
Choiriyah, S.Pd
Guru SMA ABBS Surakarta
Zaman digital semua hal tinggal sekali klik. Mau makan tinggal klik, makanan siap di depan rumah. Mau beli baju tinggal klik, pesenan baju akan datang. Mau menjemput anak tinggal klik, maka anak sampai rumah. Tinggal sekali klik. Akan tetapi mendidik anak tidak bisa tinggal sekali klik. Ketika menginginkan anak mandiri kemudian setiap hari bunda mengatakan, “Nak…kamu harus mandiri!” Apakah nantinya anak bisa mandiri? Tidak, mendidik anak di era digital tidak bisa instan, dan itulah tantangannya sekarang.
Pada keluarga sekarang waktu bercengkerama dengan HP lebih banyak dibandingkan dengan anak sendiri. Kecanggihan teknologi akhirnya membuat keluarga menjadi sepi tanpa dialog lagi. Pembicaraan keluarga diganti dengan chat di WhatsApp, peran menjadi sosok ayah dan ibu digantikan dengan panggilan video, aktivitas bermain anak di luar juga tergantikan dengan games di HP. Dahulu anak pulang sekolah langsung main bola atau kelereng. Sekarang anak pulang sekolah sudah janjian main mobile legend dengan temannya. Bukan uang saku yang anak perlukan, melainkan kuota internet yang bisa digunakan untuk main games sepuasnya.
Hadirnya smartphone dalam dunia anak memberikan dampak besar terhadap perkembangan mereka. Bunda… pernahkah kontak mata dengan anak ketika sedang berbicara dengannya? Anak yang suka main game mempunyai fokus dan konsentrasi yang sebentar dibandingkan anak lain. Matanya tidak berani menatap terlalu lama lawan bicaranya, dan kata-kata yang keluar dari mulutnya juga belibet. Anak terbiasa berhadapan dengan layar HP bukan berhadapan dengan orang. Anak terbiasa menggunakan jari untuk bermain cepat bukan untuk berbicara.
Bunda… tahukah kalau ketika anak bermain game online terkadang ada iklan yang muncul? Tahukah Bunda, kalau iklan yang muncul itu terkadang berbau porno? Tahukah Bunda, kalau sesuatu yang porno itu awalnya menjijikkan tetapi lama-kelamaan anak biasa? Tahukah Bunda, kalau lama kelamaan anak tidak usah mencari iklan porno yang muncul melainkan tinggal buka di YouTube? Tahukah Bunda, kalau yang disukai anak-anak kita di YouTube entah itu kartun, film atau sepakbola sudah ada sisipan konten pornografi? Tahukah bahaya pornografi bagi anak, Bunda?
Yap…bahaya terbesar bagi anak kita dengan HP canggih di tangan, dengan fasilitas kuota melimpah, dengan rumah ber-wifi adalah pornografi.
“Mbak…kamu lihat seperti itu awalnya dari mana?”
“Lihat YouTube, cari Frozen Bu…” Jawab siswa kelas 1 SD
“Kok bisa nemu yang begituan?” Tanya gurunya
“Bisa…ada satu gambar yang beda di pencariannya, setelah itu diklik “
“Mas…kamu pertama lihat seperti itu dari mana?” tanya gurunya lagi
“Aku mau mencari pertandingan bola di YouTube, terus muncul itu, tak klik.”
Bunda…. itu jawaban-jawaban jujur anak kita. Bermodalkan HP di tangan dan rasa ingin tahu yang tinggi, secara tidak sengaja anak sudah mengenal konten pornografi. Mudah sekali mendapatkannya yaitu tinggal sekali klik maka anak disuguhi video yang merusak moral dan akidah mereka.
Anak terlihat sedang belajar di kelas dengan mendengarkan guru yang sedang menerangkan, akan tetapi sebenarnya pikirannya membayangkan adegan porno yang tidak sengaja ditonton semalam. Itulah salah satu bahaya pornografi yaitu bisa flash sewaktu-waktu. Anak pasti merasa jijik ketika pertama kali melihat sesuatu yang porno. Akan tetapi ada zat di dalam otak yaitu dopamin yang menetralkan rasa jijik tersebut namun juga membuat ketagihan. Jadi pertamanya memang jijik, yang kedua biasa, yang ketiga biasa banget, yang keempat semangat melihat, yang keenam sudah terbiasa yang ketujuh bosan dengan adegan itu akhirnya mencari video lain yang lebih mengerikan. Itulah cara kerja anak bisa menjadi pelanggan seumur hidup pornografi. Bahayakah Bunda?
Tidak hanya sebatas melihat, anak pun merasa tertantang untuk mempraktikan. Mulanya dengan tubuhnya sendiri, kemudian mulai berani mengajak teman lain yang juga penikmat pornografi, kemudian……kalau itu semua tidak segara dihentikan, betapa rusaknya otak anak kita. Bahayakah Bunda?
Seandainya paparan tersebut memang berbahaya, maka mari kita peluk anak kita sendiri-sendiri. Jangan serahkan pendidikan anak hanya kepada gurunya, sekolahnya bahkan HP. Orang tua berperan besar menjadi lembaga pendidikan pertama bagi anak. Salah satu cara yang bisa dilakukan orang tua untuk mendidik anak di era digital adalah dengan memberikan aturan dan menyepakati bersama.
Anak diajak untuk diskusi bersama mengenai aturan penggunaan gadget di rumah. Hal ini juga membuat anak merasa dihargai, didengar, dan diuwongke. Caranya Bunda memaparkan dahulu tentang bahaya adiksi game dan pornografi lewat HP. Kemudian mengajak anak berdiskusi agar bahaya yang ditimbulkan bisa dihindari. Bunda bisa menawarkan beberapa alternatif aturan misalnya:
“Mbak, kalau main HP hanya hari Sabtu dan Ahad, serta masing-masing 1 jam, kamu bisa kan?”
“Nak, kamu boleh pinjam HP Bunda, tetapi tidak boleh digunakan untuk bermain games online dan membuka youtube. Setuju?”
Langkah selanjutnya memberikan anak kesempatan untuk menanggapi dan menyatakan pendapatnya. Hasil akhir dari diskusi dengan anak adalah sebuah aturan tentang penggunaan gadget yang disepakati bersama. Aturan tersebut tidak hanya berlaku bagi anak, melainkan juga bagi orang tua sebagai sosok teladan anak. Misalnya orang tua tidak menggunakan HP ketika waktu Maghrib sampai anak tidur dan ketika pagi hari sampai anak berangkat sekolah. Jadi orangtua dan anak sama-sama menjalankan aturan yang dibuat. Hal ini merupakan salah satu cara yang bisa diterapkan dalam mendidik anak di era digital. Semoga bermanfaat…