logo-color

Publikasi
Artikel Populer

BROKEN HOME : RUMAHNYA YANG BROKEN BUKAN ANAKNYA

Maulidi Arsih Umairoh I.

Maulidi Arsih Umairoh I.

Keluarga menjadi salah satu impian bagi semua orang di dunia ini. Namun, terkadang kita tidak bisa menampik bahwa sebuah keluarga tak selamanya utuh, bukan hanya hilang secuil, tetapi menjadi bercerai-berai. Keadaan yang demikian sering kita sebut broken home. Broken home adalah kondisi keluarga yang tidak harmonis disebabkan oleh adanya konflik sehingga memicu pertengkaran dan berakhir menjadi perceraian. Broken home berdampak pada hubungan dan kasih sayang dari orang tua untuk anak. Hubungan orang tua dan anak akan menjadi renggang, begitu juga kasih sayang orang tua kepada anak akan berkurang. Terlebih lagi, jika pihak ibu dan ayah memiliki pasangan baru dan membentuk keluarga baru. Dalam hal ini, kesehatan mental anak menjadi taruhannya. Anak rentan mengalami depresi, berperilaku buruk sebagai pelarian, dan kehilangan motivasi untuk hidup karena mereka kehilangan rumahnya. Sebagai orang tua kita harus mengingat bahwa memiliki anak adalah pilihan bukan kewajiban. Namun, membesarkan anak dengan kasih sayang adalah kewajiban bukan pilihan. Oleh karena itu, yuk simak cara untuk mengatasi dampak dari broken home berikut:

1. Lakukan co-parenting

Perpisahan antara ayah dan ibu mengakibatkan anak harus memilih untuk tinggal bersama salah satu dari keduanya. Namun, dari lubuk paling dalam, tentunya anak ingin bersikap egois untuk bisa tinggal bersama. Oleh karena itu, sebaiknya orang tua menekan ego masing-masing sehingga dapat membesarkan anak bersama-sama dengan melakukan co-parenting. Seorang anak tidak akan pernah bisa memilih untuk tinggal bersama salah satu orang tuanya. Walaupun hak asuh jatuh kepada ibu, bukan berarti ayah bisa melepas tanggung jawab. Ayah memiliki peran penting untuk membangun pondasi kepercayaan diri dan ibu juga memiliki peran penting untuk membangun core value anak.

2. Tidak menebar kebencian pada mantan pasangan

Pasti kita sering mendengar bahwa ada mantan suami dan istri tetapi tidak ada namanya mantan anak. Walaupun ketika berpisah terjadi pertikaian dengan mantan pasangan, jangan sampai berpengaruh pada emosi anak. Jangan menebar kebencian kepada anak dengan menceritakan keburukan mantan pasangan. Hal ini bisa menimbulkan trauma bagi anak ketika memilih pasangan di kemudian hari. Anak akan kesulitan percaya kepada orang baru, merasa insecure, dan membenci sebutan keluarga.

3. Selalu berbicara dari hati ke hati

Perpisahan antara ayah dan ibu pasti menimbulkan peperangan dalam otak dan hati anak. Oleh karena itu, berikan waktu kepada anak untuk merenungi semua yang telah terjadi. Jika anak sudah tenang, maka ajak anak berbicara dari hati ke hati. Jangan hakimi perasaan anak, berikan semangat dan dukungan. Peluk anak dan katakan bahwa semua akan baik-baik saja.

4. Berdamai dengan keadaan

Perasaan sedih dan kecewa akibat dari perpisahan tidak perlu dipermasalahkan, perasaan itu adalah hal yang wajar. Jadikan apa yang telah terjadi sebagai pelajaran berharga yang tidak semua orang bisa dapatkan, jadi tidak perlu lari dan menyalahkan diri sendiri. Daripada kita bergelut dengan rasa bersalah, lebih baik temani anak dalam menghadapi rasa sakit akibat perceraian kita. Biarkan anak menyelami semua emosi yang dirasakan, dan ajak mereka untuk berdamai dengan keadaan, katakan kepada mereka  bahwa “It’s okay to be not okay”.

Nah, itu dia tips mengatasi dampak dari broken home, perceraian mungkin tidak bisa kita elakkan tapi sebagai orang tua, kita wajib memastikan anak tidak menjadi korban dari kondisi tersebut.

Tags

Share this post:

Postingan Lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jika ingin berlangganan berita dari kami, silakan memasukkan email pada kolom di bawah ini

Radar Edukasi adalah portal berita pendidikan di bawah naungan Penerbit P4I