logo-color

Publikasi
Artikel Populer

KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI REMAJA; GENERASI CERDAS, GENERASI SEHAT

Ns. Christy N.M. Hitijahubessy, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Mat.

Ns. Christy N.M. Hitijahubessy, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Mat.

Poltekkes Kemenkes Maluku
amelliaassilionitha@gmail.com

Remaja merupakan generasi masa depan. Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan remaja sebagai individu yang berusia antara 12 hingga 24 tahun, yang mana pada masa ini, manusia mengalami peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Artinya secara fisik organ-organ reproduksi mulai berkembang, namun secara psikis, sosial, dan ekonomi masih bergantung pada orang tuanya.

Remaja saat ini bertumbuh dalam generasi milennial yang identik dengan generasi digitalisasi, yang memudahkan mereka dalam mengakses informasi dari berbagai bidang. Kondisi ini berdampak secara positif bagi peningkatan pengetahuan remaja, tetapi juga menempatkan remaja pada situasi terancam karena ketidakmampuan untuk mengontrol dan melindungi diri khususnya kesehatan reproduksi. Banyak remaja yang terjerumus pada aktivitas seksual yang terlalu dini yang berdampak pada risiko lebih tinggi kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman dan infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS. Tingginya prevalensi pernikahan dini dan melahirkan anak di beberapa Negara dikaitkan dengan tingginya angka kematian dan kesakitan ibu serta kematian neonatal dan bayi pada remaja. Selain itu, kehamilan pada masa remaja dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terhadap masalah kesehatan seperti anemia, infeksi menular seksual, aborsi yang tidak aman, perdarahan pasca melahirkan, dan gangguan mental (seperti depresi). Remaja yang hamil juga menanggung konsekuensi sosial yang negatif dan sering kali harus meninggalkan sekolah sehingga mengurangi kemampuan kerja mereka dan menimbulkan dampak ekonomi jangka panjang. Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi khususnya penjarangan masih tinggi di kalangan remaja.

Kesehatan seksual dan reproduksi remaja mengacu pada kesejahteraan fisik dan emosional remaja dan mencakup kemampuan mereka untuk tetap terbebas dari kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman, IMS (termasuk HIV/AIDS), dan segala bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual. Perlu adanya perhatian khusus bagi remaja terkait perilaku beresiko yang berdampak pada gangguan kesehatan reproduksi. Secara khusus, mereka perlu mengetahui bagaimana mereka dapat menjaga hubungan pribadi yang sehat dan memastikan seks tidak pernah atau 100 % aman. Itulah mengapa Anda harus selalu berbicara tentang seks yang ‘lebih aman’ dan bukan ‘seks yang aman’. Keadaan darurat kemanusiaan disertai dengan risiko yang meningkatkan kerentanan remaja terhadap kekerasan, kemiskinan, perpisahan dari keluarga, pelecehan seksual, dan eksploitasi. Faktor-faktor ini dapat mengganggu struktur pelindung keluarga dan sosial, jaringan teman sebaya, sekolah dan lembaga keagamaan dan dapat sangat mempengaruhi kemampuan remaja untuk mempraktikkan perilaku kesehatan reproduksi yang aman. Lingkungan baru mereka bisa jadi penuh kekerasan, penuh tekanan, dan/atau tidak sehat. Remaja (terutama wanita) yang hidup dalam lingkungan yang terpinggirkan sangat rentan terhadap pemaksaan, eksploitasi dan kekerasan seksual, dan mungkin tidak punya pilihan selain melakukan hubungan seks yang berisiko tinggi atau transaksional demi kelangsungan hidup.

Penting untuk disadari bahwa meningkatnya aktivitas seksual pranikah di kalangan remaja sebagai akibat semakin melebarnya kesenjangan sosial, yang mana sebagian besar aktivitas seksual dilakukan tanpa kondom, aktif secara seksual di usia remaja yang berdampak semakin tinggi risiko tertular dan menularkan penyakit menular seksual (PMS), termasuk human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency virus sindrom (HIV/AIDS). Selain itu, remaja perempuan sangat rentan terhadap paksaan hubungan seksual atau mengalami kekerasan seksual sebagai akibat akibat ketidakseimbangan kekuatan gender. Di beberapa negara Asia termasuk Indonesia, ditemukan pernikahan pada usia remaja yang tinggi, yang berdampak pada tingginya angka kelahiran anak pada remaja. Menjadi ibu di usia yang sangat muda memerlukan risiko kematian ibu yang jauh melebihi rata-rata, dan anak-anak dari ibu muda cenderung memiliki tingkat kesakitan dan kematian yang lebih tinggi. Melahirkan anak usia dini terus menjadi sebuah hambatan terhadap peningkatan status pendidikan, ekonomi dan sosial perempuan. Dia juga diketahui bahwa penggunaan kontrasepsi di kalangan remaja menikah jauh lebih rendah dibandingkan di antara wanita yang lebih tua.

Dalam situasi ini, peran orang tua sangatlah penting dalam pendidikan seksual pada remaja, karena sebagian besar remaja masih berada dalam lingkungan keluarga yang melindungi, mendidik dan memenuhi kebutuhannya. Tidak hanya melepaskan tanggungjawab sepenuhnya pada sektor kesehatan, karena remaja berada diantara kehidupan sosial seperti keluarga, sekolah, lingkungan tempat tinggalnya, kelompok-kelompok spiritual, dan lain-lain. Semua pihak perlu mengoptimalkan apa yang telah dilakukan untuk remaja, dan mereka bisa berjuang bersama. Remaja dapat mempelajari kesehatan reproduksi dengan baik dan nyaman sehingga memperoleh ilmu yang cukup dan berguna untuk masa depannya.berisiko khususnya mengenai proses reproduksi.

Dalam konteks ini, Gereja Protestan Maluku (GPM) sebagai salah satu wadah menempatkan remaja sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkup pelayanan secara umum, menyediakan fasilitas Pendidikan formal bagi anak remaja, yang didalamnya juga mengajarkan informasi kesehatan khusus di kalangan remaja dan generasi muda Guna menjamin kualitas generasi mendatang, Dalam melaksanakan misi sebagai lembaga pembinaan mental dan moral generasi muda di Maluku dan Maluku Utara, GPM memfasilitasi adanya pelatihan dan pembentukan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK R) sebagai upaya meningkatkan pemahaman remaja gereja tentang pengambilan keputusan bagi dirinya, tidak hanya terbatas pada penyediaan informasi dan pelayanan kesehatan tetapi perlu adanya pendampingan dan pelayanan konseling kepada remaja. Gereja menyadari bahwa akses pemberian pelayanan konseling bagi remaja GPM masih terbatas dan luasnya wilayah pelayanan GPM dengan sumber daya yang beragam sehingga mempengaruhi kemampuan untuk memberikan konseling kepada remaja dipusat-pusat pelayanan informasi dan kesehatan reproduksi remaja. Selain peningkatan pengetahuan, remaja juga dibekali tentang bagaimana menjalin komunikasi yang baik diantara teman sebaya yang bertujuan untuk meningkatkan peer support dikalangan remaja sehingga dapat membantu menekan permasalahan-permasalahan sosial khususnya kesehatan reproduksi di usia remaja. Sehingga remaja tetap menjadi generasi penerus yang cerdas dan sehat bereproduksi.

Tags

Share this post:

Postingan Lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jika ingin berlangganan berita dari kami, silakan memasukkan email pada kolom di bawah ini

Radar Edukasi adalah portal berita pendidikan di bawah naungan Penerbit P4I