KOEKOEH HARDJITO, S.Kep.Ns., M.Kes.
Dosen Poltekkes Kemenkes Malang
koekoehhardjito@gmail.com
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia pada tahun 2022 berada pada angka 1,7. Berbeda dengan Indonesia, beberapa negara maju memiiliki laju pertumbuhan penduduk pada angka -1,483 (Lithuania) hingga di bawah 1% pertahun. Seperti kita ketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk pertahun adalah angka rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk pertahun dalam jangka waktu tertentu. Jika suatu negara memiliki laju pertumbuhan penduduk negatif maknanya adalah bahwa negara tersebut mengalami penurunan jumlah penduduknya.
Bertambahnya jumlah penduduk tiap tahun tentunya diiikuti oleh pertambahan jumlah keluarga di tahun yang sama. Jumlah keluarga pada tahun 2022 sebesar 70.759.056 keluarga, angka ini telah meningkat 2.271.917 keluarga dari tahun sebelumnya (BKKBN). Bertambahnya jumlah keluarga ini juga akan diikuti bertambahnya kebutuhan keluarga. Apakah bertambahnya jumlah keluarga ini sejalan dengan kesiapan keluarga dalam memenuhi kebutuhannya?
Keluarga berasal dari bahasa Sangsekerta, kula dan warga atau “kulawarga” yang berarti anggota atau kelompok kerabat. Para ahli mendefinisikan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas 2 orang atau lebih, adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga, di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga, ada interaksi sesama anggota keluarga, masing-masing anggotanya memiliki peranan keluarga diciptakan untuk mempertahankan kebudayaan.
Pembaca yang berbahagia, sekedar mengingatkan kembali, apakah fungsi dan peran keluarga itu? Terdapat 8 fungsi keluarga yaitu fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi kasih sayang, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosial dan pembinaan, fungsi ekonomi serta fungsi pembangunan lingkungan. Sedangkan peran keluarga mengandung pengertian tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga.
Ayah memiliki peran sebagai pelindung dan penjaga seluruh anggota keluarga dari berbagai hal yang merugikan keluarganya. Selain itu juga sebagai pencari nafkah, karena kedudukannya biasanya ayah juga membuat suatu kebijakan yang harus dipatuhi anggota keluarga dengan tujuan menciptakan keluarga yang harmonis.
Ibu memiliki peran yang sangat luar biasa bagi keluarganya, mulai mengatur semua kebutuhan rumah tangga, mendidik anak, mengatur keuangan keluarga, menjaga anak di saat kepala keluarga mencari nafkah dan masih banyak lainnya. Sedangkan seorang anak memiliki peran belajar, membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga, menjaga nama baik keluarga, merawat diri sendiri dan menjaga saudara kandung.
Apakah fungsi dan peran keluarga telah berjalan sebagaimana mestinya?
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melaporkan bahwa tahun 2022 telah terjadi 21.241 kekerasan pada anak. Secara rinci bentuk kekerasannya adalah 9.588 anak menjadi korban kekerasan seksual, 3.746 anak mengalami kekerasan fisik, 4,162 anak mengalami kekerasan psikis, 1.269 anak menjadi korban penelantaran, 219 anak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang, 216 anak menjadi korban eksploitasi dan 2.041 anak menjadi korban kekerasan dalam bentuk lainnya. Yang lebih memprihatinkan bahwa mayoritas pelaku kekerasan pada anak adalah orang terdekat, seperti ayah, ibu, keluarga atau wali yang bertanggung jawab terhadap pengasuhan anak. Kondisi tersebut menunjukkan fungsi dan peran keluarga belum berjalan sebagaimana mestinya.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur rakyatnya untuk mencapai kehidupan yang sejahtera khususnya pada kehidupan keluarga. Peraturan perundangan telah banyak disusun dan diberlakukan, misalnya dengan adanya undang-undang pernikahan yang memberi batasan usia minimal untuk menikah baik pada pria maupun wanita. Tentunya undang-undang ini memiliki maksud agar siapa pun yang akan menikah benar-benar telah siap untuk memasuki kehidupan berkeluarga. Pasal 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 perihal perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan jelas menyebutkan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Terjadinya kekerasan pada anak apalagi yang dilakukan oleh anggota keluarga seharusnya tidak boleh terjadi. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak, menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya, mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak, dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
Setiap keluarga perlu menjalankan kembali fungsi dan perannya. Setiap keluarga yang mengalami pergeseran peran dan fungsi serta berakibat munculnya kekerasan pada anak harus segera sadar untuk kembali ke khittah fungsi dan peran keluarga. Keluarga memiliki fungsi perlindungan yaitu keluarga sebagai tempat perlindungan bagi semua anggota dan tempat untuk menciptakan ketenangan dan kehangatan. Berada dalam suasana saling melindungi berarti keluarga perlu menjadi tempat yang aman, nyaman dan tenteram bagi semua anggotanya. Keluarga memiliki fungsi kasih sayang yang artinya keluarga harus menjadi wadah atau tempat yang dapat memberikan suasana cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, masyarakat negara dan bangsa. Fungsi ini dapat diwujudkan dalam bentuk kasih sayang, kenyamanan serta perhatian dalam keluarga. Tidak ada yang membenarkan jika peran ayah dan ibu dalam keluarga yang mestinya mendidik putra dan putrinya dengan alasan tertentu akhirnya kata-kata “mendidik” berubah menjadikan anak tersakiti dan tidak mendapatkan hak-haknya.
Seiring berjalannya waktu, situasi padatnya penduduk di sekitar kita akan diikuti dengan segala permasalahannya. Terpikir di benak kita, rasanya ingin kembali seperti zaman dulu. Betapa damainya hati tanpa mendengar tangisan anak tetangga yang dipukul oleh ibu yang katanya si anak “nakal”. Betapa nikmatnya mata ketika saat dibuka bertemu dengan rindangnya pepohonan dan kicauan burung yang lagi bergurau tanpa memandang anak anak kecil yang berkelahi berebut makanan karena orang tuanya pergi entah ke mana. Inilah situasi yang kita hadapi saat ini, apakah kita menginginkan hidup di masa lalu yang hanya ada dalam kenangan ataukah kita berani melangkah menghadapi realita ini? Sengaja di judul artikel ini saya tulis (bukan) renungan menyongsong hari keluarga, karena jika hanya direnungkan maka kita tidak akan pernah memulai, memulai menjalankan fungsi dan peran keluarga sesuai garisnya. Semoga tiap keluarga di Indonesia mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik dan benar. Selamat Hari Keluarga.