I Dewa Made Suka, SH., M.Pd.H.
Widyaiswara Ahli Madya BKKBN Provinsi Bali
Belakangan ini, istilah stunting begitu mengemuka. Baik pada media cetak maupun media elektronik. Stunting memiliki urgensitas yang sangat kuat saat ini. Bagaimana tidak, stunting bisa menyebabkan kegagalan sebuah bangsa dalam mewujudkan generasi berkualitas di masa yang akan datang. Karena itulah, “100 Profesor Bicara Stunting”, diusung sebagai tema webinar jelang hari keluarga nasional pada bulan juni yang lalu. Profesor dari berbagai perguruan tinggi se Indonesia, bicara stunting dalam perspektif masing-masing, sesuai dengan bidang keilmuan yang digeluti.
Pengertian
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kondisi tinggi badan anak lebih pendek dibandingkan tinggi badan anak seusianya. Stunting memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak anak. Anak stunting juga memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan malnutrisi diperkirakan berkontribusi pada berkurangnya 2- 3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. Prevalensi stunting tidak mengalami perubahan signifikan selama 10 tahun terakhir. Ini berarti, masalah stunting perlu ditangani segera. Berdasarkan data Global Nutrition Report 2016, Indonesia berada pada posisi 108 dari 132 negara dari banyaknya angka stunting. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati prevalensi kedua setelah Kamboja. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukkan 30,8 persen atau sekitar 7 juta balita menderita stunting (Riskesdas, 2018).
Revitalisasi Pendidikan Keluarga
Sekolah pertama dan utama bagi anak bernama keluarga. Guru pertama dan utama bagi anak adalah orang tua. Dengan demikian, pendidikan pertama kali berlangsung adalah dalam keluarga. Bahkan, pendidikan sesungguhnya sudah terjadi sejak janin dalam kandungan. Sebelum pasangan remaja melangsungkan pernikahan, idealnya terlebih dahulu memahami aspek kesehatan, gizi yang dibutuhkan, pemeliharaan dan perawatan selama kehamilan dan masa nifas. Artinya, calon ibu, sebelum hamil hendaknya mendapatkan nutrisi dan gizi seimbang, sehingga sel telur ibu (ovum) menjadi sehat dan siap untuk dibuahi. Begitu juga dengan pasangannya. Di Samping makanan bergizi, hendaknya juga menghindari rokok, alkohol dan minuman keras (miras), menjaga kesehatan diri, baik fisik maupun psikis. Dengan demikian, sel sperma (spermatozoa) yang dimiliki akan sehat, dan memiliki daya terjang yang kuat untuk membuahi sel telur (ovum).
Banyak literatur menyebutkan bahwa kecerdasan manusia itu, 50% terjadi pada 2 tahun pertama. Kecerdasan akan bertambah 30% pada tahun ke-5. Akan bertambah lagi 20% pada tahun ke-8. Artinya, kalau kita menganggap kecerdasan terjadi pada saat memasuki bangku sekolah adalah keliru. Inilah urgensi pemahaman 1000 hari pertama kehidupan, yaitu masa kehamilan dan masa anak tumbuh dan berkembang pada 2 tahun pertama. Dengan demikian, untuk mencegah stunting, pendidikan tentang gizi, pendidikan pengasuhan menjadi niscaya. Teori tabula rasa Jhon Locke, menyatakan bahwa anak itu ibarat kertas putih, apapun yang dituliskan, demikianlah jadinya. Maka, pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK), penting menerapkan langkah sederhana pengasuhan, seperti asupan makanan bergizi, berkomunikasi dengan janin dalam kandungan melalui sentuhan, memperdengarkan musik klasik atau musik lembut. Pasangan juga senantiasa menjaga perasaan istri yang sedang hamil. Suami agar lebih sabar, bersyukur dan mengendalikan diri. Sehingga ibu hamil, merasa tenang, terayomi dan bahagia. Dengan demikian, angka stunting perlahan akan menurun, seiring dengan meningkatnya pendidikan kesehatan, pengasuhan dan pemahaman gizi seimbang dalam keluarga. Aamiin..