logo-color

Publikasi
Artikel Populer

KURIKULUM MERDEKA ADALAH SOLUSI?

ANISA SULVIANA, S.Pd.I.

ANISA SULVIANA, S.Pd.I.

UPT Satuan Pendidikan SDN Sedaeng I
anisasulviana40@guru.sd.belajar.id

Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum terbaru pendidikan di Indonesia yang bagi beberapa daerah masih dalam tahap pengenalan dan belum diberlakukan untuk semua kelas. Untuk jenjang Sekolah Dasar, penggunaan kurikulum merdeka masih di kelas 1 (Fase A) dan kelas 4 (Fase B) untuk selanjutnya dilanjutkan pada kelas lain di tahun berikutnya. Begitu pula yang diterapkan saat ini di lembaga kami.

Banyak pihak optimis bahwa kurikulum merdeka lebih baik dan akan membawa kemajuan pada kualitas pendidikan di Indonesia. Termasuk saya pribadi sebagai guru, merasa bahwa kurikulum merdeka lebih simpel dan mudah diaplikasikan dalam pembelajaran dari pada kurikulum sebelumya. Namun apakah benar demikian?

Dalam kurikulum sebelumnya (K-13) dengan sistem tematik tidak jarang membuat guru bingung dalam menentukan materi, media dan menyampaikannya. Sebuah materi terdiri dari beberapa muatan pelajaran yang mengharuskan guru memilah KD yang sesuai untuk mengambil nilai siswa. Karena pada kenyataannya RAPOR (laporan hasil belajar siswa) tetap berisikan masing-masing mata pelajaran dan bukanya Tematik seperti pada pelaksanaan pembelajarannya. Jika dalam Kurikulum Merdeka, Pembelajaran berdasarkan Mata pelajaran masing-masing. Guru dibekali CP (Capaian Pembelajaran) dan untuk pelaksanaan pembelajaran, materi, media dan metode guru dibebaskan berkreasi namun juga dituntut kreatif mengemas pembelajaran.

Ada kekurangan maupun kelebihan dari masing-masing kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia. Begitupula dengan K-13 dan IKM, jika dalam K-13 terkesan ribet dengan KI-KD yang sangat banyak, bahkan dalam satu materi KD yang digunakan berpencar-pencar, antara pengetahuan (KI 3) dan Keterampilan (KI 4) yang sering kali KD-nya benar-benar membingungkan guru, namun pemerintah menfasilitasi guru dalam mengajar dengan adanya buku tematik yang benar-benar disediakan lengkap untuk menjadi panduan pembelajaran, dan target waktu kapan materi itu harus dihabiskan.

Sedangkan untuk kurikulum Merdeka sendiri guru lebih bebas menentukan materi, media dan pendekatan. Guru dibekali capaian pembelajaran yang bisa dikembangkan sendiri menjadi modul ajar sesuai kebutuhan dan sesuai kondisi lingkungan belajar lembaga masing-masing. Guru dituntut kreatif, aktif dan mandiri dalam menyusun pembelajaran. Mampu mengoperasikan gadget, mengenal dan menggunakan media sosial serta paham dan tau berbagai platform serta aplikasi penunjang pembelajaran.

Sebagai contoh penggunaan media sosial antara lain YouTube, untuk mengunggah aksi nyata berupa video pembelajaran di portal merdeka mengajar menggunakan link dari video yang sudah di upload di YouTube. Selain itu aplikasi penunjang pembelajaran yang akhir-akhir ini sering diberikan dalam webinar, workshop atau pelatihan lainya seperti Google Classroom, Google Form, Quizizz, Wordwall, Canva, Kvisoft, Filmora dan masih banyak lagi untuk menunjang kreatifitas guru dalam merancang sebuah pembelajaran.

Harus kita akui bahwa ini adalah tantangan bagi pelaksanaan IKM ini, tidak semua guru paham dan menguasai penggunaan gadget, media sosial dan aplikasi-aplikasi seperti tersebut di atas. Dan tidak semua sekolah mampu menfasilitasi kegiatan tersebut. Bahkan ada dari beberapa teman guru yang usianya sudah tidak lagi muda mengatakan pasrah dengan tuntutan ini, tak jarang juga yang mengatakan bahwa “Saya mengajar saja seperti biasanya seperti dulu guru saya mengajar saya, nyatanya saya juga menjadi guru, saya tidak bisa dan tidak mau ribet”. Lantas apakah ini yang dinamakan merdeka mengajar?

Untuk guru-guru yang termasuk generasi 90-2000 an serta generasi sesudahnya (gen Z), yakni generasi yang sedari kecil sudah terlatih menggunakan gadget tentunya akan sangat mudah beradaptasi dengan keadaan ini, berbeda dengan mereka generasi sebelum itu. Maka menurut kami di sinilah peran Kurikulum merdeka itu sendiri dapat dioptimalkan.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa salah satu produk penting dari IKM ini adalah P5 yaitu Proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila dimana ada enam aspek di dalamnya yang harus dipahami dan dijalankan oleh lembaga, Kepala sekolah dan guru yakni antara lain beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, berpikir kritis dan kreatif. Jiika merujuk pada permasalahan di atas maka aspek Gotong royong dapat menjadi solusi. Guru tidak harus menguasai berbagai hal karena bagaimanapun kemampuan kita berbeda-beda, dan pun kecerdasan juga ada delapan dan tidak semua orang mempunyai kesemuanya itu. Maka di sinilah kekurangan satu guru, bisa menumbuhkan kelebihan pada guru yang lain. Saling membantu dan melengkapi kebutuhan untuk mancapai tujuan bersama (kolaborasi).

Tantangan lain yang kami rasakan (mungkin juga disebagian daerah lain) adalah aspek sosial dan budaya (adat istiadat). Daerah kami (suku Tengger) adalah masyarakat yang sangat menghormati dan menjunjung tinggi nilai adat. Dari busana, bahasa hingga upacara adat benar-benar masih terjaga. Sehingga bagaimanakah cara menciptakan lingkungan pendidikan dengan pembelajaran berbasis IT yang moderen tanpa menghilangkan ciri khas adat setempat adalah tantangan yang harus kami lakukan.  

Merujuk pada salah satu aspek P5 yakni Berkebinekaan Global, menurut kami adalah kita harus terbuka pada hal-hal baru, mau menerima dan mempelajari keberagaman budaya luar namun tanpa membuang identitas budaya kita sendiri. Untuk itulah kami sebagai pelaku pendidikan yang ada di lembaga SDN Sedaeng I ini, berusaha memberikan pengenalan di bidang IT kepada siswa dan juga turut serta berusaha menjaga adat yang ada. Dalam satu minggu ada satu hari dimana siswa di kelas tinggi (kelas 4,5,6) secara bergantian belajar mengoperasikan gadget (chrombook: bantuan dari Kemendikbud Ristek tahun 2022). Dan pada hari Jumat dalam setiap minggu kami menggunakan pakaian adat selama proses pembelajaran. Kami juga menggunakan bahasa lokal (bahasa Tengger) di samping bahasa Indonesia selama proses belajar mengajar.

Penggunaan Chrombook dalam Pembelajaran
Penggunaan Pakaian Adat setiap hari Jumat

Kurikulum Merdeka memang bukan kurikulum terbaik, namun kurikulum merdeka dapat menjadi penyempurna bagi kurikulum sebelumnya, baik itu KBK, KTSP dan K-13. Kurikulum Merdeka lebih fleksibel untuk diterapkan pada saat ini, menumbuhkan kreatifitas guru (baik dibidang IT maupun tidak) dan lebih mengedepankan pembelajaran berbasis kebutuhan siswa (student center). Selain itu kurikulum merdeka juga bisa dikembangkan menurut kondisi lembaga dan lingkungan masing-masing, karena asesmen juga dikembalikan kepada lembaga yang bersangkutan. Adanya Fase juga lebih ramah anak, karena siswa diberikan kesempatan untuk memahami hal sesuai kemampuan dirinya.

Dengan kurikulum merdeka, sekolah bisa menjadi sekolah moderen yang tetap  menjaga budaya lokal. Kami berharap sedikit banyak dapat berkontribusi untuk tercapainya tujuan Kurikulum Merdeka namun selaras ikut melestarikan keberagaman daerah yang ada.

Tags

Share this post:

Postingan Lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jika ingin berlangganan berita dari kami, silakan memasukkan email pada kolom di bawah ini

Radar Edukasi adalah portal berita pendidikan di bawah naungan Penerbit P4I