Tak ada yang abadi di dunia ini, kecuali perubahan. Perubahan menggempur seluruh sendi-sendi kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Orang menyebutnya sebagai zaman “volatility‟ di mana segala peristiwa terjadi begitu cepat. Kecepatannya diiringi oleh ketidak-menentuan dan ketidakpastian keadaan, orang menyebutnya “uncertainty‟.
Dampaknya sangat luas dan kompleks, orang menyebutnya
“complexity‟. Keterlambatan berpikir dan mengambil keputusan, dapat terjadi karena ada keraguan, di mana orang menyebutnya “ambiguity‟ (Fahlevi, 2018).
Pandemi COVID-19 melanda dunia, termasuk Indonesia. Awal Maret tahun 2020, kepanikan melanda seluruh negeri dengan sendi-sendi kehidupan, tak terkecuali dunia pendidikan. Pemerintah panik, lembaga pendidikan panik, orang tua panik, semuanya panik. Sampai kini, ikhtiar menemukan formula yang tepat untuk keluar dari situasi sulit belum ada. Pembelajaran tatap muka yang didambakan masih terombang-ambing oleh kabar tidak menentu dari pandemi yang kadang menghantui, ternyata kemudian mengganas lagi. Keterpurukan tidak dapat dihindari, bahkan disinyalir terjadi kehilangan pendidikan, orang menyebutnya “loss learning‟ bahaya!
Perubahan yang dipercepat oleh kehadiran pandemi COVID-19 menantang pola pikir, khususnya penyelenggara pendidikan, tak terkecuali kepala sekolah dan guru dan tenaga kependidikan. Di satu sisi, ada yang memandangnya sebagai ancaman mematikan. Di sisi lain, ada yang memandangnya sebagai peluang dan tantangan. Pandangan pertama, cenderung bersikap pasif, berkeluh kesah, menjadikan alasan untuk tidak berbuat, sering menyalahkan, orang menyebutnya bermindset tetap. Pandangan kedua, memilih tetap optimis dan berdinamis. Bahkan mereka tetap prestisius dalam terpaan perubahan dan pandemi, orang menyebutnya bermindset bertumbuh (Dweck: 2017).
Apa saja yang dilakukannya? Bagaimana kiatnya?
Peserta Didik
Sekolah gemilang ditandai dengan prestasi di berbagai bidang, jumlah peserta didik harus tetap stabil (bertumbuh/berkembang), jumlah kelas bertambah dari tahun ke tahun, komunikasi dan interaksi antara guru dan murid berjalan dengan lancar. Namun, pada saat pandemi COVID-19 mengalami degradasi, terjadi penurunan partisipasi dan prestasi, Namun, penyelenggara atau pengelola pendidikan yang bermindset tumbuh, tetap bersabar, dan senantiasa melakukan terobosan inovasi tiada henti.
Indikasi menurunnya jumlah peserta didik yang diakibatkan oleh berbagai hal disikapi dengan gerakan cepat membangun strategi pembukaan penerimaan peserta didik secara proaktif. Pembentukan panitia yang dilengkapi dengan strategi penerimaan “jemput bola”. Ikhtiar menunggu di sekolah dan memasang spanduk atau baliho, kemudian dimodifikasi menjadi brosur menggunakan teknologi “Android‟ yang melibatkan seluruh pemangku pendidikan sebagai corong informasi dan sharing informasi. Bagi mereka, ikhtiar didahulukan, tawakkal kemudian.
Mereka saling menyapa dan bersinergi dalam bangunan jejaring yang saling menguatkan, memotivasi, dan menginspirasi. Teknologi informasi dan komunikasi melalui webinar ke webinar menjadi pilihan utama. Silaturahmi menjadi alternatif melengkapi ikhtiar. Kegiatan akademik dan non akademik selalu berkomunikasi melalui media sosial adalah penunjang utama dalam kegiatan promosi sekolahnya.
Guru dan Tenaga Kependidikan
The right man behind the gun merupakan istilah yang tak dapat dipisahkan dengan guru dan tenaga kependidikan di balik kesuksesan membangun sekolah gemilang. Para guru dan tenaga kependidikan dengan ikhtiar luar biasa melakukan berbagai kegiatan guna penyesuaian dengan perubahan yang terjadi di awal pandemi hingga saat ini. Kemudian mereka memantapkan langkah dan gerak melalui In House Training sebelum tahun ajaran baru.
Tak berhenti sampai di situ, mereka juga berbenah diri untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilannya melalui kegiatan webinar yang berseliweran. Ada yang tersedia melalui lembaga pemerintah, seperti Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), ada dari provider–provider pendidikan yang bertumbuh bagai jamur di musim hujan. Tentu saja dari kementerian terkait sebagai penanggung jawab, tidak boleh berpangku-tangan menyaksikan kesengkarutan yang terjadi.
Guru dan tenaga kependidikan memandang perubahan, terutama di era pandemi sebagai singa yang siap memangsa. Oleh karenanya, mereka memilih sebagai rusa yang bangun terlebih dahulu dan berlari sekencang mungkin sebelum singa berbangun dari tidurnya. Mereka, berkesadaran baru bahwa eksistensi di era pandemi harus dihadapi dengan sikap luar biasa. Dan justru, tugas, kerja, dan tanggung jawab menjadi berlipat. Pilihan bekerja dari rumah, tidak menjadi solusi yang efektif karena perubahan berkembang sangat dinamis dan kompleks. Berwebinar dan bertatap muka dengan protokol kesehatan ketat dipatuhi dengan sebuah ikhtiar yang diharapkan membawa hasil terbaik dan gemilang.
Proses Belajar Mengajar
Di era pandemi COVID-19, keterpurukan hasil dan prestasi akademik atau non akademik, bukannya tidak prioritas. Akan tetapi bahaya dan ancaman “learning loss” sangat mengkhawatirkan bagi eksistensi generasi penerus akan datang. Hasil pemantauan dan evaluasi dari semua penyelenggara pendidikan menunjukkan bahwa partisipasi siswa dalam kegiatan belajar-mengajar, masih sangat rendah. Faktor penyebabnya sangat bervariasi, orang tua/wali tidak siap secara mental, termasuk ketidakmampuan menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran.
Upaya untuk melepaskan diri dari kesengkarutan dan sekaligus meningkatkan partisipasi pemangku pendidikan, terutama kepada siswa dilakukan dengan berbagai daya dan upaya. Pembenahan dan penggunaan Learning Management System (LMS) diupayakan terwujud efisiensi, efektivitas, dan produktivitas dalam proses pembelajaran. Keterampilan mengajar guru melalui zoom meeting atau google meet dalam rangka pembelajaran daring digenjot sedemikian rupa. Pembuatan video pembelajaran pun dilakukan guna mengurangi kemonotonan pembelajaran. Demikian pula pembentukan WhatsApp Group (WAG) dimaksudkan mengurangi jarak waktu komunikasi kepada orang tua, terutama kepada siswa.
Ketidakoptimalan proses dilakukan melalui berbagai ikhtiar. Siswa yang terkendala karena ketiadaan fasilitas dilayani secara offline. Mereka yang berfasilitas, namun partisipasinya sangat minim diadakan kunjungan rumah, orang menyebutnya “home-visit‟. Ikhtiar sinergis dengan orang tua/wali melalui tatap muka secara bergantian pun dilakukan agar terwujud partisipasi yang maksimal. Pergerakan dalam rangka pelayanan terbaik menjadi semangat jiwa untuk membangun sekolah gemilang dengan“mindset‟ ibadah kepada-Nya. “Bahwa kelak, kita tidak ditanya apa yang dihasilkan. Tetapi apa yang engkau ikhtiarkan.”
Terobosan Prestasi di Era Pandemi
Kepanikan di awal pandemi COVID-19 begitu sangat memengaruhi aktivitas dan prestasi peserta didik. Terjadinya kevakuman kegiatan menimbulkan berbagai ancaman. Banyak jenis kegiatan berkeunggulan, kehilangan gaya dan daya tariknya, yang kemudian berpengaruh pada animo pemangku kepentingan. Tentu saja, hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, tidak boleh menunggu situasi dan ketidaknyamanan meredah, baru bertindak. Pandemi COVID-
19 harus disikapi dengan sudut pandang yang berbeda, dilihatnya sebagai tantangan yang harus dihadapi, di mana pada setiap tantangan mesti ada peluang, pasti ada ruang aktivitas untuk bereaksi dan beraksi untuk sebuah prestasi.
Atas dasar kesadaran kolektif, kemudian secara bersama-sama memikirkan strategi jitu guna membangkitkan semangat solutif. Banyak pilihan yang muncul menyertainya, di antaranya pembentukan tim Informasi Teknologi (IT) karena selama pandemi aktivitas lebih banyak bergantung pada teknologi. Berbagai kompetisi dan komunikasi dilakukan secara online. Terbentuk dan bekerjanya tim IT sangat membantu keterlaksanaan kegiatan baik akdemik maupun non akademik. Selain itu, dibentuk pula kelompok pencinta Karya Ilmiah Remaja (KIR), yang lebih didominasi oleh aktivitas mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Apapun aktivitasnya, tidak terlepas dari liputan kerja dan publikasi tim IT.
Kegiatan pembiasaan yang sejatinya merupakan “branding‟ sekolah seperti pembinaan kelas Tahfidzul Qur’an dan Penuntasan Iqra‟ diupayakan beraktivitas secara offline. Memang tidak mudah, tetapi dengan kerja sama semua tim dapat membuahkan hasil gemilang dan membanggakan, secara personal maupun institusi. Ikut berpartisipasi pada event Musabaqah Tilawatul Qur’an (MTQ), walau hanya sampai di tingkat provinsi, tetapi gamenya sudah spektakuler dan cukup menggetarkan. Torehan sejarah telah terukir, dan tetap gemilang di era pandemi COVID-19.
Abu Nawas
Pegiat Literasi dari Bumi Cenderawasih Tanah Papua
(Mantan Kepala SMP Muhammadiyah Jayapura)