
Ir. Tri Yusnanie, MM.
BPSDMD Prov. Sumsel
yusnanie1968@gmail.com
Pendahuluan
Belalang adalah salah satu jenis serangga yang sering dianggap sebagai hama oleh banyak orang. Belalang sebenarnya bisa dimakan dan bahkan merupakan sumber protein yang baik. Namun, ada beberapa alasan mengapa belalang tidak umum dikonsumsi. Tidak semua jenis belalang aman dimakan. Beberapa spesies belalang mengandung racun atau zat berbahaya lainnya yang bisa menyebabkan keracunan jika dikonsumsi. Belalang memiliki bentuk dan rupa yang kurang menarik. Bagi sebagian orang, belalang terlihat tidak menggugah selera untuk dimakan. Belalang tidak mudah ditemukan dalam jumlah banyak. Dibandingkan dengan hewan ternak seperti ayam atau sapi, belalang tidak tersedia dalam jumlah besar sehingga tidak efisien untuk dijadikan sumber makanan pokok. Faktor budaya dan kebiasaan. Di beberapa budaya, serangga seperti belalang dianggap sebagai makanan yang tidak lazim atau bahkan tabu. Namun, di beberapa daerah, terutama di Asia Tenggara dan Afrika, belalang telah lama menjadi bagian dari tradisi kuliner dan dianggap sebagai sumber protein yang berharga. Di tengah krisis pangan global dan peningkatan populasi dunia, belalang sebagai lauk alternatif memiliki potensi yang menarik untuk dieksplorasi. Makan belalang bukanlah sesuatu yang umum di Indonesia, namun ada beberapa daerah yang memiliki tradisi mengonsumsi serangga ini. Salah satu daerah yang terkenal dengan hidangan belalang adalah Gunung Kidul, Yogyakarta. Di sana, belalang goreng atau walang goreng menjadi camilan khas yang populer. Dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar ra., disebutkan bahwa belalang adalah hewan yang boleh dimakan. dihalalkan ialah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah yang dihalalkan ialah hati dan limpa.” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Daru Quthni dan At-Tirmidzi).
Pandangan dan Analisis Tentang Belalang
Belalang, khususnya dalam konteks Indonesia, sering kali dipandang sebelah mata. Masyarakat lebih terbiasa dengan sumber protein konvensional seperti daging sapi, ayam, dan ikan. Namun, dengan meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan, banyak ahli gizi dan pekebun mulai mempertimbangkan belalang sebagai sumber protein yang layak. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), serangga, termasuk belalang, memiliki efisiensi konversi pakan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan hewan ternak lainnya. Sebagai contoh, untuk memproduksi 1 kg protein dari sapi, dibutuhkan sekitar 8 kg pakan, sementara untuk belalang, hanya dibutuhkan sekitar 2 kg pakan (FAO, 2013). Keberhasilan beberapa negara dalam mengintegrasikan belalang ke dalam diet mereka juga memberikan bukti bahwa belalang layak dipertimbangkan. Misalnya, di Thailand, belalang goreng telah menjadi camilan populer yang tidak hanya lezat tetapi juga kaya nutrisi. Menurut Surachai Punyahoti, seorang peneliti dari Universitas Kasetsart, belalang mengandung protein tinggi yang dapat mencapai 60-80% dari berat keringnya, serta kaya akan vitamin dan mineral seperti zat besi dan kalsium (Punyahoti, 2014). Ini menunjukkan bahwa belalang bukan hanya sekadar hama, tetapi juga sumber daya alami yang dapat dimanfaatkan secara efektif.
Salah satu alasan mengapa belalang layak dipertimbangkan sebagai lauk alternatif adalah kandungan gizinya yang tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa belalang memiliki komposisi nutrisi yang sebanding dengan sumber protein hewani lainnya. Sebuah studi yang dilakukan oleh Jongema (2017) menunjukkan bahwa belalang mengandung 50-70% protein, 20-30% lemak, dan berbagai asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia. Selain itu, belalang juga kaya akan serat, yang baik untuk pencernaan dan kesehatan jantung. Belalang juga mengandung sejumlah vitamin dan mineral yang penting. Misalnya, belalang mengandung vitamin B12 yang berperan penting dalam produksi sel darah merah dan fungsi sistem saraf. Selain itu, belalang kaya akan zat besi, yang sangat bermanfaat untuk mencegah anemia, terutama di kalangan wanita dan anak-anak (Jongema, 2017). Data ini menunjukkan bahwa belalang tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan protein, tetapi juga berkontribusi pada kecukupan gizi yang lebih luas. Di beberapa daerah, belalang juga dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional. Misalnya, dalam pengobatan Tiongkok, belalang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti asma dan batuk. Ini menunjukkan bahwa belalang tidak hanya memiliki nilai gizi, tetapi juga nilai obat yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Pendapat para ahli sangat penting dalam memperkuat argumen bahwa belalang layak menjadi lauk alternatif. Dr. Arnold van Huis, seorang pakar serangga pangan dari Universitas Wageningen di Belanda, berpendapat bahwa penggunaan serangga sebagai sumber makanan dapat membantu mengatasi tantangan pangan global. Ia menyatakan bahwa serangga, termasuk belalang, memiliki jejak ekologis yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan hewan ternak konvensional (van Huis, 2013). Ini penting mengingat dampak negatif dari industri peternakan terhadap lingkungan, seperti deforestasi, emisi gas rumah kaca, dan pencemaran air. Selain itu, Dr. Tomás A. H. de Oliveira, seorang ahli gizi dari Universitas São Paulo, menyebutkan bahwa belalang dapat menjadi solusi untuk masalah gizi di negara-negara berkembang. Dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa belalang bisa menjadi sumber protein yang aksesibel dan terjangkau, terutama bagi komunitas yang tinggal di daerah pedesaan (de Oliveira, 2015). Dengan mempromosikan belalang sebagai lauk alternatif, kita tidak hanya meningkatkan keberagaman pangan tetapi juga meningkatkan kualitas gizi masyarakat. Pendapat positif dari para ahli menunjukkan bahwa belalang memiliki potensi yang besar, baik dari segi nutrisi maupun keberlanjutan. Dengan dukungan riset dan kebijakan yang tepat, belalang bisa menjadi bagian dari diet yang lebih sehat dan ramah lingkungan.
Penutup
Dengan mempertimbangkan nilai gizi yang tinggi, potensi keberlanjutan, dan dukungan dari para ahli, belalang layak untuk dipertimbangkan sebagai lauk alternatif. Mengingat tantangan global yang dihadapi dalam hal ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat, eksplorasi lebih lanjut tentang belalang sebagai sumber makanan dapat menawarkan solusi yang inovatif. Belalang bukan hanya sekadar serangga yang sering diabaikan, tetapi juga sebuah sumber daya yang dapat mendukung keberagaman dan keberlanjutan pangan di masa depan. Mari kita buka pikiran kita dan pertimbangkan segala potensi yang ada di sekitar kita, termasuk belalang, untuk menciptakan dunia yang lebih baik dan lebih sehat. Penting untuk diingat: “Jika ingin mencoba makan belalang, pastikan untuk memilih jenis belalang yang aman dikonsumsi dan mengolahnya dengan benar.” Karena tidak semua jenis belalang aman untuk dikonsumsi. Beberapa jenis belalang mengandung racun atau zat berbahaya lainnya yang bisa menyebabkan keracunan jika dikonsumsi. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa belalang yang akan dikonsumsi aman dan berasal dari daerah yang bersih serta bebas pestisida. Selain itu, belalang juga harus diolah dengan cara yang benar untuk menghilangkan bakteri dan kuman yang mungkin ada pada tubuh belalang. Berikut adalah Beberapa tips memilih belalang yang baik untuk dikonsumsi: 1) Pilihlah belalang yang segar dan tidak berbau busuk; 2) Hindari belalang yang berwarna cerah atau memiliki bintik-bintik, karena mungkin beracun; 3) Pilihlah belalang yang berasal dari makan belalang adalah tren baru yang menarik untuk dicoba. Selain rasanya yang lezat, belalang juga memiliki kandungan gizi yang tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan daerah yang bersih dan bebas pestisida. Dengan memilih dan mengolah belalang dengan benar, Anda dapat menikmati makanan yang lezat dan bergizi. Makan belalang adalah tren baru yang menarik untuk dicoba. Selain rasanya yang lezat, belalang juga memiliki kandungan gizi yang tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan.
Referensi
- FAO. (2013). Edible insects: Future prospects for food and feed security. Food and Agriculture Organization of the United Nations.
- Jongema, Y. (2017). List of edible insect species of the world. Wageningen University.
- Punyahoti, S. (2014). Nutritional value of edible insects in Thailand. Kasetsart University.
- van Huis, A. (2013). Insects as food and feed: a global overview. Wageningen University.
- de Oliveira, T. A. H. (2015). Insects as a source of protein: a review of nutritional studies. University of São Paulo.