Pandemi COVID-19 di Indonesia yang telah terjadi sejak awal tahun 2020. Berimbas pada sekolah/madrasah pada akhir Maret 2020. Sejak terbitnya Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tanggal 24 Maret 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19), maka belajar dari rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. Disusul dengan Surat Keputusan Bersama Empat Menteri; yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri, bahwa satuan pendidikan yang berada di daerah zona kuning, zona oranye, dan zona merah dilarang melakukan proses pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan dan tetap melanjutkan belajar dari rumah. Dengan diterapkannya kebijakan belajar dari rumah ada beberapa perasaan yang muncul, baik dari guru, siswa, keluarga dan masyarakat. Masih teringat tahapan-tahapan kegiatan belajar mengajar sejak para pemangku kepentingan memberlakukan siswa belajar dari rumah.
Secara operasional pemberlakuan siswa belajar dari rumah, tidak melihat daya dukung yang diperlukan bagaimana jika siswa belajar dari rumah. Tidak melihat
prasyarat yang diperlukan jika siswa belajar dari rumah. Hanya serta merta siswa harus belajar dari rumah, karena pertimbangan keselamatan jiwa. Terlepas dari itu, sebagai ujung tombak adalah guru, karena sebagai pelaksana dari kebijakan tersebut. Saya juga masih ingat ketika diputuskan siswa belajar dari rumah, langkah awal yang diambil saat itu adalah semua guru pengampu mata pelajaran dimasukkan ke dalam grup kelas, yang sudah dibentuk oleh wali sejak awal tahun pelajaran. Waktu itu satu-satunya komunikasi yang paling efektif dengan siswa adalah grup WhatsApp masing- masing kelas.
Sejak diberlakukannya siswa belajar dari rumah ada beberapa kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru. Waka kurikulum membuat jadwal pelajaran kaitannya dengan belajar di rumah. Pertama kali yang dilakukan adalah, guru melalui grup WhatsApp kelas menulis tugas yang harus dikerjakan siswa, biasanya siswa diminta mempelajari materi lalu mengerjakan tugas. Siswa mengerjakan pekerjaan di rumah, kemudian hasilnya dikumpulkan di madrasah. Dalam perkembangannya belajar seperti itu terasa hambar, maka berikutnya menggunakan google classroom, siswa menerima informasi dari guru lewat grup whatsApp kelas, kemudian masuk ke google classroom. Guru melalui google classroom dapat menyampaikan ringkasan materi, video pembelajaran, tutorial cara mengerjakan soal dan lain-lain. Kemudian siswa mengerjakan tugas-tugas pada bagian menu tugas, siswa mengumpulkan tugasnya dengan cara difoto lalu dikirim ke google classroom. Seperti itu lama-lama juga terasa hambar. Kemudian dalam evaluasi menggunakan google forms siswa menerima informasi dari grup WhatsApp kelas, masuk google classroom, membuka tugas yg dilampirkan dalam google classroom berupa google forms. Seperti itu lama-lama juga terasa hambar. Guru menggunakan google meet atau zoom meeting agar dapat berinteraksi dua arah dengan siswa, ternyata menimbulkan permasalahan baru, yaitu kuota pada sebagian siswa dan jaringan internet yang kurang lancar.
Pendek kata pandemi COVID-19 di samping sebagai wabah juga merupakan tantangan di mana guru dapat survival di masa wabah pandemi COVID-19. Bagaimana guru bisa mengajar berdampingan pada masa pandemi COVID-19. Menjembatani kebiasaan yang semula belajar dengan tatap muka menjadi belajar dari rumah melahirkan semangat, membangkitkan semangat dan membangkitkan gagasan baru yang cemerlang di mana gagasan-gagasan tersebut tidak bakalan lahir dalam kondisi normal.
Gagasan tersebut antara lain guru merasa perlu mempunyai pengetahuan di bidang teknologi informasi dalam arti pengetahuan tentang internet dan aplikasi-aplikasi yang dapat digunakan untuk pembelajaran. Di sinilah terjadi seleksi alam, antara guru yang biasa-biasa saja, guru yang kreatif dan guru yang inovatif.
Dulu, guru dapat mengajar tanpa alat bantu digital, kini guru wajib menggunakan laptop dan HP android untuk pembelajaran. Tidak ada lagi kata saya begini saja sudah cukup. Guru sekarang beda dengan guru yang dulu. Guru harus mampu berdampingan dengan COVID-19 agar pembelajaran dapat berjalan secara optimal dengan mengerahkan segala pengetahuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan peralatannya. Guru harus dapat berkomunikasi baik dengan siswa, guru harus familiar dengan siswa meskipun hanya sapaan lewat WhatsApp. Menjawab pertanyaan siswa juga lewat WhatsApp.
Pengalaman saya sebagai guru matematika kelas VIII dan Kelas VII pada masa pandemi COVID-19 ada beberapa permasalahan yang muncul. Pertama belum pernah bertatap muka langsung dengan siswa. Meskipun demikian guru dan siswa dapat bertemu di kelas daring atau zoom. Guru familiar dengan nama-nama siswa yang sering bertanya, familiar dengan orang tua siswa yang sering bertanya seputar materi yang kurang dipahami oleh anaknya. Demikian pula yang
kelas VII semua serba baru dan langsung bertemu di kelas daring. Kedua, belum menggunakan aplikasi pembelajaran daring sebelumnya, sehingga semua juga baru, baru mengenal, baru mempelajari dan baru mempraktikkan dalam pembelajaran. Ketiga, tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang aplikasi yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Pendek kata semua aplikasi yang dapat digunakan dalam pembelajaran daring adalah hal baru. Mau tidak mau, suka tidak suka harus mempelajari aplikasi- aplikasi yang diperlukan untuk pembelajaran daring.
Imam Sopingi, S.Pd.I
Guru Matematika MTsN 1 Bantul