Zuniatul Hasanah, S. Pd.I
SDN 1.5 Belimbing
yutazuniatul@gmail.com
Tidak semua siswa datang ke sekolah memiliki semangat belajar yang sama. Ada yang datang karena kebiasaan atau rutinitas bahwa setiap pagi harus berangkat sekolah tanpa tahu tujuannya. Namun ada yang datang ke sekolah dengan semangat baru setiap harinya. Dengan harapan akan bertemu guru yang menyenangkan, guru yang akan membagikan ilmu dan menuntun ke masa depan.
Mereka yang datang ke sekolah dengan semangat tentu akan serius belajar, tidak satu menitpun waktu terbuang percuma. Dia akan menekuni setiap tugas untuk segera dikerjakan dengan tekun, ulet menghadapi tantangan, optimis di setiap pelajarannya. Dia memiliki dedikasi yang tinggi dalam belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajarnya.
Bagaimana dengan mereka yang tidak semangat belajar? Mereka kadang bengong, mengguliat, menguap, mengerutkan dahi dan diam entah apa yang dipikirkan. Mengapa ini bisa terjadi? Mungkin ruang belajar yang tidak bersahabat bagi siswa, mungkin karena gaya mengajar guru yang monoton dan membosankan atau permasalahan-permasalahan dari siswa sendiri seperti; pesimis, karena diejek teman, atau takut gagal.
Saya yakin bahwa guru sangat menentukan kesuksesan siswanya. Sebagaimana dikatakan (Gazzaniga, 1992 dalam Bobbi dePotter, 2005) bahwa “Dorongan biologis alamiah itu sederhana. Kemampuan atau keterampilan baru akan berkembang jika diberikan lingkungan model yang sesuai”. Dorongan biolagis alamiah yang diungkapkan Gazzaniga itu mengacu pada dorongan alami yang dimiliki oleh setiap individu untuk belajar dan berkembang. Kemudian kemampuan dan keterampilan itu akan berkembang jika guru bukan lagi sekedar mentransfer ilmu tetapi sebagai model, pembimbing, teman belajar, fasilitator yang akan menentukan kesuksesan belajar siswanya.
Guru dalam mendidik siswa-siswinya tidak membedakan antara siswa satu dengan yang lainnya. Semua memiliki hak yang sama untuk dilayani, dididik menjadi pribadi-pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, jujur, percaya diri dan pada akhirnya akan menjadi sukses. Setiap siswa memiliki keunikannya sendiri-sendiri, tergantung bagaimana guru dapat memahami dan mengenali karakter maisng-masing siswa.
Untuk menumbuhkan semangat belajar siswa, ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru, antara lain: Membuat lingkungan belajar yang menyenangkan, melibatkan siswa dalam proses belajar atau belajar berpusat pada murid, memberikan tantangan yang sesuai, memberikan penghargaan atau hadiah.
Salah satu cara untuk menumbuhkan semangat belajar siswa di kelas yaitu membuat suasana kelas yang menyenangkan, siswa aktif, tantangan sesuai bagi siswa serta memberikan penghargaan kepada siswa sebagai “sang juara”. Ya, “sang juara”.
Ketika mendengar kalimat siapa “sang juara” hari ini? Saat itu siswa langsung bersorak: “Horeee, hari ini kita adalah sang juara”. Mereka antusias ingin segera menjadi sang juara. Meskipun pada akhirnya banyak yang tereliminasi dan hanya satu yang akan menjadi sang juara. Mereka tetap semangat belajar walaupun tidak menjadi sang juara. Karena mereka telah menjadi juara untuk dirinya, bangga telah ikut aktif dalam proses belajar, berkompetisi dengan teman-teman sekelasnya. Mereka berprinsip hari ini tidak juara besuk akan juara.
Kita tahu bagaimanapun setiap siswa memiliki keunikannya sendiri dan tidak semua siswa memiliki prestasi tinggi di bidang akademik. Perbedaan itu harus diperhatikan oleh guru, dan itu akan tercermin saat proses pembelajaran. Setiap siswa mendapatkan keleluasaan untuk meningkatkan pembelajaran sesuai dengan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat dan profil belajarnya yang dikenal dengan istilah pembelajaran berdiferensiasi (Lilik Maryanto, 2013)
Sebelum menobatkan “sang juara” guru menyampaikan materi dengan metode reading aloud dan menerapkan aktivitas pembelajaran saintifik (membaca, menanya, mengekplorasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Diakhir pembelajaran baru diadakan evaluasi dengan cara mencari “sang juara”.
Setiap siswa mengikuti kompetisi “sang juara”. Cara ini terinspiasi dari acara TV yaitu Rangking 1. Menarik sekali, semua siswa senang dengan cara ini. Mereka tidak merasa kalau sedang dalam evaluasi akhir pembelajaran. Mereka betul-betul menyimak setiap soal yang dibacakan oleh guru. Karena kalua tidak, akan salah jawab dan tereliminasi. Guru membacakan soal kemudian siswa langsung menjawab pada buku masing-masing.
Dalam pelaksanaan ‘Sang Juara” diperlukan kejujuran setiap siswa. Jika jawaban salah maka tidak boleh menjawab soal selanjutnya. Begitu seterusnya sampai mendapatkan “sang juara” di ruang kelas saat itu. Dapat disebut sebagai sang juara apabila siswa tersebut secara konsisten dapat menunjukkan jawaban benar pada setiap soal mulai awal hingga akhir pertanyaan, sehingga tidak adalagi siswa lain yang dapat melebihi jumlah nilai benar yang telah diperoleh oleh sang juara.
“Sang juara” ini adalah salah satu cara saya untuk menumbuhkan semangat belajar diruang-ruang kelas. Meskipun dapat menumbuhkan semangat belajar siswa, namun kompetisi “sang juara” ada kelemahannya. Dalam konteks pembelajaran kelemahan dari “sang juara” adalah menciptakan tekanan berlebih bagi siswa. Terkadang ada yang sangat kecewa karena tidak dapat mencapai target “sang juara”. Bagi siswa yang tidak dapat meraih prestasi akan merasa terbebani, mungkin bisa tambah stress karena tidak pernah mendapat predikat “sang juara’’di ruang kelas atau malah akan menambah rasa takut gagal.
Guru harus bisa memberikan solusi terbaik dari setiap kelemahan pada metode yang diterapkan. Untuk menghibur siswa yang kecewa karena tidak dapat mencapai predikat “sang juara” adalah memberikan pemahaman bahwa ketidakberhasilan itu memberikan kesempatan kita untuk terus belajar.
Selain hal di atas soal yang dibacakan oleh guru hanya fokus pada menghafal saja, sehingga siswa hanya fokus mengingat fakta-fakta dan kurang memahami yang dipelajari. Dan soal yang didekte cenderung tidak mendorong untuk berfikir kritis karena hanya akan mengingat jawaban yang benar saja dan jawaban singkat.
“sang juara” penyajian soalnya dibacakan guru hanya cocok untuk beberapa konteks evaluasi tertentu yaitu pilihan ganda dan jawaban singkat dengan jenis soal Lots (Lower Order Thingking Skills) kategori soal tingkat rendah dengan modal cukup mengetahui sesuatu.
Soal jenis MOTS (Middle Order Thingking Skills) kategori soal tingkat menengah dengan modal berfikir lebih keras, dan jenis soal HOTS (Higher Order Thingking Skills) yang dikategorikan berfikir tingkat tinggi kurang tepat diterapkan dalam “sang juara”. Jika diterapkan perlu kombinasi metode penyampain dengan harapan dapat melayani kebutuhan gaya belajar siswa. Sebagai contoh dengan cara mengulang-ulang pertanyaan, ini untuk melayani siswa dengan gaya belajar visual. Kemudian soal dengan alat bantu dapat melayani siswa yang kinestetik.
Sebagai guru, penting memahami gaya belajar siswa dan dapat merespon kebutuhan khsusus siswanya agar mereka dapat tumbuh berkembang dengan semangat belajar, dan istiqomah dalam belajar menuju masa depan yang lebih baik.
Gambar Ilustrasi “Sang Juara”
Foto: Dokumen pribadi