Eni Subiastutik, M.Sc.
Poltekkes Kemenkes Malang
enisubiastutik@gmail.com
Sebutan generasi Strawberry muncul dari negara tetangga Taiwan, yang menggambarkan generasi muda saat ini yang kaya akan gagasan namun mudah menyerah atau berputus asa. Berdasar data pusat statistik (BPS) 27,94% penduduk Indonesia merupakan generasi Zilenial (Gen Z) atau lebih popular generasi strawberry. Termasuk dalam golongan generasi gen Z adalah anak-anak yang dilahirkan pada tahun 1996 – 2010, yang mana mereka memasuki era globalisasi modern yang gencar akan kemajuan teknologi dan pasar bebas. Mereka dengan sangat mudah mengakses informasi dari berbagai sumber sehingga memungkinkan untuk meniru berbagai hal tanpa filter, sehingga membuat banyak orangtua yang pusing tujuh keliling dan terjadi konflik orang tua – anak.
Menurut Ratih P, lahirnya gen Z menumbuhkan kreatifitas dan beragam inovasi khususnya di media sosial, namun sering kali tidak diimbangi komunikasi yang baik. Hal ini merupakan kesenjangan yang dialami generasi X, Z, dan Milenial. Pertumbuhan dan perkembangan gen Z hidup dalam kondisi orangtua yang sejahtera, sehingga semua kebutuhannya cenderung terfasilitasi dengan baik. Ada dampak negatif yang ditimbulkan dari fasilitas yang terpenuhi, yaitu menjadikan anak tidak mandiri. Kondisi inilah untuk Sebagian anak untuk menjadi lemah atau gampang terpuruk jika ada masalah. Dari beberapa media menyiarkan mahasiswa di sebuah Universitas diketahui bunuh diri dengan terjun dari hunian lantai 6, dan setelah diketahui mereka ada rasa putus asa didalam menyelesaikan tugas akhirnya. Rasa putus asa yang dialami mahasiswa tersebut didorong harapannya tidak sesuai ekspektasi. Pandangan negatif lain bahwa mereka mendapat labeling lemah, apatis (tidak peduli), impulsive (bertindak tanpa berfikir lebih dulu), mager (malas gerak), dan FOMO (fear of missing out/takut ketinggalan informasi)
Berbeda pandangan dengan Tara seorang psikolog, yang mengatakan bahwa Gen Z memiliki karakter yang selalu tertantang oleh hal baru, tidak mudah puas, lebih produktif, mempunyai mimpi yang tinggi, dan lebih menghargai pengalaman. Dibanding gen X, Milenials, dan Boomers mereka lebih mengedepankan loyalita. Gen Z dikatakan lebih melek teknologi, kreatif, ekspresif dan peduli terhadap orang lain . Hal ini terjadi karena dengan kecepatan akses teknologi, mereka akan lebih tahu/mendengarkan berita terkini.
Didalam menjembatani kesenjangan generasi X yang notabene sebagai orang tua dan Gen Z sebagai anak, maka diperlukan formulasi yang bijak agar tidak terjadi konflik. Orang tua dituntut untuk banyak meluangkan waktu dengan anak sehingga terjalin komunikasi yang baik dan lebih terbuka, menahan diri untuk tidak menuntut anak sesuai kemauannya, memberi kesempatan anak untuk mencoba hal baru namun tetap dengan kendali. Anak muda tetap harus diajarkan norma, budaya, etika yang baik sehingga mereka tetap menghargai keterbatasan generasi X. Parenting/pola asuh orang tua mempunyai peran besar di dalam proses tumbuh kembang anak, khususnya membangun karakter anak. Orang tua tidak harus selalu memanjakan atau over protektif terus menerus, sehingga anak tidak ada usaha untuk berjuang dan mandiri di dalam memenuhi kebutuhannya serta mengatasi masalahnya. Jika hal ini terjadi, maka anak akan menjadi rapuh, mudah berputus asa, menyerah pada keadaan. Orang tua juga tidak boleh memberikan labelling negatif pada anak, misalnya; pemalas, susah diatur, pembangkang, dll hal ini akan membuat anak down dan tidak percaya diri, bahkan tidak ada effort untuk berusaha.
Peran pendidik juga tidak kalah pentingnya, kurikulum Merdeka mengindikasikan bahwa anak- anak Gen Z akan lebih leluasa mengekspresikan kemampuannya, lebih kreatif, dan inovatif. Fasilitas sekolah khususnya digitalisasi merupakan poin penting di dalam mendukung keberhasilan anak. Membekali anak dengan literasi digital yang baik dan benar, sehingga anak mendapat informasi valid dan kebermanfaatan.
Generasi Z ke depannya akan menguasai di segala bidang, oleh karena itu beri kesempatan seluas-luasnya pada anak gen Z, agar mereka berkembang secara optimal dan mempunyai mental yang tangguh. Beri penghargaan pada setiap apa yang sudah diusahakan, karena dengan reward mereka akan lebih semangat untuk meningkatkan kreatifitasnya. Komunikasi lebih kearah casual tetapi rambu-rambu etika dikedepankan. Kolaborasi gen X dan gen Z yang lebih harmoni akan mengatasi adanya gap. Generasi X yang secara mental lebih tangguh harus bisa menjadi role model dan pendamping bagi gen Z.
One Response
Menarik sup ayam, mantap