logo-color

Publikasi
Artikel Populer

TIPS MENJADI HAMBA YANG BERETIKA DALAM BERUTANG

Mochammad Shofwan Hidayatulloh, S.Pd.I

Mochammad Shofwan Hidayatulloh, S.Pd.I

SDN Kepuh Kiriman 1 Waru
shofwanhidayatulloh301993@gmail.com

Agar silaturahmi tidak terputus, pinjam dulu seratus. Istilah pinjam dulu seratus tengah populer di media sosial. Istilah tersebut sering kali kita temukan dan kita jumpai di status WhatsApp atau postingan Story Instagram dan lain-lain. Kata-kata itu sering dijadikan rayuan masyarakat umum untuk memudahkan meminjam uang kepada orang lain agar tidak terlalu mengejutkan. Jika meminjam uang berarti telah utang dan utang wajib dibayar, jangan sampai utang tak terbayar silaturahmi pun ambyar.

Pada hakikatnya transaksi utang piutang adalah salah satu akad yang  at-ta’awun (saling tolong menolong). Meskipun demikian, sifat at-ta’awun dapat menimbulkan perselisihan bahkan permusuhan (terpecah belah) apabila salah satu atau kedua belah pihak yang telah melakukan akad tidak mengerti tentang ketentuan-ketentuan akad yang mereka lakukan atau orang yang berutang mempunyai niat buruk untuk tidak mau membayarkan utangnya. Nah, untuk memberi pemahaman bagi kedua belah pihak berikut adalah etika-etika yang harus diperhatikan:

Pertama, saat transaksi (akad) utang piutang seseorang harus mempunyai niat yang bersih dan kuat di dalam hatinya untuk dapat melunasinya saat jatuh tempo.

Kedua, saat melakukan transaksi (akad) utang piutang dengan nilai yang sedikit maupun banyak, alangkah baiknya didatangkan saksi-saksi atau buatlah tulisan semacam perjanjian hitam di atas putih sebagai bentuk kehati-hatian jika suatu saat nanti kedua pihak terjadi perselisihan.

Ketiga, jika tanggal jatuh tempo telah tiba dan mempunyai harta atau penghasilan yang melebihi persediaan penting (pokok) bagi dirinya dan keluarganya, maka kewajiban tersebut harus dilunasi sesuai dengan sabda Nabi bahwa penundaan kewajiban bagi orang yang mampu melunasinya adalah perbuatan dzalim. Rasulullah SAW telah bersabda dalam haditsnya:

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

Artinya: “Menunda-nunda dalam membayarkan (menunaikan) utang bagi orang yang telah mampu adalah kedzaliman,” (HR. Imam Bukhari).

Keempat, jika sudah jatuh tempo dan belum bisa membayar, dan pemberi utang menghalangi orang yang berutang untuk tidak pergi terlalu jauh, maka ia wajib menyetujuinya. Alasan melakukan perjalanan jauh ada potensi individu memiliki keinginan untuk tidak membayar kewajibannya.

Kelima, pemilik utang harus bersedia bilamana pemberi utang ingin menginap di rumah atau selalu mengikutinya kemana pun karena dia ingin memperoleh hak-haknya kembali selama telah tiba batas waktu pembayaran. Hal ini sangat perlu diperhatikan bagi pemilik utang agar memberikan ruang kepada pemberi utang, bukan dibentak-bentak dan mengancam si pemberi utang.

Keenam, apabila telah tiba batas waktu pembayaran, pemilik utang belum juga mampu melunasi utang-utangnya namun ia mempunyai harta lain yang bernilai tinggi, misalnya berupa handphone, sepeda motor, mobil dan lain sebagainya, maka harta tersebut boleh ditarik melalui putusan pengadilan. Dan pengadilan pun boleh menjual harta tersebut dengan menyisakan sebagian harta untuk memenuhi kebutuhan pokok si pemilik utang.

Ketujuh, pemilik utang harus berpikir jernih dan panjang bagaimana susah dan beratnya seseorang yang tidak mau melunasi utang-utangnya sampai meninggal dunia dengan tetap menyisakan utang yang begitu banyak. Harus diketahui betul bahwa utang-piutang merupakan urusan haqul adamiy (urusan hak sesama manusia) yang artinya dosa-dosa seseorang tidak terhapus otomatis dengan meminta ampunan kepada Allah SWT tanpa menyelesaikan kewajibannya terlebih dahulu.

Dalam utang piutang seseorang memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang besar. Adapun bentuk kewajiban dan tanggung jawab itu adalah menunaikan kewajiban (membayar) dengan segera ketika telah mampu. Utang yang tidak ditunaikan saat seseorang masih hidup di dunia dan tak ada yang melunasinya, niscaya seseorang tersebut di akhirat nanti akan dimintai amal kebaikannya sebesar jumlah utang-utangnya.

Karena itu, apabila suatu saat nanti di antara kita hendak melakukan transaksi (akad) utang piutang, alangkah baiknya terlebih dahulu mengerti dan mengetahui etika-etika berutang sebelum hal-hal yang tidak diinginkan menimpa diri kita.

Tags

Share this post:

Postingan Lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jika ingin berlangganan berita dari kami, silakan memasukkan email pada kolom di bawah ini

Radar Edukasi adalah portal berita pendidikan di bawah naungan Penerbit P4I