logo-color

Publikasi
Artikel Populer

LIBUR PENDEMI COVID-19 BAWA BANYAK “PENGARUH” PADA MORAL SISWA?

Alfiyah

Alfiyah

Pendemi Covid-19 merupakan salah satu momok besar bagi rakyat Indonesia bahkan masyarakat di dunia. Bagaimana tidak, virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan (China) ini telah merenggut nyawa banyak orang. Menurut WHO Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru yang disebut SARS-CoV-2. WHO pertama kali mengetahui virus baru ini pada 31 Desember 2019 dan mulai tersebar di Indonesia pada Maret 2020. Dampak yang ditimbulkan pun bukan main. Masuknya Covid di Indonesia telah merenggut nyawa banyak orang. Selain itu, pendemi Covid-19 juga membawa dampak negatif lain baik pada sektor ekonomi maupun pendidikan. Dunia pendidikan memang tidak luput dari dampak pendemi. Kegiatan belajar mengajar yang harus terhenti dan munculnya peraturan pemerintah terkait pembelajaran daring dirasa kurang mumpuni untuk menyalurkan ilmu pendidikan adab kepada siswa. Pembelajaran daring agak menyulitkan siswa yang belum memiliki akses terkait teknologi seperti tidak adanya HP atau laptop. Banyak wali murid yang complain kesulitan dalam mendampingi putra-putinya selama pembelajaran daring semasa libur pendemi. Daerah yang terpencil dan sulit sinyal juga menjadi kendala dalam belajar. Rata-rata pemberian tugas juga disampaikan via jejaring WhatsApp dimana guru tidak tahu apakah tugas dikerjakan secara otodidak atau malah hasil kerja wali murid yang membuat hasil belajar menjadi bias. Di samping itu, pemberian pembelajaran moral dan abad pun lumayan terhambat. Sebagai guru, saya pun merasakan hal tersebut. Bukti nyata saya dapatkan pertama kali saat tanpa sengaja berpapasan dengan siswa saya yang kebetulan adalah tetangga saya sendiri. Dimana siswa tersebut seolah sama sekali tidak mengenal saya yang merupakan wali kelasnya dan cuek tanpa mengucapkan salam atau bahkan menyapa.

Yang lebih miris adalah kenyataan ketika kegiatan daring berganti dengan tatap muka. Entah mengapa perilaku siswa terkesan sulit dikendalikan. Sebagai guru, tentu kami sudah mencoba berbagai pendekatan kepada tiap siswa. Akan tetapi tetap kami rasa sulit untuk menanamkan hal terkait perilaku adab dan moral. Ketika kami terlalu lembut, anak-anak semakin menjadi bahkan berani berkata kasar di kelas seperti kami, para guru tidak ada di sana. Dan itu tidak hanya satu dua siswa saja. Penggunaan bahasa yang kurang baik juga dilakukan siswa ketika berbicara kepada para guru. Untuk itu, saya menyebarkan beberapa angket kepada siswa dan melakukan sesi konseling. Dari data tersebut, saya menarik kesimpulan bahwa perilaku siswa yang cenderung kurang bisa diatur kemungkinan ada hubungannya dengan libur pendemi covid-19 yang selama hampir 1 tahun pembelajaran kami lakukan secara daring. Lingkungan bergaul siswa yang selama libur covid-19 tentu juga berpengaruh apalagi siswa kemungkinan mengahabiskan lebih banyak waktu bermain diluar daripada di rumah. Pengaruh gadget pun tidak dapat dihindari. Siswa yang bermain gadget tanpa pengawasan entah karena kesibukan orangtua juga terlihat sedikit miris bagi saya. Banyak siswa saya yang mengetahui istilah-istilah berbau pornografi melalui gadget. Bahkan saat itu mereka masih kelas 3 SD. Mereka banyak menanyakan apa arti dari istilah tersebut yang bahkan saya sendiri sebagai orang dewasa belum terlalu paham. Mereka menyatakan, bahwa selama libur pendemi beberapa kali melihat tontonan YouTube terntang hal-hal tersebut. PR kita sebagai tenaga pendidik tentu menjadi semakin banyak mengacu bahwa pendidikan bukan hanya tentang hasil belajar tapi juga tentang pendidikan karakter.

Tags

Share this post:

Postingan Lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jika ingin berlangganan berita dari kami, silakan memasukkan email pada kolom di bawah ini

Radar Edukasi adalah portal berita pendidikan di bawah naungan Penerbit P4I