswa sudah dapat mengevaluasi, mensintesis dan menginterpretasi berbagai informasi. Kemampuan literasi tingkat tinggi ini memungkinkan siswa menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhannya di dalam masyarakat.
Keempat, membangun tradisi ilmiah serta karakter bangsa. Kemampuan membaca dan menulis sangat diperlukan untuk membangun sikap kritis dan kreatif terhadap berbagai fenomena kehidupan yang mampu menumbuhkan kehalusan budi, kesetiakawanan dan sebagai bentuk upaya melestarikan budaya bangsa. Sikap kritis dan kreatif terhadap berbagai fenomena kehidupan dengan sendirinya menuntut kecakapan personal (personal skill) yang berfokus pada kecakapan berpikir rasional. Kecakapan berpikir rasional mengedepankan kecakapan menggali informasi dan menemukan dan mengolah serta mengelola informasi.
Bagaimanakah Litersi di Indonesia?
Berdasarkan laporan PISA (Programme Internasional for Student Assesment) tahun 2019, skor membaca Indonesia ada di peringkat 72 dari 77 negara, lalu skor matematika ada di peringkat 72 dari 78 negara, dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara. Skor PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study), Indonesia berada pada Level 41 dari 45 peserta PIRLS dengan skor 405 (Fikrianto, 2021).
Rekomendasi Solusi
Tidak ada istilah terlambat untuk berbuat baik. Lebih baik memulai sekarang demi mengejar ketertinggalan. Ada beberapa rekomendasi yang bisa jadi alternative solusi bagi terbangunnya budaya dan perilaku literat.
Pertama, tanamkan kebiasaan literat sejak dini. Kebiasaan yang dibangun sejak dini akan menjadi perilaku yang mendarah daging ketika dewasa. Banyak temuan menyebutkan bahawa siswa yang terbiasa dengan literasi sejak dini (SD atau SMP/MTs) akan berprestasi ketika ditingkat atas (SMA/SMK/MA) bahkan berlanjut ketika di perguruan tinggi.
Kedua, tingkatkan peran perpustakaan. Perpustakaan sebagai infrastruktur literasi perlu diberi peran maksimal. Fasilitas dan keanekaragaman buku tentu suatu keharusan. Perpustakaan sekolah sebagai leading sector adalah suatu kemestian.
Ketiga, program literasi harian. Luangkan waktu 10 sampai 15 menit sebelum kegiatan pembelajaran. Siswa diajak dan “dipaksa” untuk melakukan kegiatan litarasi. Membaca buku fiksi, menulis buku harian, merangkum sebuah buku, meresensi sebuah karya sastra merupakan alternatif pilihan yang ditawarkan guru/pustakawan kepada siswa-siswanya.
Keempat, diversifikasi pendekatan literasi. Sejalan dengan perkembangan IPTEK, pola literasipun mau tidak mau harus “mengikuti zaman”. Biasanya generasi milenial gandrung pada sesuatu yang cepat, mudah, bergaya serta tidak membosankan. Guru/ pustakawan dituntut untuk membuat” gebrakan” dengan diversifikasi metode literasi. Misalnya pemilihan Duta Literasi ataupun Mentor Literasi Sebaya (Melas).
Penutup
Pada decade 1950-an ketika intelektualitas pemimpin begitu menonjol, maka budaya literat menjadi pilihan. Hal tersebut tercermin dari bagaimana cara mengkritik rezim pemerintahan yang berkuasa. Tatkala presiden Soekarno menjalankan Demokrasi Terpimpin, Sutan Syahrir mengkritik Presiden dengan menulis sebuah risalah Perdjuangan Kita. Begitu pula dengan Mohammad Hatta, mengkonter arah kebijakan Soekarno dengan menulis artikel di Pandji Masjarakat berjudul Demokrasi Kita. Dari situ kritik, pemikiran, ide dan argumentasi Syahrir dan Hatta dapat terbaca publik (Alfian, 2016:213).
Kita mendambakan pemimpin masa depan yang mengedepankan perilaku literat, ketimbang orasi politik yang tidak “menyejarah”. Sudah saatnya literasi menjadi panglima dan membaca dan menulis sebagai strategi. Dan masyarakat literat pun akan terwujud, sehingga tujuan negara yang didamba tidak mustahil akan lebih cepat tercapai. Semoga.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, M. Alfan. 2016. Wawasan Kepemimpinan Politik. Bekasi: PT. Penjuru Ilmu Sejati.
Fikrianto, Misbah (2021). Literasi Indonesia Ketinggalan Kereta. Republika co.id, diakses Rabu 06 Oktober 2021.
USAID (2015). Buku Sumber Untuk Dosen LPTK: Pembelajaran.