logo-color

Publikasi
Artikel Populer

LOST GENERATION: BENARKAH KONSELOR KUNCI PERUBAHAN?

Atifah Hanum., M.A

Atifah Hanum., M.A

SMA Baitul Qur’an Yogyakarta
atifahhanum19@gmail.com

Covid-19 is a crisis adalah kalimat yang diucapkan Sherly Annavita Rahmi di kanal youtube-nya, sekaligus salah seorang motivator ulung yang digandrungi anak muda jaman sekarang. Selama pandemi terjadi sadar atau tidak sadar ada banyak perubahan yang berimbas pada dunia pendidikan, kesehatan, ekonomi, psikologis maupun social behavior. Hal ini dikarenakan jumlah screen time yang bertambah berkali-kali lipat dari sebelumnya sedangkan kegiatan sosial di luar rumah sangatlah terbatas. Dari sinilah proses terbentuknya karakter, etika, sikap, cara berpikir dan keterampilan bersosial dalam hal ini pada generasi muda mulai berubah yang bisa menjadi salah satu pemicu munculnya lost generation.

Perlu kalian ketahui bahwa lost generation adalah generasi yang kehilangan arah, tersesat, bingung atau generasi yang tercecar yang pernah terjadi pada awal perang dunia 1 di tahun 1920. Biyanto dalam tulisannya “Menjawab Tantangan Lost Learning dan Lost Generation di Tengah Pandemi” mengatakan pembelajaran yang terjadi saat pandemi tidak maksimal dan di rasa tidak efektif. Pembelajaran banyak mengandalkan perangkat digital dan kuota internet yang mana bagi beberapa orang memang bukan hal sulit, tapi bagi masyarakat dengan kondisi ekonomi rendah dan tinggal di daerah terpencil tentunya juga menjadi tantangan tersendiri. Akhirnya banyak kekhawatiran dari berbagai kalangan mengenai masalah ini.

Dari serangkaian riset peneyebab lost generation bukan semata-mata akibat keterbatasan atau menurunnya kualitas pendidikan formal saja sebab ada hal lain yang lebih penting yaitu hilangnya minat belajar atau hilangnya kemauan kita untuk mencari tahu hal baru. Menutup diri dari paparan pengetahuan membuat kita menjalani hidup hanya sekedar hidup, tidak mau memaksimalkan potensi, enggan keluar dari zona nyaman dan cenderung menyalahkan keadaan. Mentri pendidikan bapak Nadiem Makarim mengatakan terlalu lama belajar di rumah selama masa pandemi bisa membuat siswa menjadi bagian dari lost generation. Hal ini karena kegiatan belajar dari rumah membuat kita minim akses pengetahuan atau kurang mau mengasah keterampilan sebagaimana seharusnya.

Di dunia pendidikan saat ini telah terlihat jelas perubahan perilaku, etika, sikap dan karakter dari generasi muda. Di sekolah khususnya, banyak siswa yang mudah mengeluh, mudah putus asa, suka menuntut tetapi minim action. Tidak lain penyebabnya karena kebiasaan di rumah yang kurang kontrol dan kurang pengawasan di mana selama pandemi banyak di isi dengan kegiatan di rumah yang menggunakan perangkat digital serta kebutuhan yang tinggal minta dari orang tua. Kita anggap saja di sini bahwa segalanya serba  instan, tinggal minta, tinggal duduk, tinggal ketik, langsung muncul apa yang diinginkan, yang menyebabkan mereka kurang sabaran. Belum lagi jika ada pembelajaran online yang sering dijadikan alasan “aku baru belajar”. Padahal mereka lebih sering mematikan layar, tidur, bermain game, atau melihat hal-hal yang tidak jelas yang tentu bisa juga berakibat timbulnya lost learning di kalangan para siswa. Kemudian apa yang bisa kita lakukan?

Sebagai seorang konselor di sekolah yang sering di anggap selo, santai, tidak terlihat atau di minta menghukum siswa tapi tidak mau dengan dalih bukan tugas konselor sekolah. “Guru kok gini amat?” “Mau dong jadi konselor aja?”, pikirnya. Lalu apakah benar konselor sekolah seperti ini atau malah sebaliknya? Wikipedia mengatakan bahwa konselor pendidikan mengemban tugas dan bertanggungjawab dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan yang mana fungsi dari bimbingan konseling adalah pemahaman, pencegahan, perbaikan, pemeliharaan dan pengembangan. Dari sini berarti konselor tidak dekat sama sekali dengan kata hukuman.

Konselor adalah panggilan jiwa, ikhlas, legowo dengan seluruh waktu di sekolah yang dihabiskan penuh untuk melayani siswa. Belum lagi dengan konselor yang memiliki ketugasan-ketugasan lain di sekolah. Konselor juga harus mau untuk selalu belajar sesuai perkembangan dan perubahan zaman. Apa sih yang terjadi saat ini, siapa yang berubah dan melakukan perubahan, dari mana perubahan itu terjadi, kapan perubahan terjadi dan bagaimana menghadapi perubahan itu. Pertanyaan-pertanyaan ini harus dimunculkan dan mencari penyebab sampai akar-akarnya supaya mendapatkan solusi peyelesaikan masalah siswa dengan tepat. Kenapa konselor? Karena konselor yang paling dekat dengan siswa, yang selalu mau mendengar dan selalu bisa memahami permasalahan sehingga menjadi jembatan terdekat untuk merubah generasi muda khususnya di dunia pendidikan.

Kembali pada pertanyaan “Lost Generation: what should we do?”. Dari beberapa poin agar terhindar dari lost generation ada poin utama yang bisa kita gunakan sebagai guru, khususnya konselor pendidikan yang memiliki tugas untuk mendidik dan membimbing generasi muda di sekolah. Poin utamanya adalah educate ourselves. Kunci mencegah dan terhindar dari lost generation adalah memiliki kemampuan untuk belajar dan pendidikan adalah kata kucinya. Pendidikan adalah media untuk meningkatkan kualitas generasi supaya siap dalam menyongsong masa depan. Tidak hanya pendidikan formal, tetapi juuga pendidikan non formal dimana bisa membentuk cara berpikir, network, pertemananan dan karakter.

Di zaman yang semakin canggih kita bisa belajar dari mana saja dengan cara apa saja. Cara konvensional bisa dengan buku dan sekarang sudah banyak buku yang berkualitas. Bagi yang suka audio visual banyak tontonan yang bagus untuk kita yang mau memfilternya. Dan yang senang dengan cara mendengar ada banyak podcast produktif. Kata Sherly ini bukan lagi tentang mampu dan tidak mampu, melainkan tentang mau atau tidak mau. Mahatma gandi pernah bilang live as if you were to die tomorrow, learn as if you were to live forever.

Bersiaplah mengambil pilihan yang tepat minimal untuk diri kita sendiri. Jangan sampai kita sendiri lah yang menjadi salah satu dari lost generation dan acuh akan masalah ini. Bagi konselor yang masih memilih untuk selo saja maka harus di ubah cara pikir dan sikapnya mulai dari sekarang bukan hanya untuk mu tapi untuk kita dan untuk generasi selanjutnya. Jika hanya menunggu sampai siap maka tidak akan ada perubahan. Jalan satu-satunya adalah kerjakan yang memang harus dikerjakan sebagai seorang konselor pendidikan. Sudah siap untuk melakukan perubahan?

Tags

Share this post:

Postingan Lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jika ingin berlangganan berita dari kami, silakan memasukkan email pada kolom di bawah ini

Radar Edukasi adalah portal berita pendidikan di bawah naungan Penerbit P4I