Sudah lama disosialisasikan tentang wajib belajar 9 tahun. Jadi kalau belum bersekolah hingga tamat Sekolah Menengah Pertama belum dianggap mengenyam pendidikan dasar. Orang tua sekarang sudah lebih berpengalaman sehingga jika mampu biaya pasti akan menyekolahkan anaknya lebih tinggi, bahkan mungkin sampai sarjana, karena akan menjadi kebanggaan bagi mereka saat mendampingi wisuda anaknya menjadi sarjana.
Di kota-kota orang tua bahkan berlomba-lomba mencarikan sekolah untuk anaknya pada sekolah yang favorit meskipun mahal biayanya. Jadi untuk urusan pendidikan bagi mereka sudah menjadi prioritas utama. Begitu pula untuk urusan belajar anaknya, mereka tidak sayang walau harus mengeluarkan biaya untuk les privat anaknya karena mereka lebih susah kalau harus membantu belajar anaknya, makin pusinglah dengan pelajaran sekarang, katanya.
Mengimbangi kemajuan berpikir orang tua terhadap pendidikan, sekolah harus menyiapkan guru-gurunya yang profesional dan handal untuk kemajuan bersama dan akhirnya nanti akan sangat menentukan masa depan bangsa.
Untuk mencukupi kebutuhan akan tenaga guru negara kita masih sangat kurang kalau hanya mengandalkan guru PNS saja, maka dari itu dibutuhkan tenaga guru honorer.
Fakultas Pendidikan akhir-akhir ini sangatlah diminati oleh calon mahasiswa terutama fakultas pendidikan sekolah dasar (PGSD). Setelah mereka lulus, cepat-cepat mencari pengalaman mengajar sebagai guru honorer, walaupun sebagian ada yang masih kuliah lagi S2 atau menempuh PPG bagi mereka yang mampu biaya. Mencari lowongan sebagai guru honorer pun sudah lumayan sulit karena sebagian besar sekolah sudah mengangkat GTT, belum lagi ada larangan mengangkat guru GTT oleh Dinas P dan K. jadi yang beruntung bisa masuk sebagai guru honorer (GTT) mereka tekuni dengan sepenuh hati meskipun honor tidak seberapa dibanding upah pekerja pabrik di sekitar. Tidak lain karena keikhlasan mereka untuk mengamalkan ilmu yang bermanfaat bagi anak didiknya. Hal ini tampak dari semangatnya, dari masuk ke sekolah pagi hari hingga siang penuh sampai akhir pembelajaran sama seperti guru-guru PNS.
Tiap tahun lulusan mahasiswa keguruan semakin bertambah. Semakin menambah panjang deret antrian untuk maju berkompetisi pada pengangkatan CPNS. Baik yang sudah lama mengabdi maupun yang baru lulus kuliah, maju bersama mengadu nasib untuk memenangkan kompetisinya, yang mana jumlah kuota dengan peserta sangat jauh perbandingannya. Tentu persaingan banyak dimenangkan oleh mereka yang masih muda, pengetahuannya masih lekat di kepala, masih hangat, sehingga mudah untuk diingat atau dikeluarkan lagi untuk menjawab soal-soal yang dihadapi.
Sungguh tidak adil jika para GTT apa lagi yang sudah tua harus bersaing dengan mereka yang muda-muda, tentu saja akan sulit untuk dapat mengalahkan mereka. Untunglah kesulitan ini segera diatasi pemerintah memberi kebijakan lain. Para GTT dikumpulkan untuk diadakan pendataan tiap daerah. Untuk GTT yang masa kerjanya lama dimasukkan ke kategori 1 (K1) dan yang masih baru dimasukkan ke kategori 2 (K2). Pada pengangkat guru tahun berikutnya persaingannya antar sesama kategori, jadi lebih adil akhirnya, tapi sayang diantara mereka yang tidak lolos pada persaingan antar K1 juga ada yang tidak sabar, putus asa mencari pekerjaan lain. Maklumlah mungkin karena terpaksa dengan tuntutan hidup harus mencukupi kebutuhan keluarga sehingga mencari penghasilan yang lebih. Selanjutnya begitu pula dengan K2 juga seleksi antar K2 bagi yang tidak lolos selanjutnya diberi kebijakan lagi perekrutan non PNS atau PPPK.
Pemerintah sudah memberi banyak kebijakan-kebijakan ternyata masih banyak juga GTT yang tidak masuk K1 maupun K2, sementara usia sudah lebih 35 tahun, bahkan ada yang 40 tahun lebih dan mereka masih sabar bertahan menjadi guru honorer yang besar honornya kurang dari 1 juta, paling cuma 500 ribu atau 600 ribu cukup untuk apa coba kalau kita bayangkan. Tapi mereka masih bisa berharap satu kesempatan lagi berkompetisi perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Digaji dan diberi tunjangan sama seperti PNS, hanya tunjangan pensiun yang tidak ada. Cukup lumayanlah dan harapan besar bagi mereka yang usia 40 tahun lebih mendapat bonus nilai. Mereka pasti berharap pengabdian panjangnya akan berakhir manis meskipun cukup menjadi guru PPPK.
Berkeinginan menjadi guru/pendidik adalah sebuah niatan yang mulia. Namun niatan yang mulia itu akan sia-sia bila tidak diimbangi dengan keikhlasan. Keikhlasan akan muncul apabila merasa bahwa dirinya dibutuhkan orang lain, dirinya dapat menciptakan manfaat dan kebaikan untuk orang lain, masyarakat bahkan untuk nusa dan bangsa. Yakin bahwa kebaikannya akan menjadi amal saleh yang pahalanya takkan ada putusnya. Meskipun ternyata akhirnya menerima gaji sebagai imbalan hasil kerjanya takkan mengurangi pahala bila keikhlasan kerja dan niatan menyampaikan ilmu tetap yang diutamakan. Selamat para guru, anda mempunyai kesempatan mendapat pahala yang tak putus meskipun kita sudah meninggal nantinya.
Nur Anisah, S.Pd.SD.
SDN 3 Kutoharjo, Kaliwungu-Kendal
nuranisah250566@gmail.com