Sumarti, S.PT., M.A.
“Maaf Bu, ini saya baru nyari-nyari sinyal yang bagus, di rumah timbul tenggelam sinyalnya”, “Pusing… ini malah muter-muter terus internetnya”, “Waduh… di rumah malah mati lampu”, Itulah beberapa ungkapan spontan terkait permasalahan yang muncul pada saat pelaksanaan pembelajaran jarak jauh. Persoalan tersebut bukan hanya muncul pada saat pelaksanaan diklat jarak jauh bagi guru-guru tetapi juga pada proses pembelajaran sehari-hari yang dilakukan guru dengan siswa. Bahkah yang lebih memprihatinkan lagi, menurut hasil survei dan wawancara yang penulis lakukan di awal-awal pelaksanaan pembelajaran daring, untuk membangkitkan semangat siswa mengikuti pembelajaran, guru harus mengeluarkan uang pribadinya sebagai bentuk hadiah bagi yang paling aktif mengikuti pembelajaran (penuturan Arif Firmansyah guru SMKN 1 Blitar dan Linda guru SMKN 1 Cimahi).
Seperti diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran jarak jauh dalam jaringan sebagai bentuk adaptasi terhadap kemajuan teknologi sekaligus solusi pembelajaran di masa pandemi COVID-19 menyisakan sejumlah persoalan. Pakar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Agustinus Subarsono, M.Si, M.A., Ph.D menyatakan, “Beberapa persoalan yang muncul setelah pemberlakuan pembelajaran jarak jauh di antaranya: disparitas teknologi antar rumah tangga, kendala jaringan internet, serta bervariasinya literasi teknologi di kalangan guru dan orang tua” (Kompas.com, 5/8/2020).
Kendala jaringan internet kadang dijadikan alasan di luar kemampuan manusia (force majeure) siswa tidak bisa terlibat secara optimal dalam pembelajaran, kalaupun masuk dalam ruang pembelajaran virtual terkadang hanya untuk memenuhi bukti fisik kehadiran, apalagi ketika tidak ada kewajiban membuka kamera (open camera) maka pembelajaran bisa diintervensi oleh aktivitas lain di rumah. Kedisiplinan sebagai buah dari pendidikan karakter banyak luntur karena dalam pembelajaran jarak jauh sulit memantau aktivitas belajar siswa sebagaimana pada pembelajaran tatap muka. Tanggung jawab individu siswa terhadap tugas-tugas yang diberikan juga sulit dipantau hingga hasil pembelajaran pun sulit diukur.
Pada pembelajaran jarak jauh, subjek yang aktif lebih pada guru sehingga proses pembelajaran kurang bisa berlangsung secara aktif dan interaktif karena kemampuan literasi teknologi yang dimiliki guru tidak berbanding lurus dengan siswa. Proses pembelajaran menjadi tidak berpusat pada siswa (student centered) melainkan cenderung berpusat pada guru (teacher centered). Keterlibatan orang tua dalam mendampingi putra-putrinya juga tidak maksimal akibat perbedaan literasi teknologi informasi dan komunikasi yang dikuasai dengan yang guru kuasai. Alhasil, daya serap siswa terhadap materi pembelajaran pun mengalami hambatan.
Ketidakhadiran guru dalam ruang nyata, berinteraksi dengan siswa sebagai model yang menjalankan skenario pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran membuat proses pembelajaran jarak jauh terkesan kehilangan ruh pendidikan. Bahkan menurut Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim, selama pembelajaran jarak jauh ruh pendidikan bisa dikatakan hilang (Repjogja, 14/9/2021). Jangan sampai pemberlakuan pembelajaran jarak jauh ini secara terus menerus berpotensi menghilangkan pembelajaran itu sendiri (learning loss).
Pembelajaran tatap muka, solusi mengembalikan roh pendidikan dan memulihkan perkembangan siswa yang sempat terhambat
Pembelajaran jarak jauh tidak hanya menjauhkan siswa dari kebutuhan sosialisasi dan interaksi dengan guru maupun sesama teman tetapi juga berdampak bagi pembelajaran, kesehatan, dan perkembangan siswa. Pembelajaran jarak jauh yang berlangsung terlalu lama dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan motorik halus maupun kasar. Intelektual dan emosi siswa juga bisa mengalami gangguan, dan secara psikologi siswa juga bisa mengalami tekanan. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi kekerasan terhadap anak dan jumlah anak putus sekolah sulit terdeteksi (kompas.com, 2/6/2021).
Berbagai persoalan yang muncul akibat pelaksanaan pembelajaran jarak jauh yang berkepanjangan dapat tereliminasi saat pembelajaran tatap muka dibuka kembali. Siswa yang sekian lama terkungkung dalam rumah dan rutinitas, akan kembali merasakan suasana kebersamaan dan proses pembelajaran yang hidup. Motivasi dan nilai-nilai karakter juga akan diterima kembali dari sosok guru yang menjadi panutan mereka. Dibukanya kembali pembelajaran tatap muka diharapkan dapat menghindarkan efek negatif jangka panjang terhadap anak karena bagi anak-anak, sekolah lebih dari sekedar ruang kelas, melainkan sebagai wahana berproses belajar, membangun persahabatan, menikmati keamanan dan lingkungan yang sehat (Debora Comini, UNICEF).
Perlunya prokes ketat dan kebangkitan spirit guru dalam memulai pembelajaran tatap muka
Pelaksanaan pembelajaran tatap muka di era new normal bukan tidak beresiko mengingat pandemi COVID-19 belum sepenuhnya hilang. Bahkan menurut informasi, akhir-akhir ini muncul berbagai varian baru, seperti Alpha, Beta, Delta, Gama, Kappa, Lambda, Mu, dan lain sebagainya (Kompas.com, 15/9/2021). Demi keamanan dan perlindungan kesehatan guru dan siswa, pembelajaran tatap muka perlu dilakukan secara terbatas dan bertahap dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Guru tidak boleh jemu-jemu memantau dan mendisiplinkan siswa untuk terus menerapkan protokol kesehatan dengan menerapkan prinsip 5 M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas).
Sebagai ujung tombak dari seluruh proses pendidikan, guru perlu membangkitkan kembali semangat siswa yang mungkin sempat turun di saat pemberlakukan pembelajaran jarak jauh. Semangat yang tinggi dari guru akan mengimpartasi/menular pada siswa-siswanya sehingga antusias dalam menjalani proses pembelajaran. Dengan demikian dalam proses pembelajaran tercipta persamaan frekuensi antara guru dan siswa.
One Response
PEMBELAJARAN JARAK JAUH MASA PANDEMI: HILANGNYA ROH PENDIDIKAN?
Erkhirnya oendMi covid 19 merupakan era baru bagi pendidikan di mana pendidikan diperhadapkan dengan persoalan-persoalan baru sekitar Dunia pendidikan. diantaranya adalah menurunnya minat belajar siswa. Kenyataan ini mendorong guru agar dapat berinovasi dalam mengajar agar menumbuhkan kembali minat belajar sswa