logo-color

Publikasi
Artikel Populer

REVITALISASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI ETIKA DALAM PRAKTIK POLITIK DI INDONESIA

Rismadamayanti, S.Pd., Gr.

Rismadamayanti, S.Pd., Gr.

SMK Negeri 1 Bunyu
rismadamayanti67@guru.smk.belajar.id

Politik merupakan suatu fenomena yang saling bergantung dengan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Konsep bahwa manusia adalah makhluk politik mengisyaratkan bahwa pemikiran politik adalah tentang proses dan hasil dari aktivitas politik itu sendiri, suatu sistem politik pemerintahan yang berdasarkan pada sifat manusia. Artinya masyarakatlah yang murni sebagai acuan dan sasaran. Namun dalam dunia politik, kita bisa meremehkan bahwa masyarakat sangatlah kontradiktif sehingga kekuasaan dapat digunakan dimana saja dan kapan saja, namun kekuasaan tidak bisa disalahgunakan dengan bijak. Oleh karena itu, sejak dahulu kala, masyarakat berusaha melawan penyalahgunaan kekuasaan, apalagi jika dilakukan oleh mereka yang memegang kekuasaan politik. 

Menyongsong era global sangat diperlukan adanya generasi  yang beradab, baik dari segi lahiriah maupun batiniah. Masyarakat Indonesia, hendaknya selalu menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila serta mengamalkannya dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena di dalam Pancasila inilah nilai-nilai kesopanan, budi pekerti, dan moral masyarakat Indonesia diatur. Pancasila merupakan cerminan kepribadian bangsa serta merupakan nilai luhur yang telah ada sejak zaman dahulu, sila-sila yang ada didalamnya berfungsi untuk mengatur segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pengamalan nilai Pancasila hendaknya di implementasikan dalam segala aspek kehidupan, misalnya dalam pergaulan di lingkungan menuntut ilmu, dalam proses berkomunikasi dan lain sebagainya.

Pancasila sebagai ideologi negara dan pedoman hidup berbangsa dan bernegara sangat berguna untuk menjaga kestabilan, kerukunan bahkan kesejahteraan dalam bermasyarakat, sehingga dapat menghindari konflik antar ras dan budaya. Apabila dalam kehidupan sehari-hari pengamalan Pancasila tidak ada, maka pupuslah sudah cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila. Sangat disayangkan ketika masyarakat Indonesia menyelewengkan etika berpolitik dengan Pancasila dan menggantikannya dengan kepentingan pribadi. Politik memiliki peran penting dalam menghidupkan dan menyejahterakan rakyat. Sebab segala kebijakan dan aturan tentu berada di dalam lingkup politik ini. Sehingga, Pancasila sebagai etika politik sangatlah penting untuk diamalkan, dengan demikian penulis tertarik untuk menulis Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Etika dalam Praktik Politik di Indonesia agar dapat menjadi bahan bacaan tambahan bagi para peminta politik.

Revitalisasi merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan nilai asli dari pentingnya sesuatu. Sedangkan nilai-nilai Pancasila adalah segala bentuk norma, aturan, dan nilai yang diserap oleh adat dan budaya yang berbeda-beda, yang berakar pada keberagaman seluruh komponen bangsa Indonesia. Dalam kontes pancasila, arti dasar nilai-nilai Pancasila tersebut Hal ini pada hakekatnya sesuai dengan klaim Pancasila sebagai ideologi terbuka.  Rumusan Pembukaan UUD 1945 alinea ke-IV yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai nilai fundamental dan pembelajaran sebagai nilai instrumental. Perusavro yang tidak dapat diubah dan tidak dapat diubah lagi. Bagaimanapun pentingnya nilai-nilai dasar tersebut yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu adalah yang terbaik, meskipun sifatnya belum operasional. Artinya masih bersifat umum dan belum ditafsirkan secara langsung. Nilai-nilai dasar yang ada dan termaktub dalam UUD 1945 akan selalu diperlukan deskripsi lebih rinci. Penafsiran inilah yang kemudian dinamakan nilai instrumental.

Dalam pandangan beretika dan berpolitik, manusia dasarnya memiliki dimensi politis yang dapat dianalisis dalam 3 perihal yakni manusia sebagai makhluk sosial, manusia dengan aspek sosialnya, serta aspek politik kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk bersosial dipahami sebagai padanan dimana manusia bebas bertindak semaunya, namun bukan berarti berada di tengah-tengah manusia lainnya. Sebaliknya, orang akan dianggap ada atau eksis karena ada orang lain di sekitarnya dan dia hanya bisa hidup dan sejahtera berkat orang lain. Dimensi sosial manusia dipahami sebagai penemuan identitas individu di hadapan orang lain. 

Pada hakekatnya, negara dan politik merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Politik sebenarnya adalah perebutan kekuasaan. Prinsip politik juga dilihat sebagai dunia ideal yang tidak menggambarkan kenyataan politik yang keras (Haryatmoko, 2016). Untuk memenuhi urgensi etika politik, kita harus memahaminya dan penguatan nilai-nilai Pancasila. Yang pertama adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mana sah-sah saja bahwa kita adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa mempunyai kewajiban sebagai manusia untuk mengakuinya dan melaksanakan perintah-Nya dan menghindari larangan-Nya (Asmaroini, 2017). Jika berbicara tentang etika politik, seorang politisi pasti akan melakukannya dengan melihat etika politik sebagai wujud ketaatan kepada Tuhan, karena dalam etika politik, ada yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Sila yang kedua adalah etika politik yang manusiawi, adil, dan beradab dengan mempertanggungjawabkan segala tindakan moral yang dilakukan seseorang, bisa jadi mencerminkan beradab atau tidaknya seseorang. Dalam asas kemanusiaan yang adil dan beradab terdapat asas yang mendasar yaitu nilai-nilai kebijaksanaan, cinta kasih sesama, kejujuran, kesetaraan umat manusia, keadilan dan peradaban (Eddy, 2018). Yang ketiga adalah prinsip solidaritas Indonesia yang berarti kesatuan dan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Febriany, F. S, 2021), adanya konflik karena perbedaan pendapat politik tidak akan terjadi jika etika politik dijelaskan dengan benar Adanya konflik akibat perbedaan pendapat politik tidak akan terjadi apabila etika politik dimaknai dengan benar, seringkali dimensi sosial masyarakat akan hilang ketika mereka terpecah belah, terpotong-potong menurut pandangan politik yang berbeda dan satu sama lain saling membantai. Oleh karena itu, prinsip pemersatu Indonesia dapat dibarengi dengan penerapan etika politik dalam masyarakat. Keempat, prinsip demokrasi yang berpedoman pada kebijaksanaan dalam berdiskusi/berwakil, yang dapat dipahami sebagai soal demokrasi, kejujuran, dan persatuan dalam memutuskan suatu permasalahan  (Octavia, E & Rube’i, 2019). Pancasila sebagai ideologi nasional dapat dipahami sebagai pemersatu visi, keyakinan, cita-cita dan sifat-sifat bangsa Indonesia yang harus diterapkan dalam semua aspek kehidupan (Febriansyah, 2017).

Saat ini, politik Indonesia seringkali menyimpang dari norma dan cenderung tidak etis. Ambisi untuk menduduki jabatan tertinggi dan menyejahterakan diri sendiri dan keluarga tentu menjadi alasan utamanya. Contoh praktik politik di Indonesia yang sering dikaitkan dengan moralitas:

Kebijakan moneter adalah memberikan atau menjanjikan suap untuk mencegah seseorang menggunakan hak pilihnya atau menggunakan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Kampanye hitam (black campaign) seringkali menggunakan iming-iming, sindiran, atau penyebaran informasi yang bersifat destruktif mengenai tujuan kandidat atau calon lawan politik di masyarakat, sehingga menimbulkan persepsi negatif. Nekrotisme adalah sikap memihak, mengutamakan orang yang dicintai atau teman dekat di atas kemampuannya. Abstain atau kelompok kulit putih dalam bahasa Inggris artinya abstain dalam memilih adalah tindakan memilih untuk tidak menggunakan suaranya dalam suatu pemilihan umum. Kasus yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah kasus korupsi. 

Kita harus memahami bahwa kebijakan yang ingin kita tolak bukan sekadar politik kekuasaan, melainkan kebijakan yang melayani kepentingan masyarakat luas. Dengan demikian, nilai-nilai luhur warisan budaya nasional ini dapat disebarluaskan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi acuan bagi para pengambil keputusan dan pengambil kebijakan. Di sisi lain, politik yang berbudaya juga memerlukan masyarakat yang kritis, yang menganggap perbedaan pendapat dan perdebatan diskursif antar partai adalah hal yang lumrah dalam demokrasi. Dialektika antara partai dan politisi serta dengan masyarakat yang kritis diyakini akan membuka persepsi baru terhadap bangsa, negara, sehingga era keterbukaan ini dapat terwujud dan menguntungkan kepentingan, bukan sekedar konflik dan konflik. pandemi. kebencian yang disebabkan oleh pihak, pendapat atau sudut pandang yang berbeda. Setiap negara harus terpanggil untuk melaksanakan reformasi yang komprehensif dan memulai program-program terpadu, dengan menyadari bahwa museum juga merupakan wahana untuk menempa identitas nasional (membangun bangsa dan identitas) (Dewey, 1961:221). 

Ada dua hal penting yang perlu mendapat perhatian khusus. Pertama, pendidikan akhlak merupakan pembentukan kepribadian yang berbeda dengan pendidikan yang memberikan ilmu pengetahuan. Dalam proses pendidikan karakter, peran keteladanan menjadi lebih penting dibandingkan dengan pengajaran lisan. Penghormatan keteladanan terhadap kejujuran dan keberanian ilmiah untuk menghormati kebebasan akademik dan pidato akademik penting untuk dibina di kampus. Demikian pula, perilaku teladan oleh pejabat dan pemimpin pemerintah akan memiliki pengaruh yang lebih besar pada upaya membangun moral publik daripada model upscaling, terlepas dari jam pelatihan yang diberikan. Kedua, permasalahan moral negara tidak dapat diselesaikan oleh negara dan aparaturnya saja, melainkan oleh semua orang, termasuk masyarakat pada umumnya. 

DAFTAR RUJUKAN

Asmaroini, A. P. (2017). Menjaga eksistensi Pancasila dan penerapannya bagi Masyarakat di era globalisasi. JPK: Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, 1(2), 50-64.

Dewey, M., Conklin, J., & Kahn, R. (1961, January). Cytochemical Evidence For Synthesis Of Mucopolysaccharide In L Cell (929) Fibroblast. In Anatomical Record (Vol. 139, No. 2, P. 221). Div John Wiley & Sons Inc, 605 Third Ave, New York, Ny 10158-0012: Wiley-Liss.

Eddy, I. W. T. (2018). Aktualisasi Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara. Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan, 18(1), 116-123.

Febriany, F. S., & Dewi, D. A. (2021). Nilai-Nilai Pancasila dan Dinamika Etika Politik Indonesia. Jurnal Pendidikan Indonesia, 2(04), 690-695.

Febriansyah, F. I. (2017). Keadilan Berdasarkan Pancasila Sebagai Dasar Filosofis Dan Ideologis Bangsa. DiH: Jurnal Ilmu Hukum, 13(25), 368780.

Haryatmoko, J. 2016. Etika politik dan kekuasaan. Kompas.

Octavia, E., & Rube’i, A. (2019). Implementasi sila ke empat berlandaskan pancasila pada mahasiswa IKIP PGRI Pontianak. Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial, 6(1), 149-164.

Tags

Share this post:

Postingan Lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jika ingin berlangganan berita dari kami, silakan memasukkan email pada kolom di bawah ini

Radar Edukasi adalah portal berita pendidikan di bawah naungan Penerbit P4I