
Siti Umayah, S.Pd.SD
SDN Ngadirejo Tegalrejo
umayahzahara@gmail.com
Kondisi masyarakat di Era Digitalisme saat ini
Kenyataan yang terjadi di lingkungan masyarakat sekarang ini makin banyak yang mengabaikan agama, tatanan masyarakat, etika dan sopan santun. Sikap anak terhadap orang tua tak sedikit yang tidak punya sopan santun bahkan dianggapnya seperti teman saja. Hal ini terjadi karena makin cepatnya perkembangan teknologi, pengaruh negatif yang masuk pun akan mengikuti kecepatannya. Sejak kecil banyak anak yang terlena dengan mainan HP nya, ngegame, youtube dan banyak macam lagi yang ada dalam androidnya. Waktu untuk beribadah dan belajar terabaikan. Begitu terjadi sepanjang tahun sementara kedua orang tua sibuk dengan pekerjaan dan karirnya , pergi pagi pulang sore sehingga ketika si anak tumbuh besar, tumbuh dengan kebiasaan yang tidak sesuai dengan harapan, bukan menjadi anak yang patuh, sopan dan disiplin, akan tetapi malah menjadi anak yang berani kepada orang tua, brutal, dan malas belajar, serta jauh dengan agama. Sungguh memprihatinkan kondisi seperti itu.
Kondisi di atas terjadi di daerah pedesaan yang sudah berbau perkotaan. Untuk daerah perkotaan, di mana peran media sosial lebih maksimal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan berbagai variasi model pelayanan. Pada sebagian masyarakat merasakan suatu kesyukuran karena atas karunia akal dari Allah membuat kreatifitas manusia berkembang dengan meningkatnya kemajuan teknologi, itu artinya kondisi masyarakat masih memiliki karakter yang baik. Namun di bagian masyarakat yang lain beranggapan bahwa kemudahan dalam memenuhi keperluan hidup dengan berbagai model pelayanan melalui media sosial merupakan hasil karya pemikiran manusia, tanpa mengingat bahwa semua itu atas karunia-Nya. Pandangan seperti inilah yang membuat manusia kehilangan karakter , jauh dari rasa bersyukur kepada Sang Pencipta.
Membangun Karakter Kepribadian melalui sekolah
Kondisi masyarakat yang seperti ini dapat diupayakan pada generasi penerus , putra-putri kita melalui adanya kegiatan pembiasaan yang dilaksanakan di lingkungan terdekatnya, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Suatu perbuatan yang selalu dikerjakan dan terus menerus dilakukan akan dapat membentuk suatu kepribadian, moral dengan begitu terbentuklah karakter. “Perilaku moral dikendalikan oleh konsep moral, yakni aturan -aturan dalam bertingkah laku, di mana anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan perilaku yang diharapkan oleh masyarakatnya, sedangkan perilaku immoral adalah perilaku yang gagal menyesuaikan pada harapan sosial. Perilaku tersebut tidak dapat diterima oleh norma-norma sosial, perilaku yang unmoral adalah perilaku yang tidak menghiraukan harapan dari kelompok sosialnya. “(Agus Taufik dkk , 2011)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk karakter anak dapat dikuatkan melalui pembiasaan di sekolah seperti halnya yang dilakukan pada sekolah kami SD Negeri Ngadirejo di wilayah Kecamatan Tegalrejo kabupaten Magelang, setiap pagi sebelum masuk ke ruang kelas , mereka berbaris perkelas kemudian melakukan pembiasaan berdoa Bersama dilanjutkan membaca asmaul husna, kemudian menyanyikan lagu wajib nasional dan diakhiri jabat tangan dengan semua guru dan menuju ruang kelas masing-masing. Kegiatan pembiasaan tersebut dengan terus menerus setiap pagi dilaksanakan akan dapat membentuk karakter siswa yang masuk pada profil Pelajar Pancasila dimensi yang pertama yaitu Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak Mulya, dan dimensi yang ke dua Berkebinekaan Global. Untuk dimensi yang lain dapat diimplementasikan ke dalam setiap kegiatan atau proses pembelajaran .
Pada kesempatan ini penulis memfokuskan lingkungan sekolah dalam membangun karakter siswa karena menurut pengakuan orang tua wali murid bahwa putra putrinya lebih menurut atau taat kepada perintah dan nasehat guru dari pada kepada orang tuanya sendiri. Karena di Sekolah Dasar bisa dikatakan Pendidikan pondasi untuk menuju jenjang sekolah yang lebih atas, maka kesempatan untuk membentuk siswa yang berkarakter dan kepribadian yang kuat.
Dalam Kurikulum Merdeka, untuk mencetak generasi penerus bangsa yang berkarakter dan berkepribadian yang kuat, ada enam dimensi yang menjadi landasan agar terbentuk Profil Pelajar Pancasila. Keenam dimensi tersebut yaitu 1) Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak Mulya; 2) Berkebhinnekaan Global; 3) Bergotong royong; 4) Mandiri; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif. Kurikulum Merdeka pertama kali dicetuskan di Indonesia oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim dengan nama Kurikulum Merdeka Belajar.
Nadiem Anwar Makarim adalah salah satu tokoh milenial pendidikan pertama Indonesia yang memperkenalkan kurikulum merdeka belajar. Keunggulan menggunakan Kurikulum yang dikemukakan oleh Mendikbud, Beliau mengatakan bahwa Kurikulum Merdeka lebih sederhana dan mendalam yang artinya dapat fokus pada materi yang esensial dan pengembagan kompetensi peserta didik pada fasenya. Belajar menjadi lebih mendalam, tidak terburu-buru dan menyenangkan.
One Response
Sangat mendidik