Rina Yulaikawati, M.Pd
Guru SMP Negeri 1 Kedunggalar
Berdasarkan pada laporan kunjungan rumah (home visit) anak-anak bermasalah, ternyata penyebab utamanya adalah ketidakharmonisan keluarga. Anak yang tidak mendapatkan perhatian penuh dari orang tua, akan menjadi penyebab anak tidak terkendali. Dari hal tidak terkendali inilah, memungkinkan akan timbulnya kenakalan remaja. Kenakalan remaja adalah pelampiasan masalah yang dihadapi oleh kalangan remaja yang tindakannya menyimpang. Menurut ahli sosiologi Kartono, Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Sedangkan menurut Santrock “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.”
Kenakalan remaja juga sering dikatakan sebagai perwujudan dari konflik dan depresi yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa-masa ini. Mereka gagal dalam mengembangkan emosi, jiwa, dan tidak bisa menahan diri terhadap hal yang baru, sehingga menimbulkan sikap yang tidak seharusnya dilakukan. Narkoba, free sex, tawuran, pergaulan bebas, pelecehan seksual, enggan pergi ke sekolah (membolos), malas pulang ke rumah dan perilaku buruk lainnya adalah hal yang tidak akan asing lagi bagi mereka. Harga diri yang rendah pada gilirannya dapat menciptakan kecemasan dan depresi, pikiran untuk bunuh diri, penyalahgunaan zat, dan perilaku melarikan diri. Ada berbagai macam konsekuensi yang diderita anak-anak karena tumbuh dengan orang tua yang egois.
Orang tua yang tak berempati pada kebutuhan emosional anak mungkin menciptakan kecemburuan. Orang tua jadi cemburu dengan langkah yang diambil anak ketika menjadi dirinya sendiri. Hubungan antara orang tua-anak yang buruk, menciptakan timbal balik yang tidak sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan, dan kesejahteraan anak. Orang tua yang egois memanipulasi anak untuk memastikan sorotan kekaguman tetap ada pada orang tua. Dengan begitu, kebutuhan emosional anak tak diperhatikan secara baik.
Melawan adalah cara anak-anak fokus pada diri sendiri. Ketika orang tuanya egois dan anak-anak harus memenuhi kebutuhan orang tua, maka mereka akan membentuk kekuatan meskipun tidak diinginkan orang tuanya. Dalam alam bawah sadarnya, anak-anak meyakini kuat secara psikologis untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan orang tua, betapapun sulitnya itu bagi mereka. Karena tujuan yang mereka capai untuk memuaskan keinginan orang tua, ketika gagal mereka akan merasa bersalah, mencaci diri sendiri, kehilangan harga diri, hingga kepercayaan diri.
Dalam kasus ini, meski banyak contoh anak yang tetap kuat dan bertahan dengan menghadapi keadaan keluarganya yang sungguh berantakan, namun tak sedikit pula anak yang lemah dan mudah menyerah sehingga menjadi korban keluarganya sendiri. Orang tua egois yang mementingkan diri sendiri menciptakan hubungan psikologis tak baik dengan anak-anaknya. Karena sikap tersebut, anak-anak jadi melayani ego orang tuanya. Respons psikologis dari sikap orang tua egois, anak lebih membentuk kepribadian yang rentan terhadap konflik. Perdebatan dan pertengkaran memang sukar dihindari. Meski begitu, hal yang terpenting dalam kasus ini adalah bagaimana cara kita menemukan jalan keluar masalahnya dan menyelesaikannya. Bertengkar dengan kepala panas, tentu hasilnya tidak akan lebih baik. Jika memang anak-anak sudah dirasa cukup berumur untuk memahami masalah kedua orang tuanya, maka tak ada salahnya juga untuk turut mengajak mereka saat membahas masalah ini. Permasalahan yang didiskusikan dan diselesaikan secara bersama tentu akan lebih baik.
Keharmonisan keluarga adalah hal penting untuk keutuhan keluarga. Kesamaan visi, nilai, dan komitmen yang kuat dari setiap anggota keluarga diperlukan saat mengambil keputusan yang sulit dan penting. Keharmonisan keluarga juga diperlukan untuk pribadi setiap anggota keluarga agar selalu bahagia dan kuat secara psikologis.
Perlu diingat, bahwa keluarga tidak untuk dijalani selama seminggu atau dua minggu saja, melainkan seumur hidup. Maka dari itu, ayah dan ibu perlu memiliki cara untuk mempertahankan keharmonisan keluarga. Terutama jika memiliki anak-anak. Komunikasi menjadi hal penting demi keutuhan keluarga. Lantas, bagaimana cara menjaga keharmonisan dalam keluarga?
Dalam menjalani kehidupan berkeluarga, tantangan akan selalu hadir, baik dari dalam atau dari luar. Hadirnya tantangan dan masalah dapat memengaruhi cara pandang dan sikap seseorang dalam menjalani kehidupan berkeluarga, terutama mendidik anak.
Beberapa cara berikut bisa diterapkan demi menjaga keharmonisan keluarga:
Mengadakan Waktu Berkualitas untuk Keluarga
Waktu keluarga yang berkualitas adalah bagaimana memanfaatkan waktu untuk dihabiskan bersama sebagai sebuah keluarga yang utuh. Berikut ini cara untuk mengadakan waktu berkualitas bersama keluarga:
- Gunakan waktu bersama setiap hari untuk berbicara dan berbagi tawa. Misalnya, saat makan bersama keluarga dan bepergian dengan mobil. Hal ini bisa jadi waktu yang berkualitas.
- Pastikan setiap anggota keluarga mematikan gadget saat menghabiskan waktu bersama. Tujuannya agar semua anggota keluarga tetap fokus pada apa yang dilakukan atau dibicarakan.
- Lakukan obrolan empat mata dengan setiap anggota keluarga untuk memperkuat hubungan individu. Manfaatkan waktu-waktu singkat seperti setiap sebelum tidur
- Family bondingjuga bisa dilakukan dengan berlibur bersama. Banyak orang yang percaya, liburan bisa mempererat hubungan keluarga karena setiap anggota keluarga akan saling tergantung dan intensitas pertemuan juga lebih sering. Jika liburan menjadi pilihan untuk mempererat hubungan, maka ajaklah anak terlibat memilih tempat berlibur. Dengan demikian, semua anggota keluarga akan merasa senang karena berkesempatan mengunjungi tempat yang mereka inginkan.
2. Berikan Porsi yang Seimbang
Pasangan yang sudah menjadi orangtua, mungkin akan sibuk mengurus anak. Bahkan hingga lupa bahwa tetap harus menjadi pasangan yang baik satu sama lain. Misalnya, ibu mungkin lebih mementingkan urusan dan keperluan anak-anak dibandingkan pasangan Memang tidak ada salah memberikan kasih sayang dan perhatian penuh terhadap anak-anak. Namun, ayah dan ibu juga perlu melakukan kegiatan hanya berdua. Jadi, pastikan porsi perhatian antara anak dan pasangan selalu seimbang. Sediakan waktu bersama pasangan. Ayah dan ibu dapat menjelaskan pada anak-anak, bahwa ayah dan ibu juga perlu memiliki waktu bersama yang berkualitas sebagai pasangan.
Bangun Komunikasi yang Positif dalam Keluarga
Komunikasi positif yang dimaksud adalah mendengarkan tanpa menghakimi dan mengungkapkan pikiran dan perasaan sendiri secara terbuka dan hormat. Hal ini perlu ada dalam setiap anggota keluarga, tentu ayah dan ibulah yang memberikan contoh di depan anak-anak. Komunikasi positif membantu semua anggota keluarga merasa dipahami, dihormati, dan dihargai. Perlu diingat, tidak semua komunikasi dalam bentuk kata-kata. Komunikasi non-verbal juga penting untuk diperhatikan. Misalnya, bentuk perasaan, perhatian, dan rasa sayang bisa dikomunikasikan dalam bentuk pelukan hangat, ciuman kasih sayang, kontak mata yang nyaman, dan suara yang enak didengar.
Dalam kehidupan rumah tangga, porsi keterlibatan yang seimbang antara ayah dan ibu sangat penting. Dengan begitu ketahanan dan keharmonisan keluarga dapat diciptakan. Itulah pentingnya untuk memiliki waktu berkualitas antara ayah dan ibu dalam hal apa pun.
Memiliki hubungan keluarga harmonis dapat membuat anak merasa aman dan dicintai. Tak hanya itu, keharmonisan dalam keluarga juga mampu membuat kehidupan Anda dan pasangan terasa lebih baik.Kehangatan dan kasih sayang satu sama lain menjadi salah satu ciri dari keluarga harmonis. Beberapa manfaat memiliki keluarga yang harmonis, yaitu : Keluarga harmonis memiliki hubungan yang kuat antar anggotanya sehingga sulit terpecah-belah. Model keluarga ini tumbuh dengan komunikasi, koneksi, cinta, aturan, rutinitas, dan keamanan yang baik. Berbeda dengan keluarga tidak harmonis yang kerap dirundung oleh masalah antar anggota keluarga.
Oleh karena itu, marilah kita menciptakan suasana keluarga yang harmonis sehingga anak-anak dapat memiliki masa depan yang cerah dan berprestasi.