BISMI, M.Pd.
Kepala SMK Negeri 1 Sijuk
Pendidikan kejuruan didefinisikan sebagai “vocational educational is simply training for skills, training the hands” (Vocational Instructional Service, 1989). Pendidikan kejuruan merupakan latihan sederhana untuk menguasai suatu keterampilan, yaitu keterampilan tangan. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor. 20 Tahun 2003 Pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang menghubungkan, menjodohkan, melatih manusia agar memiliki kebiasaan bekerja untuk dapat memasuki dan berkembang pada dunia kerja (industri), sehingga dapat dipergunakan untuk memperbaiki kehidupannya.
Memahami pendapat di atas dapat diketahui bahwa pendidikan kejuruan berhubungan dengan mempersiapkan seseorang untuk bekerja dan dengan memperbaiki pelatihan potensi tenaga kerja. Hal ini meliputi berbagai bentuk pendidikan, pelatihan, atau pelatihan lebih lanjut yang dibentuk untuk mempersiapkan seseorang untuk memasuki atau melanjutkan pekerjaan dalam suatu jabatan yang sah. Dapat dikatakan pendidikan kejuruan (SMK) adalah bagian dari sistem pendidikan nasional yang bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan persyaratan lapangan kerja dan mampu mengembangkan potensi dirinya dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Tujuan umum, pendidikan menengah kejuruan SMK, (1) menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak, (2) meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik, (3) menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab, (4) menyiapkan peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia, dan (5) menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni.
Tujuan khusus SMK: (1) menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik secara mandiri atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan program keahlian yang diminati, (2) membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminati, dan (3) membekali peserta didik dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) agar mampu mengembangkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Melihat dari tujuan yang ingin dicapai lulusan SMK maka diperlukan sinergi dan kolaborasi antara sekolah dengan Dunia Industri, Dunia Usaha dan Dunia Kerja (IDUKA), sehingga lulusan sesuai dengan kebutuhan IDUKA. Salah satu konsep yang tengah gencar dicanangkan kementreian yakni Link and Match melalui konsep ‘kawin’ masal antara sekolah dan IDUKA. Artinya, kerja sama yang dilakukan tidak hanya terbatas dari MoU di atas kertas yang secara seremonial ditanda tangan, kemudian dipublikasi. Tetapi kerja sama ini benar-benar terjalin layaknya ‘perkawinan’, di mana MoU berlangsung mulai dari penandatanganan sampai penyerapan lulusan oleh IDUKA.
Direktur Jendral Pendidikan Vokasi, Wikan Sakarinto menyebut setidaknya ada 5 (lima) syarat agar link and match antara Pendidikan vokasi dan IDUKA dapat terjadi. Pertama, sinkronisasi atau penyelarasan kurikulum dengan IDUKA. Penyelarasan kurikulum ini bertujuan agar kurikulum yang diajarkan di sekolah sama persis dengan yang diterapkan di IDUKA. Sehingga lulusan yang nantinya akan diserap di IDUKA sudah memahami apa yang harus dikerjakan. Kedua, guru tamu dari IDUKA yang memberikan materi atau motivasi peserta didik secara berkala, minimal 50 jam per semester.
Ketiga, pemberian magang atau Praktik Kerja Lapangan (PKL) kepada peserta didik SMK, di mana kegiatan magang ini dirancang secara bersama antara pihak sekolah dan IDUKA. Dalam kegiatan PKL sudah ada kesepakatan (MoU) tentang kompetensi yang harus peserta didik kuasai selama kegiatan yang berlangsung sekitar satu semester (6 bulan). Keempat, sertifikasi kompetensi yang menunjukkan level kompetensi lulusan. Kelima, adanya komitmen IDUKA untuk menyerap lulusan, misalnya 60 – 80% lulusan bisa diserap di IDUKA.
Link and match adalah penggalian kompetensi yang dibutuhkan IDUKA. Kurikulum dan sistem pendidikan terutama pendidikan vokasi sudah saatnya sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Pasalnya, sampai saat ini lulusan pendidikan vokasi belum menjadi jaminan bisa memasuki pasar kerja di IDUKA. Pada hakikatnya konsep link and match dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan relevansi pendidikan vokasi dengan kebutuhan tenaga kerja. Pendidikan vokasi perlu melakukan kerjasama sinergis dengan IDUKA agar relevansi pendidikan vokasi dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu tentunya dengan prinsip kerja di mana pendidikan vokasi harus mampu memberikan keuntungan juga bagi IDUKA jika akan melakukan program link and match.
Program “link and match” yang kian digencarkan oleh Kemendikbud, sejatinya memang tidak hanya menguntungkan dunia pendidikan yang menjadi lebih mudah menyesuaikan diri dengan IDUKA. Sebaliknya, IDUKA pun merasakan hal yang sama dengan mendapatkan tenaga kerja andal, sekaligus menghemat pengeluaran untuk menjaring SDM baru karena telah sesuai dengan kebutuhannya. Keuntungan lain yang diharapkan adalah efisiensi biaya. Begitu pun pihak sekolah akan turut mendapatkan keuntungan. Pertama, adanya kesesuaian program yang diajarkan apabila dapat bersinergi dengan kebutuhan IDUKA, Kedua adalah keterserapan lulusan. Artinya, jika program “link and match” berjalan dengan baik, maka tidak akan ada lagi gap antara lulusan pendidikan dan kebutuhan tenaga kerja. Adapun yang terakhir adalah pengembangan, seperti pengembangan dalam materi ajar yang bisa disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan IDUKA.