
BIASWORO ADISUYANTO AKA
Widyaiswara Ahli Utama
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Jawa Timur, Surabaya
biasworoadi.widyaiswara@gmail.com
Di era digital yang ditandai dengan percepatan teknologi dan transformasi informasi, Aparatur Sipil Negara (ASN) dihadapkan pada tantangan yang jauh lebih kompleks dibandingkan dengan masa lalu. Tidak cukup hanya menguasai prosedur administratif atau menjalankan rutinitas birokrasi, ASN kini dituntut untuk mampu beradaptasi secara dinamis terhadap perubahan sistem kerja, teknologi digital, dan ekspektasi publik yang terus berkembang. Peran ASN telah bergeser dari pelaksana administratif menjadi problem solver dan enabler dalam tata kelola pemerintahan modern.
Di masa lalu, Aparatur Sipil Negara (ASN) lebih banyak diposisikan sebagai pelaksana administratif, yang tugas utamanya menjalankan peraturan, menyusun dokumen, dan memastikan kelancaran proses birokrasi berdasarkan ketentuan yang ada. Fokus kerja ASN bersifat prosedural dan administratif, dengan ruang inovasi yang terbatas serta minim inisiatif dalam pengambilan keputusan atau penyelesaian masalah strategis.
Namun, seiring dengan perubahan lingkungan eksternal, perkembangan teknologi, serta tuntutan masyarakat yang semakin tinggi, peran ASN mengalami pergeseran paradigma yang signifikan. Dalam kerangka tata kelola pemerintahan modern, ASN kini tidak cukup hanya menjalankan perintah atau mengikuti standar operasional prosedur. Mereka dituntut menjadi:
- Problem Solver: ASN harus mampu mengidentifikasi akar masalah di lapangan, menganalisisnya secara kritis, dan merumuskan solusi inovatif yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat dengan lebih cepat dan tepat. Ini mencakup kemampuan berpikir analitis, penguasaan data dan teknologi, serta keterampilan komunikasi yang efektif. Misalnya, ASN di bidang pelayanan publik kini dituntut untuk bisa merancang sistem layanan digital mandiri berbasis keluhan dan kebutuhan warga, bukan hanya mengikuti petunjuk teknis yang kaku.
- Enabler: ASN juga berperan sebagai fasilitator dan penggerak kolaborasi lintas sektor. Sebagai enabler, mereka mendorong keterlibatan berbagai pihak—baik antarinstansi, sektor swasta, komunitas, maupun masyarakat sipil—dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan. ASN sebagai enabler membangun ekosistem pemerintahan yang inklusif, partisipatif, dan berbasis kolaborasi. Peran ini menjadi krusial dalam era pemerintahan terbuka (open government) dan transformasi digital saat ini.
Perubahan peran ini sejalan dengan semangat reformasi birokrasi dan prinsip-prinsip good governance, seperti akuntabilitas, efisiensi, transparansi, dan orientasi pada hasil (result-based performance). Selain itu, perubahan ini juga ditopang oleh kebijakan nasional seperti:
- Grand Design Reformasi Birokrasi 2020–2024, yang menekankan pentingnya penguatan kapasitas dan peran strategis ASN sebagai pelayan masyarakat dan agen perubahan.
- Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang mendorong ASN untuk menjadi bagian dari proses digitalisasi tata kelola pemerintahan.
- Undang-Undang No. 20 Tahun 2023 tentang ASN, khususnya Pasal 10 dan Pasal 49, yang menekankan bahwa ASN harus terus mengembangkan kompetensinya agar relevan dengan kebutuhan organisasi dan mampu bekerja secara kolaboratif dalam ekosistem digital dan modern.
Dengan peran sebagai problem solver dan enabler, ASN kini menjadi aktor utama dalam menjembatani antara kebijakan dan kebutuhan nyata masyarakat. Mereka dituntut berpikir strategis, bertindak cepat, dan bekerja lintas batas organisasi. ASN bukan lagi sekadar pengikut sistem, tetapi pencipta nilai dan penggerak perubahan.
Tantangan birokrasi tidak lagi hanya bersifat prosedural, tetapi juga berkaitan dengan kemampuan menghadirkan pelayanan publik yang cepat, transparan, efisien, dan berbasis teknologi informasi. Masyarakat berharap pelayanan publik berbasis digital dapat mengurangi waktu tunggu dan meningkatkan kepastian layanan. Data ini menjadi alarm bagi pemerintah bahwa penguatan kompetensi ASN di bidang digital bukan sekadar kebutuhan, melainkan keharusan strategis.
Kemajuan teknologi digital telah mengubah wajah birokrasi: digitalisasi layanan publik, integrasi big data untuk mendukung evidence-based policy, serta pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam proses administrasi dan pelayanan masyarakat. Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas menyampaikan bahwa “Digitalisasi birokrasi merupakan fondasi krusial dalam membangun pelayanan publik yang prima, cepat, transparan, dan akuntabel. Namun, teknologi digital—sebaik dan secanggih apa pun—tidak akan mampu memberikan dampak optimal apabila tidak diimbangi dengan peningkatan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN).” (Forum SPBE Nasional, 2023). Teknologi hanyalah alat; keberhasilannya sangat bergantung pada kesiapan dan kapabilitas sumber daya manusia yang menggunakannya. Oleh karena itu, penguatan kapasitas ASN dalam hal literasi digital, manajemen perubahan, serta kemampuan berinovasi menjadi faktor kunci agar digitalisasi birokrasi tidak berhenti pada infrastruktur, tetapi benar-benar mentransformasi cara kerja dan kualitas layanan kepada masyarakat.
Untuk itulah, ASN perlu secara aktif meng-upgrade kompetensi, terutama dalam bidang:
- Literasi digital dan keamanan informasi,
- Pengelolaan data dan sistem informasi manajemen,
- Penguasaan aplikasi layanan publik berbasis elektronik, serta
- Kemampuan komunikasi digital dan kolaborasi lintas platform.
Pemerintah sendiri telah meluncurkan berbagai program untuk mendukung digitalisasi ASN, antara lain:
- Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang tertuang dalam Perpres No. 95 Tahun 2018, menekankan pentingnya keterpaduan sistem dan SDM digital dalam penyelenggaraan pemerintahan.
- Digital Talent Scholarship (DTS) ASN oleh Kementerian Kominfo yang memberikan pelatihan gratis kepada ASN dalam bidang cloud computing, artificial intelligence, cybersecurity, dan data science.
- GovTech Indonesia (INA Digital) sebagai platform transformasi digital nasional, yang akan mengintegrasikan layanan digital lintas kementerian/lembaga dan membutuhkan ASN yang paham teknologi dan siap kolaborasi.
Pelatihan yang adaptif dan berkelanjutan menjadi sangat penting dalam kerangka tersebut. Pelatihan bukan sekadar kegiatan formal, tetapi merupakan proses pembelajaran yang terus berlangsung, selaras dengan pendekatan pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning) yang ditekankan oleh Jarvis (2004). ASN perlu diberikan ruang untuk terus belajar, berinovasi, dan mengembangkan diri sesuai dengan dinamika zaman.
Dari sisi regulasi, pengembangan kompetensi ASN secara digital telah mendapatkan penguatan hukum, salah satunya melalui Pasal 49 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, yang mewajibkan setiap ASN melakukan pengembangan kompetensi melalui sistem pembelajaran terintegrasi. Pembelajaran ini tidak hanya dilakukan di luar pekerjaan, tetapi justru harus terintegrasi dengan tugas sehari-hari, terhubung dengan sistem manajemen ASN, dan bersifat kolaboratif antarinstansi maupun lintas sektor.
Ketentuan ini menunjukkan bahwa pengembangan kompetensi ASN bukan hanya kewajiban individu, melainkan bagian integral dari sistem manajemen ASN yang bertujuan menciptakan birokrasi yang profesional, efektif, dan kolaboratif. Dengan sistem pembelajaran terintegrasi, pengembangan diri menjadi bagian dari budaya kerja ASN, bukan sekadar kegiatan seremonial.
Contoh nyata dari pelatihan ini dapat dilihat dari program-program peningkatan literasi digital, pelatihan penggunaan e-office, sistem informasi manajemen kinerja, serta pelatihan pengolahan data publik yang kini banyak dilakukan oleh BPSDM di berbagai provinsi. ASN yang telah mengikuti pelatihan digital tidak hanya lebih siap menghadapi tantangan kerja, tetapi juga memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi karena merasa dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang relevan.
Meng-upgrade kompetensi bukanlah pilihan, melainkan keharusan. ASN yang terus belajar akan menjadi tulang punggung birokrasi yang mampu berlari seiring kemajuan zaman. Di tengah derasnya arus digitalisasi, hanya ASN yang kompeten dan percaya diri yang mampu menjaga pelayanan publik tetap prima. Karena itu, investasi dalam pelatihan dan pengembangan kompetensi ASN adalah investasi untuk masa depan bangsa.