Khairiyah Lubis, S.Pd. M.Pd.
SMA Negeri Unggul Sigli
erilubis.1971@gmail.com
Tindak kekerasan adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melukai atau menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Tindakan kekerasan ini sangat sering terjadi di lingkungan sekolah. Menurut data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), per September 2024, terjadi 293 kasus kekerasan di sekolah. Koordinator JPPI, Ubaid Matraji mengatakan jenis kekerasan yang dominan adalah kekerasan seksual (42%), disusul perundungan (31%), kekerasan fisik (10%), kekerasan psikis (11%), dan kebijakan yang mengandung kekerasan (6%). Fakta tersebut merupakan permasalahan yang sangat urgent diatasi karena berdampak pada trauma berkepanjangan pada peserta didik.
Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah pada masa pemerintahan Bapak Joko Widodo, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. adalah dengan mengeluarkan Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan dalam lingkungan satuan pendidikan di Indonesia. Peraturan ini hadir untuk melindungi peserta didik mendapatkan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan sedangkan bagi pendidik dan tenaga kependidikan peraturan ini mendapatkan perlindungan dalam bekerja. Menindaklanjuti Permendikbudristek tersebut, setiap satuan pendidikan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Sekolah (TPPKS). TPPKS dibentuk oleh satuan pendidikan dan dinas pendidikan setempat. Jumlah anggota tim ini ganjil dan paling sedikit terdiri atas 3 orang yang dari unsur utama pendidik (bukan kepala sekolah), komite sekolah/ perwakilan orang tua /wali siswa, dan perwakilan tenaga kependidikan.
Kalau kita melihat tupoksi TPPKS di satuan pendidikan, banyak sekali manfaat dibentuknya tim ini di satuan pendidikan. Selain yang pastinya mencegah kekerasan baik kekerasan verbal, fisik, psikis, atau perundungan, manfaat lain adalah keberadaan tim ini dapat meredakan kekhawatiran orang tua terhadap kekerasan di sekolah. Apalagi jika tim ini valid dan bekerja aktif berperan menangani tindak kekerasan. Akan tetapi, setelah satu tahun tim ini dibentuk, di beberapa sekolah tim tersebut belum menjalankan tupoksinya. Bahkan masih banyak pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, dan wali murid yang belum mengetahui keberadaan TPPKS di sekolah. Bahkan mirisnya lagi, anggota tim yang namanya telah dimasukkan sebagai anggota tim ada yang tidak mengetahui bahwa dia merupakan anggota tim. Padahal, sejak menjadi keanggotaan tim, namanya otomatis tercantum di dapodik karena sekolah harus memasukkan SK keanggotaan TPPKS ke dapodik. Satuan pendidikan seperti kurang serius dalam menindaklanjuti permendikbudristek tersebut padahal kasus kekerasan dalam pendidikan saat ini sangat mengkhawatirkan.
Untuk menghindari hal tersebut, ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan satuan pendidikan setelah membentuk TPPKS.
- Sekolah harus mengadakan rapat internalisasi sosialisasi program oleh TPPKS yang melibatkan kepala sekolah, pendidik, tenaga pendidik, dan ditambah lagi pembina asrama, wali kamar, petugas katering, kantin (sekolah boarding). Sosialisasi sangat penting agar semua warga sekolah mengetahui keberadaan dan tupoksi tim tersebut.
- Sekolah juga harus mengadakan rapat internalisasi dengan orang tua/wali murid. Selain agar mengetahui akan keberadaan tim, wali murid juga merasa lebih nyaman menitipkan anaknya di sekolah karena kekhawatiran mereka akan adanya tindak kekerasan menjadi berkurang.
- Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan mengadakan sosialisasi kepada seluruh peserta didik karena mereka juga harus mengetahui keberadaan tim ini agar mereka lebih merasa aman dan merasa tidak leluasa melakukan tindak kekerasan karana ada tim yang memantau setiap perilaku mereka. Apalagi keberadaan tim ini adalah untuk melindungi mereka dari tindak kekerasan di sekolah. Selain itu, TPPKS dapat bekerjasama dengan OSIS dalam menjalankan programnya. Kita mengetahui bahwa OSIS memiliki banyak program pengembangan bakat dan minat peserta didik. TPPKS dapat bermintra dengan OSIS dalam menjalankan programnya. Misalnya mengadakan lomba membuat poster. Salah satu tema dari poster yang akan diperlombakan bisa tentang bahasa tindak kekerasan.
Oleh sebab itu, agar program yang disusun dalam permendikbudristek tersebut efektif dan efisien, satuan pendidikan harus lebih serius lagi menindaklanjutinya. Keberadaan TPPKS di satuan pendidikan seharusnya tidak sampai pada taraf penanganan tindak kekerasan, tetapi diharapkan hanya sampai pada taraf pencegahan. Hal ini memberikan makna bahwa, jangan sampai ada kejadian tindak kekerasan yang perlu ditangani. Jika setiap satuan pendidikan dapat mencegah tindak kekerasan, tidak akan ada peserta didik yang tersakiti. Semoga keberadaan TPPKS di satuan pendidikan dapat meminimalisasi terjadinya tindak kekerasan di satuan pendidikan.