Hj. SRI SABTUTI, M.Pd.I
Guru PAI SMPN 1 Tasikmalaya
Tugas guru bukanlah sekedar menjadikan murid memperoleh nilai yang tinggi, naik kelas dan lulus ujian. Tugas mulia seorang guru pun harus diwujudkan guna membangun kesuksesan murid-muridnya dalam konteks religi-sosio-kultural, yaitu sukses dalam konteks tidak syirik (menyekutukan Tuhan), tidak merugikan atau menyakiti orang lain, tidak menyimpang dari tata nilai yang telah disepakati masyarakat (salah satu contohnya tidak nyontek).
Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, salah satu dari tujuh tugas utama guru adalah menilai, yaitu serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Dalam menilai guru tidak hanya menilai siswa pada aspek pengetahuannya saja akan tetapi juga menilai aspek keterampilan dan sikap.
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga perubahan dalam melaksanakan penilaian. Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil kemampuan aspek kognitif, dan kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes PG, benar salah, menjodohkan. Tes tersebut belum bisa mengetahui gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata di luar sekolah atau masyarakat.
Dalam pembelajaran berbasis kontruktivistik, penilaian pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadian siswa, seperti perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian lainnya.
Adapun tujuan dari penilaian hasil belajar itu sendiri di antaranya sebagai berikut:
- Tujuan umum: 1) menilai pencapaian kompetensi peserta didik, 2) memperbaiki proses pembelajaran, 3) sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa
- Tujuan khusus: 1) mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa, 2) mendiagnosis kesulitan belajar, 3) memberikan umpan balik/perbaikan PBM, 4) penentuan kenaikan kelas.
Sejauh ini kenyataan di lapangan sebagian besar guru memanfaatkan penilaian itu hanya sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar dan sebagai penentu kenaikan kelas. Oleh karenanya tidak heran jika siswa maupun gurunya sendiri orientasi belajar hanya untuk nilai semata, bukan pada perubahan (siswa yang tadinya tidak tahu jadi tahu, tidak bisa jadi bisa, tidak terampil menjadi terampil, tidak baik menjadi baik). Kalau orientasinya sudah pada nilai maka tentu saja yang menjadi tujuan, mereka ingin mendapatkan nilai yang tinggi walau dengan cara yang instan.
Dapat dipastikan bahwa tidak ada satu pun siswa yang menginginkan nilai buruk, untuk itu berbagai usaha pun dilakukan untuk mengejarnya, seperti mencontek. Demikian pula gurunya, mereka ingin siswanya mendapatkan nilai yang tinggi hanya melihat hasil akhir, bukan proses kejujuran mereka.
Membiarkan siswa berlaku curang pada saat ujian, sama saja dengan menghancurkan bangsa ini secara perlahan. Untuk menghancurkan sebuah bangsa, tidak perlu dengan bom, roket atau senjata berat, tapi cukup dengan mempermudah siswa curang dalam ujian dan longgar dalam disiplin belajar, maka orang banyak yang mati di tangan para dokter yang lulus dengan curang, rumah dan gedung banyak yang ambruk di tangan para arsitek yang lulus karena curang, perusahaan banyak yang bangkrut di tangan para akuntan yang lulus karena curang, keadilan akan hilang di tangan hakim yang lulus karena curang.
Untuk mengatasi masalah tersebut banyak solusi yang dapat dilakukan seperti peran orang tua adalah yang paling utama mendidik anak. Kewajiban orang tua mengingatkan anaknya agar tidak menyontek saat ujian. Selain orang tua, guru dan sekolah harus saling bekerja sama dalam memberantas budaya nyontek ini. Guru harus selalu mengingatkan siswanya agar tidak menyontek, memberi nasehat dan motivasi. Sekolah juga harus mempersiapkan hukuman untuk siswanya yang melanggar peraturan tersebut. Meyakinkan siswa tentang kesadaran diri kalau nyontek hanya merugikan diri sendiri.
Kembali pada bahasan utama di awal tulisan, tugas utama guru dalam menilai, solusi lainnya yang bisa dilakukan mengatasi kecurangan saat ujian, yaitu guru harus benar-benar memahami tentang penilaian: 1) aspek-aspek, 2) tujuan, 3) fungsi serta 4) prinsip-prinsip dalam penilaian. Keberhasilan pendidikan salah satunya ditentukan oleh guru, dengan kata lain guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Keberhasilan pembelajaran di sekolah akan tercapai jika guru bisa memahami dan menjalankan tugas-tugas pokoknya, termasuk tugas menilai.