Elis Purnamasari, S.Pd
Guru MIN 1 Lebak
Seiring dengan berkembangnya teknologi, eksistensi permainan tradisional semakin menurun bahkan perlahan-lahan mulai menghilang. Permainan tradisional saat ini sudah jarang dimainkan oleh anak-anak zaman sekarang atau yang disebut dengan generasi Z. Mereka lebih tertarik dengan gadget dan permainan online di dalamnya dibandingkan bersosialisasi dan bermain bersama teman-temannya.
Dalam teori generasi yang dikemukakan oleh Graeme Codrington dan Sue Grant-Marshall, Penguin, membagi 4 generasi manusia berdasarkan tahun kelahirannya, yaitu: Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964; Generasi X, lahir 1965-1979; Generasi Y, yang lahir 1980-1995; dan Generasi Z, lahir 1996-2009.
Generasi Z adalah peralihan dari generasi Y di mana generasi ini lahir dan tumbuh ditengah perkembangan teknologi. Generasi Z adalah generasi yang up to date terhadap isu dan kabar yang tersebar di media sosial dan internet. Mereka adalah generasi yang mahir dalam menggunakan internet, baik untuk bekerja, belajar, hiburan dan lainnya. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Siti Nuraeni diungkapan bahwa generasi Z memiliki karakteristik menggemari teknologi, fleksibel, lebih cerdas, toleran pada perbedaan budaya, terhubung secara global di dunia maya. Meskipun terkenal open minded, namun generasi ini juga memiliki karakter yang menyukai budaya instan dan kurang peka terhadap esensi privat.
Permainan tradisional sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sejak dahulu. Namun seiring berkembangnya teknologi, membuat eksistensi permainan ini menurun. Akibatnya, permainan tradisonal mulai terlupakan dan menjadi asing bagi generasi Z. Selain itu, tingkat kecanduan terhadap permainan sangat tinggi yang berpengaruh pada kebiasaan dan perilaku anak.
Menurut Kurniati (2016:2) aktivitas permainan yang tumbuh serta berkembang di daerah tertentu, yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan tata nilai kehidupan masyarakat dan diajarkan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya disebut dengan permainan tradisional. Disebut permainan tradisional karena alat yang digunakan sangat sederhana dan mudah didapatkan.
Indonesia sendiri memiliki berbagai macam aneka permainan tradisional dari berbagai daerah, mulai dari sabang sampai merauke, diantaranya sebagai berikut: Gundu (Sunda, Jawa hingga Banjar), ABC Lima Dasar (Jawa Tengah), Kasti, Paraga (Bugis/ Sulawesi Selatan), Pletokan (Betawi), Pathol (Rembang, Jawa Tengah), Gangsing (Kepulauan Tujuh, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, NTT, dan Jawa), Lompat tali, Bekel, Layang-layang, Kuda Lumping (Jawa menyebar ke Sumatera Utara), Congklak, Gatrik, Galasin/ gobak Sodor, Balap Batok Kelapa (Sulawesi Selatan), Delikan / Petak Umpet, Lenggang Rotan (Aceh), Ngadu Muncang (Pedesaan Jawa Barat), Rangku Alu (NTT), Jamuran (Jawa), Balap Karung, Bentengan atau nama priprisan, rerebonan, omer, atau jek-jekan. (Jawa Barat), Engklek, Boi-boian, Balogo (Banjar, Kalimantan Selatan), Cublak-Cublak Suweng (Jawa Tengah), Meriam Bambu (Bengkulu), Ketapel (Bali), Yoyo, Boman (Kalimantan), Kotak Pos, Balap Bakiak (Sumatera Barat), Tarik Tambang, Sepak Tekong mirip petak umpet hanya, jika pemain yang ditemukan berhasil menedang kaleng, maka ia bisa bersembunyi lagi (Sumatera Barat), Cendak Beralih (Sumatera Barat), Benthik (Yogyakarta), Jemparingan (Surakarta dan Yogyakarta) dan Egrang. Di wilayah Jawa Tengah, egrang dikenal dengan nama jangkungan, di Sumatera Barat disebut dengan tengkak-tengkak (tengkak berarti pincang), di Bengkulu bernama ingkau (sepatu bambu), sedangkan orang Kalimantan Selatan menyebutnya batungkau, Gogorolongan
Manfaat permainan tradisional selain dapat melatih bersosialisasi, gotong royong, kerjasama, saling membantu dan saling menghargai juga dapat melatih beberapa aspek seperti diungkapkan oleh Haerani Nur dalam jurnal “Membangun Karakter Anak Melalui Permainan Tradisional” seperti aspek sosial , aspek spiritual, aspek motorik, aspek kognitif, aspek emosi, aspek bahasa, aspek ekologi dan aspek nilai moral.
Melihat berbagai manfaat dari permainan tradisional, kita sebagai generasi muda perlu melestarikan kembali serta memperkenalkan permainan tradisional dan nilai- nilai yang terkandung didalamnya kepada generasi Z supaya mereka mengetahui warisan budaya Indonesia dan permainan tradisional supaya tidak punah ditelan zaman.
Untuk membudayakan kembali permainan tradisional perlu dukungan dari berbagi pihak mulai dari peran orang tua, guru dan pemerintah. Orang tua perlu melaksanakan pengawasan ketika anak main gadget dan mengajak anak bermain permainan tradisional. Guru dapat mengenalkan kembali, mengaplikasikannya dalam kegiatan pembelajaran serta mengajak peserta didik untuk memainkan kembali permainan tradisional. Bahkan ada beberapa permainan tradisional yang sudah masuk kedalam gadget. Terakhir pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam membina dan mengatur masyarakat. Pemerintah bisa mengontrol operasi warnet dan tempat bermain yang secara tidak langsung menjerumuskan dan berpengaruh pada karakter bangsa. Jadi, semua pihak harus mengembalikan permainan tradisional pada posisinya sebagai permainan anak Indonesia. Semua pihak dapat mengenalkan dan memainkan permainan tradisional pada generasi Z, bahkan bila perlu ada usaha untuk memodernkan permainan tradisional.