Yogi Setiawan
Autism Atau Autistic Spectrum Disorder merupakan anak dengan gangguan perkembangan pada berbagai area terutama dua area utama. Dua area utama tersebut adalah Social Communication & Interaction Deficit (Komunikasi sosial yang kurang dan Kemunduran Komunikasi) dan Restricted or Repetitive Behavior (Perilaku yang dibatasi atau bisa jadi perilaku tersebut diulang ulang).
Gangguan perubahan anak autis di atas sering terjadi sejak usia dini (kurang dari 3 tahun). Pemahaman terkait syndrom ini perlu di ketahui orang tua agar nanti nya perkembangan anak autis tetap terjaga dan juga orang tua dapat memberikan layanan yang terbaik bagi anak tersebut.
Pada penulisan ini akan menjelaskan terkait pendekatan atau metode yang digunakan untuk menangani anak autis terutama pada era globalisasi telah berkembang pesat. Adapun pendekatan atau metode tersebut sebagai berikut:
1. Lovaas/ABA
Metode Applied Behavioural Analisys (ABA) merupakan metode yang di kenalkan oleh penemunya yang bernama O. Ivar Lovaas. Dalam metode ini dasar yang di gunakan adalah pendekatan behavioral (dorongan respon dari anak, atau sering di sebut teori ABC). Pada metode ABA ini anak autis diajarkan tentang bagaimana cara mematuhi, lalu anak mengembangkan ketrampilan dasar dalam meniru serta mengkonstruk visualisasi anak. Pada proses pembelajaran metode ini apabila anak dapat merespons stimulus yang diberikan dan di kerjakan dengan baik dan benar, maka perlu adanya reward baik berupa makanan yang disukai, pujian, mainan, senyuman, dan sabagainya. Lalu dalam metode ini apabila anak tidak dapat merespon stimulus yang di berikan adalah ucapan atau kalimat verbal yang dalam pengucapan tersebut harus di sandingkan dengan mimik wajah yang bermakna tidak setuju. Jangan sampai dalam penyampaian tidak setuju ini nantinya anak malah takut kepada kita.
Dalam metode ABA semua program yang di berikan adalah program yang terstruktur artinya program yang di berikan berdasarkan tahap perkembangan anak. Kurikulum atau materi yang di berikan kepada anak juga bersifat prerequesite, artinya materi yang di berikan akan menyesuaikan kebutuhan anak. Apabila anak tidak ada perubahan maka materi yang di berikan akan terus di ulang sampai anak benar benar memahami apa yang akan di ajarkan. Hal ini berguna juga untuk orang tua agar dapat selalu mengamati perilaku anak dan orang tua juga berperan aktif dalam program intervensi dini kepada anaknya.
Pada era globalisasi metode Lovaas sangat cocok digunakan untuk menangani anak autis. Selain orang tua berperan aktif dalam menjaga anak autis ada beberapa keunggulan dalam metode Lovaas ini. Keunggulan tersebut adalah efektivitas dalam meningkatkan ketaatan anak dalam merespon, lalu meningkatkan visualisasi anak autis serta meningkatkan pengetahuan anak dan juga komunikasi anak dan lawan bicaranya menjadi lebih searah.
2. TEACCH
TEACCH atau Treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children di berikan kepada anak-anak autis yang berifat rutin dan berkelanjutan dalam hidupnya. Pada kegiatan ini menitikberatkan anak-anak agar selalu bekerja sama dalam komunitasnya. Dalam metode ini prinsip-prinsip yang digunakan antara lain Structured eviorenment, Work schedules, Work systems, and Visual instructions.
Penerapan metode TEACCH dalam kelas akan di bagi menjadi beberapa area dengan papan yang berbeda, setiap area tersebut akan di bedakan secara khusus pada perilaku atau kegiatan anak yang mengarahkan sesuai dengan pemahaman mereka. Setiap anak akan memiliki work schedule atau jadwal kerja lalu pada bagian ini nantinya anak akan menggunakan beberapa picture atau gambar. Dalam work schedule telah diberikan urutan dari atas ke bawah, lalu setiap jadwal akan ada nama anak dan beberapa simbol agar mereka mengenali satu dengan yang lain dan juga anak tersebut tetap mengetahui jadwal mereka. Anak akan memulai dengan mengambil gambar pertama sesuai urutan dan akan menuju ke area kerja (meja), anak akan menaruh kartu tersebut kedalam kotak lalu guru akan mengecek untuk melihat pada area kerja masing masing anak. Dalam meja sudah disediakan kotak dengan nama anak yang sudah di taruh pada sebelah kiri meja, dalam kotak tersebut anak akan di perintahkan untuk mengambil kartu dan membukanya. Apapun tugas yang di dapatkan anak harus melengkapi bagian dari meja kerja tersebut. Apabila anak telah selesai selanjutnya kotak tersebut di tepatkan di sebelah kanan. Setelah selesai anak akan mengambil kembali schedule untuk melihat tugas gambar selanjutnya. Selama proses ini terdapat perubahan meskipun kecil namun anak akan merasa nyaman dengan lingkungan sekitar sehingga membuat anak akan lebih senang dan anak mendapatkan kebebasan ruang yang cukup.
Pada metode TEACCH ada beberapa keunggulan yang dapat di terapkan pada era sekarang. Keunggulan yang pertama adalah orang tua dalam mengadaptasi setting kelas yang telah di berikan dalam kegiatan dirumah. Seperti anak bisa disuruh ke kamar mandi, menggosok gigi lalu menempatkan kembali keasalnya, makan dll. Keunggulan selanjutnya adalah Intelligibility artinya penerapan tersebut mudah di mengerti oleh penggunanya. Kedua Portability mudah di bawa dan diterapkan dimanapun. Ketiga Copability kecocokan metode sesuai level bahasa yang di gunakan saat berkomunikasi. Keempat, Usability, dapat di gunakan kapan pun dan dimasa yang akan mendatang. Dan Normalisation, dapat mengembangkan norma pada anak autis.
3. PECs
PECs (Picture Exchange Communicatoin System) merupakan metode yang dibutuhkan oleh anak autis sesuai dengan karakteristik uniknya yang mana anak autis tersebut yang dominan menggunakan visual sebagai alat untuk mengolah pikiran atau yang bisa kita sebut dengan gaya belajar visual learner.
Pendekatan ini di mulai dari orang tua untuk mengajarkan terkait konsep yang bergambar sebagai alat komunikasi. Sebagai contoh anak di tempatkan dua gambar yang berbeda, dua gambar tersebut adalah gambar makanan favorit anak selanjutnya menempatkan kartu tersebut pada kedua telapak tangan. Setalah anak mendapatkan kedua gambar tersebut selanjutnya anak akan memilih diantara kedua gambar tersebut lalu di serahkan kembali kepada orang tua. Dalam kegiatan ini mengidentifikasikan terkait bagaimana cara anak mengambil keputusan dan meminta.
Penggunaan PECs dapat digunakan secara lebih luas dalam dunia pendidikan terutama pada anak autis yang memang kurang dalam berkomunikasi atau ketidakmampuan anak dalam berinteraksi dengan orang lain. Keuntungan selanjutnya adalah meluasnya setting yang di gunakan dalam kehidupan sehari hari seperti dalam rumah, dalam bermain di luar rumah, berpariwisata ke suatu tempat lalu anak dapat berkompeten dengan meminta sesuatu. Selanjutnya jika anak sudah terbiasa dengan gambar maka perlu orang tua agar selalu mengajarkan atau memperkenalkan terhadap struktur kalimat dan prase. Kelemahan dalam metode ini adalah jika anak selalu di ajarkan terkait gambar saja maka anak autis akan sulit untuk berkomunikasi.
4. Terapi Sensori Integrasi
Sensori Integrasi merupakan peningkatan kemampuan otak dalam pengkoordinasian input-input sensori yang di gunakan sesuai dengan kebutuhan. Pada anak autism, secara keseluruhan akan mengalami kesulitan dalam menerima dan mengintegrasikan beberapa input yang telah disampaikan otak melalui indera mereka. Hal ini berakibat otak tidak dapat memutuskan input sensorik dengan baik. Hal tersebut nantinya otak tidak dapat mengatur perilaku penggunanya pada lingkungan.
Terapi Sensory Integration merupakan terapi untuk menyesuaikan cara otak bagaimana menerima, membentuk, dan memproses semua yang masuk kedalam otak saat menerima oleh penderita melalui pancaindera baik berupa indera keseimbangan maupun indera otot. Dengan adanya terapi ini diharapkan anak autis lebih menjadi sigap dalam perilaku.
Dalam proses belajar terapi ini harus membutuhkan peralatan-peralatan yang cukup memadai seperti desain, tata letak, warna dan ruangangan dengan selalu mempertimbangkan masalah sensorik yang di hadapi. Keunggulan dari terapi ini adalah anak akan lebih banyak belajar dan akan selalu di awasi oleh ahli terapi. Kelemahan dari metode ini adalah terlalu mahalnya biaya yang harus di berikan kepada ahli terapi yang menyediakan.
5. Sone-Rise Programme (Options Approach)
Pendekatan ini di kembangkan oleh sepasang suami istri yang bernama Barry Neil dan Samahria Lyte Kaufman dari Amerika Serikat. Latar belakang metode ini muncul karena sepasang suami istri tersebut menerapkan perilaku menerima keadaan dan mencintai sepetuh hati kepada anak autims. Kecintaan tersebut di buktikan dengan mengembangkan ruang bermain dari kerja mereka.
Prinsip dari program ini adalah:
- Joining dan kebiasaan kegiatan mereka yang di gunakan sebagai tolak ukur untuk menemukan misteri perilaku anak lalu memfasilitasi kontak mata, perkembangan sosial dan lain lain.
- Memotivasi anak untuk selalu belajar berkelanjutan dan selalu membentuk pondasi untuk pendidikan dan menambah wawasan.
- Belajar dengan permainan yang dapat menjadikan interaktif dan inovasi serta permainan yang dapat berkomunikasi dengan penuh makna atau arti.
- Menggunakan prinsip 3E yang terdiri dari Energy, Excitement, dan Entahusiasme dalam proses belajar mengajar kepada anak dan nantinya akan muncul kecintaan yang kontinyu dalam proses tersebut.
- Orang tua tidak boleh menghakimi secara berlebihan dan selalu bersikap optimis.
- Peran orang tua dalam metode ini adalah sebagai peran utama artinya orang tua lah yang paling konsisten dan lengkap dalam melatih serta edukasi dan inspirasi.