Inge Pudjiastuti Adywibowo, S.Psi., M.Pd.
TKK 11 PENABUR Jakarta
inge.pudjiastuti@bpkpenaburjakarta.or.id
Anak usia dini (0-8 tahun) disebut juga usia emas (Golden age), dimana pada usia ini, anak-anak bertumbuh dan berkembang dengan sangat pesat dalam berbagai aspek. Pada usia ini, otak mereka berkembang seperti spons, yang mampu menyerap semua informasi yang ia dapatkan dari lingkungannya, terutama lingkungan terdekatnya, yaitu keluarga dan lingkungan sekolah. Untuk itu, anak usia dini perlu mendapatkan stimulasi dalam segala aspek perkembangannya, termasuk di antaranya adalah perkembangan sosial-emosinya. Salah satu aspek perkembangan sosial emosi adalah keterampilan sosial, antara lain dalam hal mengantre. Mengantre bukan hanya tentang menunggu giliran, tetapi juga tentang belajar bersabar, menghormati orang lain, serta memahami aturan. Keterampilan ini penting untuk ditumbuhkan dan dikembangkan sejak dini karena akan membantu anak-anak dalam beradaptasi dengan berbagai situasi sosial dan membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Artikel ini bertujuan menjelaskan pentingnya menumbuhkan dan meningkatkan keterampilan mengantre pada anak usia dini, serta memberikan lima cara untuk menumbuhkan dan meningkatkan keterampilan mengantre pada anak usia dini.
Mengantre merupakan salah satu keterampilan sosial yang perlu ditumbuhkan dan ditingkatkan sejak dini. Keterampilan ini perlu diajarkan pada anak sejak dini. Manfaat mengajarkan mengantre sejak dini, antara lain: anak jadi lebih sabar, lebih disiplin (dengan menaati aturan yang berlaku di masyarakat), lebih memiliki sikap toleransi dan rasa hormat terhadap orang lain, serta meningkatkan kemampuan anak dalam mengelola emosi, bekerja sama, dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.
Ada lima cara yang dapat dilakukan guru di sekolah (Taman Kanak-kanak) untuk menumbuhkan dan meningkatkan keterampilan anak dalam mengantre, yaitu:
Berikan teladan. Pepatah Jawa mengatakan “Guru: digugu lan ditiru”, artinya: guru adalah sosok yang dituruti (dipercaya) dan ditiru perilakunya oleh anak (murid-muridnya). Oleh sebab itu, untuk mengajarkan sikap mengantre pada anak, guru juga harus memberi contoh dengan menunjukkan sikap sabar saat mengantre atau menunggu giliran.
Melalui cerita. Di awal kegiatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keterampilan anak dalam mengantre, sebaiknya guru menjelaskan definisi atau arti mengantre. Jelaskan dengan kalimat yang sesuai dengan perkembangan kognisi dan bahasa anak, sehingga anak mengerti arti “mengantre”. Guru dapat menggunakan buku atau video singkat untuk membantu anak mengerti makna mengantre. Berikan ilustrasi berupa cerita sederhana tentang mengantre. Saat bercerita, guru dapat menggunakan gambar atau boneka. Contoh cerita: “Kiki Kelinci Belajar Antre”. Pada suatu hari yang cerah, Kiki si kelinci kecil ingin membeli wortel segar di pasar. Ia berlari dengan riang menuju pasar, tak sabar ingin mencicipi wortel renyah kesukaannya. Sesampainya di pasar, Kiki melihat banyak sekali kelinci lain yang juga ingin membeli wortel. Mereka semua berbaris rapi di depan toko wortel. Kiki heran melihat kelinci-kelinci itu, ia tak pernah melihat mereka antre sebelumnya. “Apa yang kalian lakukan?” tanya Kiki kepada kelinci di depannya. “Kami sedang antre, Kiki,” jawab kelinci itu. “Antre adalah cara yang adil untuk mendapatkan giliran membeli wortel.” Kiki masih bingung, tapi ia ingin mencoba antre seperti kelinci-kelinci lain. Ia pun berdiri di belakang barisan, menunggu gilirannya. Awalnya, Kiki merasa bosan dan ingin menyerah. Ia ingin segera mendapatkan wortelnya dan bermain. Tapi, ia melihat kelinci-kelinci lain sabar dan tenang menunggu. Kiki pun mencoba untuk bersabar. Sembari menunggu, Kiki berbincang dengan kelinci-kelinci lain. Mereka bercerita tentang wortel favorit mereka dan permainan yang mereka sukai. Kiki pun merasa senang dan lupa rasa bosannya. Akhirnya, tibalah giliran Kiki untuk membeli wortel. Ia senang sekali karena telah belajar antre dan mendapatkan wortel yang diinginkannya. Kiki pun mengucapkan terima kasih kepada kelinci-kelinci lain dan berlari pulang dengan riang. Sejak saat itu, Kiki selalu antre setiap kali ingin membeli sesuatu. Ia belajar bahwa antre adalah cara yang adil dan menyenangkan untuk mendapatkan giliran. Kiki pun menjadi kelinci yang sabar dan dihormati oleh kelinci-kelinci lain.
Melalui lagu. Anak usia dini sangat suka menyanyi, oleh karena itu, lagu merupakan salah satu cara yang efektif untuk menanamkan sikap positif pada anak usia dini, termasuk dalam mengajar mereka untuk mengantre. Lagu yang penulis gunakan di sekolah merupakan lagu ciptaan penulis sendiri, dengan judul “Ayo Antre” dan liriknya adalah: “Kalau mau lancar, ayo antre. Antre yang tertib, baris yang rapi. Kalau mau aman, ayo antre. Mau menanti dan sabar diri. Ayo, ayo antre. Antrelah yang sabar. Anak-anak sabar disayang Tuhan”. Melalui lagu ini, anak-anak akan lebih sabar dalam menunggu giliran saat akan bermain, saat akan mencuci tangan, saat berjalan ke toilet (untuk “toilet training” di pagi hari), serta saat berbaris untuk masuk kelas dan akan pulang.
Melalui permainan. Beberapa jenis permainan yang dapat membantu anak belajar tentang mengantre, antara lain:
- Permainan “Kereta Api”. Berbaris seperti kereta api sambil berjalan mengelilingi kelas atau halaman sekolah sambil menyanyi. Bila music berhenti, makan anak pun harus berhenti berjalan.
- Permainan “Ular Naga”. Sambil berbaris, anak-anak menyanyikan lagu “Ular naga panjangnya bukan kepalang, menjalar-jalar selalu kian kemari. Umpan yang lezat, itu yang dicari, kini dianya yang terbelakang.” Saat lagu berhenti, anak yang berada di barisan paling depan, akan mengejar anak yang berada di barisan paling belakang.
- Permainan “Simon Says”: Bermain Simon Says dan berikan instruksi seperti “Antre di belakang saya”, “Berdiri di depan saya”, “Tukar tempat dengan orang di depanmu”.
- Permainan “Lomba Antre”: Bagi anak-anak menjadi beberapa kelompok dan minta mereka berlomba untuk mengantre dengan cepat dan rapi.
- Permainan “Tebak Siapa”: Tutup mata seorang anak dan minta mereka menebak siapa yang ada di depan atau di belakang mereka dalam antrean.
Berikan “reward” saat anak dapat mengantre dengan sabar. Guru harus “peka” dalam mengamati perilaku murid-muridnya di sekolah. Saat anak menunjukkan perilaku positif (dalam hal ini adalah mengantre dengan sabar), guru sebaiknya secara konsisten dan segera memberikan “reward” sebagai bentuk apresiasi kepada anak, antara lain dengan memberikan pujian (baik secara pribadi, maupun di depan teman-teman), memeluk, mengusap punggungnya, memberikan hadiah (misalnya stiker), atau dengan memberikan tepuk tangan. “Reward” tidak selalu berbentuk hadiah fisik. Pilih “reward” yang sesuai dengan karakteristik anak.
Yoshiko Ogita, seorang pakar pendidikan dan pendiri Ogita Method, terkenal dengan pernyataannya bahwa anak-anak lebih membutuhkan keterampilan mengantre daripada berhitung. Oleh sebab itu, sejak dini anak-anak perlu diajarkan keterampilan mengantre. Mengajarkan anak usia dini tentang mengantre merupakan investasi penting untuk masa depan mereka. Dengan kesabaran, strategi yang tepat, dan dukungan dari orang tua dan pendidik, anak-anak dapat belajar mengantre dengan baik dan mengembangkan keterampilan sosial yang penting untuk kehidupan mereka.
One Response
Selamat untuk Ms Inge Pudjiastuti, terus berkarya, terus semangat Tuhan Memberkati